21 September 2011

Ini adalah kisah gw dan beberapa mahasiswa Indonesia yang pertama kalinya (dan pada akhirnya) menjejakkan kaki di Italy pada tanggal 21 September 2011.

Kami, mahasiswa baru Universitas della Calabria (Unical) pada awanya cuma kenal via grup FB dan pada akhirnya kita janjian untuk berangkat bareng ke Italy untuk memudahkan agar tidak nyasar dan memudahkan yang wanita untuk minta tolong angkat koper ke kereta kepada para pria hahaha.

Pesawat kami transit di Doha setelah entahlah berapa belas jam perjalanan yang diisi dengan gw yang ga bisa tidur sama sekali dan Rifky (sahabat gw) yang selalu ketiduran kecuali pas Mbak-mbak pramugari dateng nawarin makanan. Rifky ini ya, setengah jam duduk di pesawat langsung ketiduran, tiba-tiba dia bangun dan ngotak-ngatik mini LCD di kursi pesawat, “gw bosen tidur, nonton aaah..” Tapi semenit kemudian dia ketiduran lagi. Dan pernah juga dia tiba-tiba bangun kayak kaget dan langsung ngambil Ipad-nya, “yaudah, mau main games, Nya, gw kali ini..” tapi semenit kemudian dia ketiduran lagi sambil megang Ipad. Zzzzz.

Kebetulan saat itu gw dan Rifky belum kenalan secara langsung dengan anak-anak Indo lainnya dan kita cuman kasak-kusuk mengomentari first impression kita ke temen-temen yang lain ketika secara ga sengaja ngeliat mereka melintas di bandara Soekarno-Hatta, “kayaknya yang itu tajir Ki, masa’ dianterin keluarganya sampe bener-bener di dalem bandara.” “Wah kalo yang itu kayaknya bawel bener, Nya..” “Wah kalo yang itu kayaknya tukang tidur..” Silahkan ya bagi yang ngerasa, temen-temen hehe. Dan baru pas di bandara Doha-lah kita semua bener-bener kenalan dengan muka ngantuk.

Kita sampai di bandara Fiumicino Rome sekitar pukul 06.30 pagi dan langsung, “wowwww Roma! wowww, ngantuk dan laper.” Dan jangan salah, perjalanan kita masih sangat panjang untuk mencapai kampus. Kita butuh naik kereta lagi dari stasiun Roma Termini ke Paola sekitar 5-6 jam kemudian lanjut lagi dari Paola ke stasiun CastiglioneCosentino selama sekitar 15 menit. Nasib banget emang sekolah di ujung Italy.

Sebelum lanjut naik kereta, kita silaturahmi dulu ke KBRI Rome untuk mengenalkan diri dan registrasi. Penting banget agar pihak KBRI ngeh ada tambahan mahasiswa Indonesia disana, jadi kita masih terus ada dalam pantauan dan tanggung jawab’ pemerintah Indonesia.

Akhirnya kita sampai di Roma Termini untuk naik kereta ke Rende. Dan kalau kalian kesana, harus waspada ya, karena banyak copet dan muka-muka mencurigakan, mulai dari orang negro sampe bule. Kita sempet didatengin sama Bapak-bapak yang menawarkan jasa angkat tas tapi dari cara dia nawarin jasanya bener-bener mencurigakan, lagipula kita punya 5 cowo gagah yang bisa angkat koper. Hahaha.

Akhirnya kita sampai Rende sekitar pukul 17.30 dan langsung dijemput sama tim kampus. Setibanya di kampus, kita dikasih tau nomor apartemen dan kamar. Gw dapet apartemen di blok 14. Dan bareng salah satu mahasiswa Italy yang tadi termasuk tim penjemputan, kita menuju si rumah. Gw udah pingin banget mandi, minum, makan. Pakaian udah lecek, muka udah kucel, jilbab udah miring entah kemana, dan pingin rebahan. Begitu sampai di apartemen yang berbentuk rumah itu, gw deg-degan, takut para mahasiswa lamanya ga menerima gw atau jutek-jutek, atau skenario terburuknya gw diusir. Dan semuanya jadi kenyataan.

Pas si mahasiswa Italy ngetok pintu, ada Mbak-mbak bule yang duduk di meja makan. Mereka ngobrol pake bahasa Italy dan ekspresi si Mbak berubah jadi tampang ga setuju. Dia ngomong cepet dengan suara kesel sambil nunjuk-nunjuk ke gw. Walaupun gw ga paham bahasa Italy, gw tau dia ga mau gw ada disitu. Si Mas Italy tetep keukeuh bilang kalau inilah rumah gw. Dan si Mbak jawab. “disini udah penuh penghuninya! Lagian dia ga bisa bahasa Italy. Dan kita ga bisa bahasa Inggris, kita mau komunikasi kayak gimana?”

Mas Italy makin kesel dengan si Mbak karena kampus pasti udah memperhitungkan jumlah maksimum penghuni apartemen dan pasti tau siapa aja yang ada disana. Ga mungkin kampus nempatin gw di tempat yang emang ga bisa ditempatin, “pokoknya dia tinggal disini!” Si Mas nengok ke arah gw yang dari tadi cuma mematung karena capek fisik dan capek hati (ceilah) karena ngerasa ga diharapkan sama orang yang seharusnya jadi temen serumah gw, “yuk kita liat kamar kamu..”

Akhirnya gw taruh barang-barang disana dan ketika keluar kamar, si Mbak nengok ke arah gw dengan muka desperado, “kamu harus bilang ke pihak kampus untuk segera pindah dari sini.”

“Tenang aja, saya juga ga mau tinggal disini,” jawab gw dalam bahasa Inggris yang ngebuat si Mbak bengong dan ga ngomong apa-apa lagi karena dia SAMA SEKALI ga bisa bahasa Inggris. Kasian banget sih lo, Mbak, jaman sekarang ga bisa bahasa Inggris.

Gw keluar dari rumah dan menuju parkiran untuk ketemu temen-temen Indonesia dan langsunglah gw curhat sama mereka, gw ga mau tinggal disana, gw mau nginep di salah satu kamar mereka. Salah satu anak Indo, Mia, nyeletuk, “kamu tinggal bareng aku aja.. aku tinggalnya bukan kayak rumah tapi perkamar, dan kayaknya aku belum ada temen sekamar.”

Alahmdulillah! Langsulah gw minta tolong Rifky buat ngembil barang-barang gw di rumah si Nenek Sihir (haha!) untuk dibawa ke kamar Mia. Untuk urusan formal pindah-pindahannya akan gw urus esok harinya.

Ngerasa udah bebas dari Nenek Sihir, gw langsung siap-siap buat makan bareng mahasiswa Indonesia yang lebih senior diluar kampus, karena kartu mensa (kantin) baru aktif besoknya. Ketika kita turun bukit dari kamar Mia (komplek apartemen kita berbukit-bukit), kita papasan dengan dua mahasiswa China dan mereka kebetulan nanya nomor kamar ke kita, “excuse me, do you know where is blocco 11?”

“Oh yes, I live there.. just go up there.. by the way, in which room do you live?” tanya Mia.

“Room number 16..” jawab salah satu mahasiswi China itu,

Mia: well, it’s my room..

Mahasiswi China: Really? So you’re my room mate. I slept with my friend since 2 days ago because I don’t like to sleep alone

Dan gw pun cuman bisa menelen ludah panik.

Akhirnya setelah bernegoisasi dan membuat berbagai macam rencana untuk ga serumah sama Nenek Sihir, jadilah pada hari itu gw nginep di kamar Mia dan Laura (mahasiswi China). Dan secara gw sadari, perjuangan gw untuk mendapatkan kamar dan temen serumah yang ‘bener’ akan sangat panjang.

Malem itu gw tidur di atas sajadah dan selimut yang gw tumpuk-tumpuk karena kasur di kamar sangat kecil untuk berdua sambil berdoa semoga semuanya akan segera berubah menjadi lebih baik di Italy ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *