22:22 CET

Hey Belanda apa kabar?

Udah nyaris 6 bulan aku ninggalin kamu, tapi entah kenapa kadang aku merasa aku masih ada disana. Di negara yang dingin, bangun di rumah kecil dilantai 1 dengan badan berat karna penuh tumpukan selimut, dan hanya butuh 10 menit untuk bersiap-siap sebelum aku harus berlari kecil menuju rumah besar yang hanya 5 meter dari rumahku tinggal.
Dan dimulailah hari sibuk seperti biasa. Membersihkan dapur, menyapa si kecil Phil sambil dengan pasrah menerima pelukannya dipinggangku sambil dia menggumam kecil, “Cana!” Buru-buru menyuapi dia roti dan mengajak dia main di halaman rumput yang selalu basah sambil menunggu guru yang setiap hari menjemput jam 9 pagi.

Kemudian kembali kedalam rumah dan menyapa bayi bulat Is yang biasanya hanya akan melihatku dengan matanya yang besar dengan tatapan, “keluarin aku dari penjara iniiii! Aku mau merangkak di lantai!” Lalu aku buru-buru membersihkan lantai agar Is bisa main di lantai.

Ah rutinitas itu. Rutinitas yang sebenarnya selalu aku kutuk-kutuk dan aku harap segera selesai agar aku cepat kembali ke Italy.

Tapi terkadang, ketika aku cuman diam-diam seperti ini kenapa Belanda yang muncul? Kenapa rumah itu yang selalu teringat? Kenapa bayanganmu yang jalan buru-buru didepanku di Amsterdam yang selalu berkelebatan di otakku?

Aku tau aku tidak merindukan perintah-perintah nyonya besar yang selalu freak sama kebersihan dapur atau kamar mandi, atau cakaran Phil yang membuat tanganku penuh bekas luka, atau paniknya aku ketika Is gak mau tidur dan aku harus menggendongnya kesana-kemari sampai dia tidur.

Tapi mungkin aku merindukan pelukan kecil Phil dipinggangku. Cara dia tiba-tiba mendekati mukaku yang waktu itu sedang setengah berjongkok kemudian mencium sudut bibirku dengan tiba-tiba. Bagaimana dia berlari dari jauh dengan tangan terentang sambil berteriak “Cana!”. Atau si kecil Is yang selalu tertawa dengan napas buru-buru setiap dia merasa excited. Yang selalu membuatku harus memutar otak agar gak kalah dengan akal bulusnya tiap dia menolak untuk makan atau pakai baju. Yang kadang membuat mukaku penuh dengan air liurnya karena gak jarang dia mendadak menggigit dagu atau pipiku. Dan juga yang kadang membuat tulang mukaku rada benjol karena ketika dia rewel dia akan menjedutkan jidatnya keras-keras ke mukaku.

Atau mungkin aku merindukan potongan-potongan kenangan itu.
Ketika pertama kali aku melihatmu yang sedang berdiri dengan muka datar sambil menunggu aku naik kereta. Obrolan-obrolan kita di kereta yang gak ada habisnya. Bagaimana kamu yang selalu berjalan meninggalkan aku dibelakang, cara kamu yang ogah-ogahan memegang kamera ketika aku minta foto, atau ketawa terbahakmu yang jelek itu ketika aku balas mengata-ngataimu.

Ingat ketika kita duduk di pinggir kanal untuk makan siang menjelang sore dan kita sibuk bercanda dengan bebek? Kamu melemparkan kentang goreng bersaos A*C pedas ke mereka dan mereka kepedesan dan kita ketawa-ketawa jahil melihat reaksi si bebek. Atau ketika kamu dengan isengnya membuang bungkus saos kosong ke piringku sambil nyengir jail. Atau ketika kamu yang menutup mukamu dengan pasrah sambil menggeleng-geleng mengesalkan ketika mendengar aku yang berbicara hal yang bodoh. Atau ketika kita bersalaman dengan bingung di stasiun karna kita harus pisah kereta dan itu adalah kali terakhir kita ketemu sampai entah kapan.

Aku gak menganggap masa-masa di Belanda itu adalah masa yang paling penting untuk diingat karna setelah itu kita membuat banyak lagi cerita. Tapi kenapa Belanda yang selalu terulang? Kenapa selalu Belanda yang jadi tempat aku ingin kembali?

Karena disitu aku terakhir melihatmu secara langsung  dan benar kata kamu, entah kapan kita akan ketemu lagi.

Katamu perkenalan kita adalah akibat dari konspirasi.
Jadi kalau aku boleh meminta, aku ingin satu konspirasi lagi yang membuat kita bisa bertemu dan aku bisa melihatmu berdiri didepanku. Dan aku benar-benar gak akan peduli kalau kamu akan terus menggeleng-geleng kepala dengan tatapan, “kok lo bodoh bener sih?” Aku gak peduli kalaupun harus mendengar kamu ngomel-ngomel sambil menjelaskan jawaban dari pertanyaan remeh-temehku. Aku gak peduli walaupun kamu selalu meninggalkanku jalan dibelakang sendirian.
Aku cuman pingin ketemu kamu, di satu tempat di dunia ini.

Rende, 17 Maret 2013. 22.22 CET

Leiden

Leiden

8 thoughts on “22:22 CET

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *