How would you portray yourself in 5 years?

Pondok Gede, 14 Desember 2014

These questions hit me when I was struggling to dry the laundry at the balcony;
What have I done with my life?
Do I have a definite plan for my future?
And how would I portray myself in 5 years?

How, Nyanya?

I was just squeezing the wet clothes then answered shockingly to myself, “I don’t know.”

Saya bukannya gak punya sama sekali bayangan apa yang saya mau terjadi di kehidupan saya di 5 tahun mendatang. Secara garis besar saya sudah berkeluarga, menjadi istri yang baik dari suami yang baik dan menjadi ibu yang baik dari anak (-anak) yang baik. I’m going to have the finest family. Bahkan dari bayangan saya yang paling liar saya bisa melihat saya sekeluarga yang sedang piknik kecil-kecilan di taman di Eropa. Iya, saya memang belum move on dari Eropa hahaha. But being a wife and a mother in Europe for 2-3 years with fun housework list to do, do grocery things with kids walking with me, doing run & catch with them while breathing fresh air, and busy trying to cook Indonesian foods for the husband and kids, are the deepest wishes I want to accomplish.

Tapi selebihnya saya belum punya bayangan apa yang akan saya sudah capai di bertahun-tahun mendatang tersebut. Continue reading

Jatuh Cinta

Pondok Gede, 8 Desember 2014

Kadang ada masanya ketika saya merasa semua yang saya lakukan salah, semua hal disekitar saya bahkan berkomplot untuk ikut menyudutkan saya ke sisi paling gelap, dan akhirnya saya merasa sendiri.

Tapi terkadang dari kesendirian tersebut saya menemukan banyak hal yang membuat saya tersenyum dan jatuh cinta.

Seperti sepasang suami istri yang menepi di jalan raya didepan Menara Jamsostek untuk menggunakan jas hujan. Sang suami membantu sang istri menyeletingkan jaket hujan dengan perlahan dan sang istri melihat sekitar dengan santainya seperti hal tersebut memang sudah sering dilakukan suaminya.

Atau seperti ketika saya melihat adik saya, Nikmal, sibuk bolak-balik mengangkat pot dari toko ke dalam rumah. Saya yang seharusnya bertugas membawakan pot tersebut dari teras ke ruang keluarga hanya bingung melihat adik saya bergerak sendiri sampai dia bilang, “kasian Kakak kalo yang bawain, berat soalnya.” Continue reading

Belanja Online, Berani?

Pondok Gede, 7 Desember 2014

Saya punya hobi baru yang cukup mengancam isi dompet saya: belanja online.

Jadi, dulu saya sangat waspada dengan cara belanja digital tersebut karena takut ditipulah, atau barang gak sesuai keinginanlah, dan lainnya. Saya masih ingat, pertama kali saya berani coba belanja via online adalah belanja buku di tahun 2010. Dan setelah itu saya cuma berani beli buku di toko online tersebut.

Tapi sejak 4 bulan yang lalu, entah kenapa saya mulai iseng ngeliat-liat situs belanja lagi, tapi kali ini saya gak cuma untuk beli buku. Pertama kali saya tekan tombol ‘purchase’ saat itu rasanya deg-degan gimanaaa gitu. Diiringi bismillah dan sedikit was-was nunggu barang datang, yeey akhirnya 3 hari kemudian jam tangan dan purse saya datang. Dan alhamdulillahnya semuanya dalam keadaan selamat sentausa.

Nah sejak itulah saya mulai hobi belanja online dan jadi rada males belanja non online. Sampai pernah dalam waktu 2 minggu, nyaris setiap 2 hari sekali ada paket yang datang ke kantor hasil belanja saya hahaha. Sampai-sampai Pak Jadin yang biasanya nganterin paket ke ruangan saya ikutan kepo, “Mbak Isyana beli apa lagi?” Tanya Pak Jadin sambil nungguin saya buka paket, “kok kecil bentuknya?”

Saya dan temen-temen seruangan saya ketawa ngeliat ekspresi keponya Pak Jadin, “ini lipstik, Pak. Hahaha.”

Temen-temen saya itu juga jadi ikut ngomentarin hobi saya.
Mawar: ni si Nyanya ya, kalo jodoh bisa dibeli online, gw jamin dia beli online.
Melati: iya, mana ada kolom filternya pula. Ntar tinggal dipilih deh yang sesuai tipenya dia.
Saya: ….. Continue reading

Kisah PPR (Para Pencari Rumah)

Pondok Gede, 23 November 2014

Juni 2014

Matahari bersinar dengan terik, AC taksi berhembus sepoi-sepoi, dan bapak taksi menatap jalanan dengan tajam. Mama nengok ke arah saya dan ngomong dengan muka serius, “Nyanya kan sekarang udah kerja…”

Saya: *dalem hati* wah, pasti mau ngomong tentang nikah-nikahan
Mama: …dan penghasilannya udah tetap.
Saya: *masih dalem hati* .. wah jangan-jangan disuruh ngelamar anak orang nih.
Mama: …udah saatnya beli rumah.

Eh?

Jadi udah sebulan terakhir Nikmal (adek saya) sibuk keliling Jabodetabek bareng Mama tiap weekend buat cari rumah. Sayanya mah sibuk tidur sambil nonton atau main sama temen. Sungguh weekend yang sangat indah. Dan Mama bilang kalau harga rumah itu akan selalu naik, biasanya sekitar Rp100 juta pertahun. Jadi mumpung sekarang belum terlalu banyak pengeluaran ya mbok disisihin aja duitnya buat beli rumah. Saya awalnya ngerasa bagaimanaaa gitu, ya suami ajalah yang beli rumah moso’ saya (maaf ya suami masa depan *sungkem*). Lalu habislah saya diceramahin sama Mama yang intinya lebih baik udah ada pegangan daripada nanti harga rumah makin melambung dan gak affordable. Seenggaknya walaupun nanti rumahnya gak ditempatin kan ya bisa investasi.

Balik lagi ke November 2014 Continue reading

Eurotrip Lagi (5): Nyasar di Copenhagen

Hostel Sleep in Heaven. 26 September 2013

Tadi siang setelah saya dan Kiki cuci muka, solat, dan ngisi minum di keran WC (harus banget ini diinfoin), akhirnya kita jalan-jalan keliling Copenhagen, dengan list tujuan:

  1. Alun-alun kota (Strøget)
  2. Menemukan si Little Mermaid (Den lille havfrue) yang juga icon Copenhagen
  3. Ngeliat salah satu kapal terbesar di dunia, Majestic Maersk
  4. Nyhavn

Begitu keluar dari Hostel, saya dan Kiki langsung bingung karena lupa kemana arah ke jalan raya. Eaa. Beginilah kalau 2 orang tukang nyasar jalan bareng. Setelah si Kiki jadi leader buat nemuin jalan raya dengan berbekal feeling, kita sukses malah nemuin taman bagus dan foto-foto sebentar disana. Begitu tanya ke salah satu Ibu, ternyata jalan raya tinggal 5 kali lemparan batu dari sana.

Taman dekat hostel

Taman dekat hostel

Muncul di jalan raya, kita bingung lagi. Ini kumaha carana nyampe ke alun-alun kota, nyak? Kita kayaknya kurang persiapan karena sebelumnya gak browsing nomor bus menuju sana. Akhirnya setelah kembali bertanya-tanya, satu Mbak memberikan nomor bus menuju sana. Dan kita pun akhirnya terselamatkan sampai di bus.

Nah, di bus kita bingung lagi, “Ki, kita turun dimana?” yang dijawab Kiki dengan ketawa, “kemanapun angin membawa kita lah, Nya.”

Hahahaha. Memanglah kita ini.

Akhirnya begitu ngeliat bangunan besar dan cantik, kita langsung pencet bel stop bus dan turun. Well, we were totally lost. But, that’s the fun part of being on the trip with your best friend, right?

Saya dan Kiki dengan pedenya jalan masuk gang-gang sambil foto-foto sambil berharap kita akan segera nemuin alun-alun kota yang (pada akhirnya kita tau) ada di jalan Strøget.

Setelah dua kali tawaf ngelilingin blok yang sama, “Ki, kok kayaknya gw de ja vu yah. Ini gereja bukannya udah kita lewatin?” kita dengan kepercayaan diri yang sama, belok asal-asalan ke gang lain yang lebih ramai. Dan akhirnya nyaris 30 menit kemudian  sejak turun bus tadi, kita berada di jalan yang benar.

*salim ke mas-mas cakep terdekat*

Strøget

Strøget

masih Strøget

masih Strøget

Strøget adalah salah satu pedestrian terpajang di Eropa yang dikelilingi dengan banyak toko, mulai dari toko yang menjual brand mahal sampai yang lumayan murah. Panjangnya 1,2 km yang meng-cover jalan Frederiksberggade, Nygade, Vimmelskaftet, sampai Østergade, dan juga terbentang dari City Hall Square ke Kongens Nytorv. Intinya mah ini jalanannya luas banget dan ramai. Sayangnya di beberapa tempat sedang ada perbaikan, mulai dari perbaikan toko sampai perluasan subway, jadi sedikit kotor.

Karena kita sampai sana sudah sekitar jam 3 sore, saya dan Kiki mulai cari makan siang. Awalnya kita mau masuk M*d, tapi begitu ngeliat paketan harganya yang hampur 8 euro (iya, kita mengconvert semua harga Danish Krone ke Euro) kita langsung cari tempat makan lain yang kemudian jatuh ke.. jreng jreng.. Sub*ay. Sama-sama fast food haha, tapi harganya murah. Lumayan banget saya bisa beli sandwich dengan isi potongan ikan dan sayuran cuma dengan 3 Euro.

Setelah puas makan dan keliling Strøget, kita mulai masuk ke subway buat menuju tempat si Little Mermaid yang ada di Langelinie, pelabuhan Copenhagen Promenade. Dari Strøget kita harus naik kereta ke stasiun Osterport. Awalnya kita kira dari stasiun situ ke pelabuhan deket gitu, ternyata jauh Kakaa.

Begitu turun dari stasiun, kita ngikutin gerombolan orang karena kita mikirnya toh mereka pasti mau nonton si Mermaid juga. Karena jalan sambil ngobrol, saya gak sengaja nginjek garis jalur sepeda SEDIKIT. Sedetik kemudian ada yang seakan-akan ngedorong bahu saya kenceng banget sampe saya masuk lagi kedalam jalur pedestrian, lalu didepan saya muncul polisi wanita bersepeda yang teriak, “watch the line!”

Ebuset, kuat banget deh si Mbak Polisi. Sejak itu saya jadi tau karena Copenhagen adalah kota yang banyak pengemudi sepedanya dan mereka sukanya ngebut, maka ada aturan yang cukup keras mengenai jalur pedestrian, sepeda, dan mobil biar semuanya aman.

Eniwey, ternyata trik ngikutin gerombolan adalah hal yang salah, karena si gerombolan malah masuk ke dalam gedung apartemen haha. Saya dan Ki akhirnya kembali jalan mengikuti feeling dan nanya kesana-sini. Setelah ngelewatin pinggir semacam komplek apartemen dan ngelewatin jembatan, akhirnya keliatan pelabuhannya.

Kota seribu sepeda

Kota seribu sepeda

Menuju pelabuhan, banyak taman cantik dengan keluarga muda bawa anak yang kebanyakan terdiri dari pasutri muda dan anak bayi. Saya nengok ke Ki dan bilang, “aku pengen deh setaun atau dua taun gitu tinggal di negara yang punya taman asri begini. Biar bisa dorong-dorong stroller anak tanpa kena polusi udara.”

Kiki: maksudnya tinggal di Scandinavia, Nya? Haha.
Saya: Iya. Masih jatuh cinta sama Eropa. Gak tau kapan bisa move on-nya.
Kiki: Ki juga pengen..

Begitu kapal-kapal mulai terlihat jelas, kita numpang foto-foto sebentar di patung Angel yang dibawahnya ada pahatan orang-orang yang sedang bekerja. Ternyata patung itu adalah memorial untuk mengenang orang-orang yang meninggal ketika bekerja di kapal.

Karena patung tersebut terletak di bongkahan batu pahatan setinggi 3 meter, saya dan Kiki naik ke atas biar bisa ambil foto pelabuhan. Pas saya foto-foto, Ki tiba-tiba diem dan melongok ke bawah. Mendadak ada telapak tangan muncul menggapai-gapai. Saya dan Ki diem. Siapa coba yang iseng manjat batu 3 M? Sedetik kemudian si tangan diem dan Ki langsung megang tangan itu dan narik keatas. Sejurus kemudian munculah bocah bule dengan muka merah ngos-ngosan yang bilang terima kasih ke Ki sambil nyengir. Kiki sambil ketawa ngomong ke saya, “Nya, sumpah ya gw tadi deg-degan banget begitu ngeliat ada telapak tangan di deket kaki gw. Untung gak gw injek!”

Hahahaha.

Si Angel tampak samping agak bawah

Si Angel tampak samping agak bawah

Angel tampak belakang

Angel tampak belakang

Beberapa menit kemudian kita turun dan menuju pelabuhan buat nyari Little Mermaid. Di bayangan kita, si patung Mermaid itu besar dan cakep gimana gitu. Begitu ketemu, ternyata mungil, nyaris seukuran mbak-mbak yang duduk ngejogrok di batu-batu pinggir laut. Setelah cape ngantri, foto, dan nyolek-nyolek Mermaid, kita menuju kapal kargo terbesar di dunia yang ada dibelahan lain pelabuhan ini.

Mbak, Mbak nunggu siapa Mbak?

Mbak, Mbak nunggu siapa Mbak?

Kapal kargo terbesar di dunia

Kapal kargo terbesar di dunia

Kapal Majestic Maersk panjangnya 400 meter dengan luas 59 meter dan tinggi 73 meter. Begitu saya dan Kiki mendekat ke kapal, kita sampe ber-wow-wow saking takjubnya. Setelah itu kita akhirnya menju Nyhavn. Seperti biasa, perjalanan gak akan seru tanpa nyasar. Saya dan Ki kembali nanya kesana-sini kemana arah Nyhavn. Ada yang bilang lewatin pelabuhan aja, ada yang bilang naik bus aja, ada yang bilang lewat pinggir jalan aja. Karena menurut feeling lebih okean lewat pinggir jalan, kita menyusuri jalan sampai akhirnya nemu semacam benteng tua yang disekelilingnya ada parit cantik (parit loh bisa-bisanya cakep disini) dan jembatan kecil. Kita iseng masuk kedalam gerbang buat liat-liat sebentar dan ternyata ada tangga menuju semacam jalanan setapak menuju ilalang yang akhirnya menuju…pelabuhan. Lah iya, kita ngiter-ngiter doang ini namanya hahaha. Setengah lari, karena matahari mulai terbenam dan kita pengen sampe Nyhavn sebelum gelap buat foto, kita malah ketemu kastil tua yang cantik dan foto-foto disana. Sungguh ya..

"parit" cantik di depan benteng

“parit” cantik di depan benteng

Nemu benteng

Nemu benteng

Lalu nemu patung perjuangan

Lalu nemu patung perjuangan

Lalu nemu kastil

Lalu nemu kastil

Lanjut setengah lari sambil nanya-nanya, akhirnya kita sampai di Nyhavn. Yey. Ramai, tua, dan cantik. Saya suka sekali.

Nyhavn awalnya adalah pelabuhan komersial yang cukup sibuk karena banyak menampung kapal dari seluruh dunia. Rumah-rumah tua disekitarnya warna-warni dan masih ada beberapa kapal disana yang entah masih berfungsi atau nggak.

Malam pun akhirnya datang. Saya dan Ki memutuskan buat balik ke hostel tapi sambil mampir-mampir sebentar. Iseng kita jalan ke arah alun-alun kecil di belakang Nyhavn sambil nonton konser pemusik jalanan. Karena pegel banget, saya dan Ki akhirnya duduk di deket situ sambil ngelurusin kaki. Beberapa menit kemudian saya ngerasa kedinginan banget sampe harus ngedudukin telapak tangan biar hangat.

Ki: Nyanya kedinginan?
Saya: Ki, kayaknya suhunya drop deh. Kita pulang aja apa ya?

Saya dan Ki jalan buru-buru biar hangat karena ternyata begitu dicek di hostel suhu semalem drop ke 5 derajat. Begitu nyaris sampai halte bus, hujan turun deras. Eaaa. Saya dan Ki akhirnya masuk kedalam subway yang ternyata gabung sama semacam mall kecil. Sekitar 15 menit kemudian kita lari ke halte bus karena tinggal rintik-rintik. Sebelum balik ke hostel kita mampir ke supermarket buat belanja bahan makanan buat di bawa ke Goteborg. Ceritanya biar ngirit gitu. Ditambah kita disana bakal nginep di apartemen Tanti, jadi gak enak kalau ngerepotin, apalagi kita makannya banyak.

Setelah belanja pasta, beberapa bumbu, dan sosis kita pulang deh menuju hostel tercinta dan menemukan mas-mas yang sebelumnya main games di kamar masih ada diposisi yang sama. Saya dan Ki beberes, solat, dan pakai baju lengkap lagi termasuk bergok karena kita sekamar 12 orang dan campur cowo dan cewe. Tapi tempat tidurnya bunk bed, saya dibwah dan Ki diatas. Disamping kita orangnya belum ada dan kita berharap semoga siapapun itu orangnya baik, gak ngorok, gak bau badan, kerjaannya bagus, cakep, rajin solat, dan menyayangi kita dengan setulus hati.

God nat!

CIMG6562

Pelabuhan

Nyhavn

Nyhavn

Nyhavn

Nyhavn

Pelabuhan

Nyhavn

Cerita eurotrip episode sebelumnya:
Eurotrip Lagi (4): Domba Copenhagen
Eurotrip Lagi (3): Beramai-ramai di Jerman
Eurotrip Lagi (2): Dari Rende ke Hamburg
Eurotrip Lagi (1): Jalan-jalan Lagi dan Lagi

Jumat, 7 November 2014

Satu kalimat yang keluar dari mulut saya begitu sampai rumah hari ini adalah, “saya lelah..”
Lelah secara emosional tapinya bukan secara fisik, dan kali ini sama sekali gak berhubungan dengan pekerjaan.

I mentally and emotionally drained. And all I wanna do is going somewhere alone and meet new people.

Oke gak sendirian juga, akan lebih menyenangkan kalau ada temennya karena saya tipe orang yang suka ngobrol.

Jadi inget, dulu ketika saya sedang suntuk dan nyaris gila gara-gara tesis saya langsung buka website tiket pesawat untuk cari tiket penerbangan. Akhirnya saya pilih pergi ke Jerman karena disana ada sahabat-sahabat saya. Dan menyenangkan sekali rasanya biaa keluar dari segala rutinitas dan seru-seruan sama sahabat-sahabat jauh; begadang sampe jam 4 pagi gara-gara main kartu, masak-masak lalu ke taman buat main kartu, sampai ngeberantakin apartemen temen yang ada di kota sebelah buat…. ehem…main kartu.

Karena gak mau dibilang kita anak nakal karena main kartu mulu selama 3 hari penuh, kita kasih nama permainannya “kartu syariah” karena kita mainnya halal, tanpa taruhan dan judi.

Dan begitu saya balik lagi ke Rende, rasanya seneng banget karena suntuknya hilang. Tapi begitu buka email dan nemuin email dari dosen tesis, langsung down lagi haha.

Saya pernah juga jalan keliling Belanda karena alasan emotionally drained itu juga. Loncat aja naik turun kereta ke kota yang saya pingin. Jalan tanpa arah. Minta fotoin ke orang, dan berujung dikintilin mas-mas Arab. Buset.
Tapi lumayan sih jadi dapet temen ngobrol.

Mungkin yang saya butuhin sekarang adalah keluar dari rutinitas untuk sementara. Mungkin jalan-jalan kemana sendirian atau ke tempat temen saya entah siapa yang mau menampung saya dan mencerahkan hari-hari saya.
Well, I urgently need to do something to fix myself. Immediately.

A'Iwan & Pak Jadin

Bekasi yang panasnya nyaris ngalahin summer di Rende, 25 Oktober 2014

Saya bekerja di perusahaan makanan bayi yang lumayan banyak karyawannya dan banyak juga kantornya. Nah kebetulan saya kedapetan kantor yang di daerah Sudirman, Jakarta, bareng 32 orang lainnya. Dari 32 orang itu, ada yang bernama A’Iwan dan Pak Jadin yang bertugas membantu dan menjawab kebawelan kita semua.

Tentang A’Iwan
A’Iwan adalah pria berumur sekitar 30-an. Udah nikah, baik banget, hobinya nyanyi, ngoceh pake bahasa Sunda & bahasa ‘Inggris’, dan bertugas ngedatengin kita satu-satu setiap jam setengah 11 siang buat nyatet makan siang yang kita mau.

A’Iwan ini orangnya rame banget. Kadang ngeliat dia ngomong aja udah kayak lagi nonton Srimulat. Pernah waktu itu saya yang lagi ngerjain proposal iseng ngeliat keluar ruangan buat nyari inspirasi. Kebetulan si A’Iwan lagi diluar ruangan dan pas ngeliat saya. Yaudah liat-liatan lah kita. Beberapa detik kemudian si A’Iwan muncul di ruangan sambil nyanyi dan joged, “lirikan matamu menarik hati. Oh senyumanmu manis sekali. Sehingga membuat aku tergoda…”
Saya: buset deh si A’Iwan! Hahaha!
A’Iwan: Enyak (dia manggil saya Enyak) sih lirik-lirik aku.
Saya: itu aku lagi nyari inspirasi, A’. Geer deh.
A’Iwan: ah bilang saja kalau kamu terpukau dengankuuu… *lanjut joged lalu keluar ruangan sambil masih gerak-gerakin bahu*

Nah setiap hari dia muncul di meja setiap orang buat catet pesanan makanan. Saya yang seruangan sama Mbak Ran dan Dheris memang hobi pesen makanan karena tiap istirahat kita selalu nonton film bersama. Bersama dengan maksud kita bertiga sama-sama nonton tapi filmnya beda-beda dan di laptop sendiri-sendiri haha.

Gayanya si A’Iwan tiap memasuki ruangan biasanya ganti setiap hari. Kadang ala-ala guru TK, “assalammualaikum warahmatullahi wabarakatuh! Semua sehat anak-anak?”
Saya, Mbak Ran, Dheris: Sehat, Pak Guru!

Atau gaya meluncur: setengah lari dari luar ruangan, tiba-tiba langsung duduk di bangku kosong sambil senderan ngos-ngosan.

Atau pake bahasa ‘Inggris’, “hellow every one. Wacisu atyuca fatyuca?”
(Artinya: hai semua, bagaimana kabarnya?)
Penghuni ruangan: good good.
A’Iwan: eat eat. With ayam? Athau syambel?
Saya: menu yang lain A’.
A’Iwan: waaaatch? *sambil melotot*
Mbak Ran: what A’. Watch mah artinya jam.
A’Iwan: sorry. Ini pakai Inglish Singapur!

Hahahaha!

Atau kadang juga muncul di ruangan sambil ngoceh bahasa Sunda. Atau yang terakhir adalah muncul sambil nyanyi dangdut sambil angkat-angkat bahu dan muter-muter keliling ruangan joged.

Pas bulan Agustus kemarin kita sekantor pergi ke Bali. Kebetulan tempat duduk saya di pesawat sederet sama A’Iwan dan Pak Jadin untuk berangkat dan pulang. Begitu si A’Iwan tau kita tempat duduknya sebelahan, dia langsung nyamperin saya kesenengan. H-7 perjalanan dia heboh cerita gimana dia gak sabar berangkat ke Bali. H-4 saya bilang ke A’Iwan buat jangan pake kaca mata item di pesawat dan jangan pake koyo. H-3, A’Iwan mulai panik karena belum pernah naik pesawat. H-2, nanya-nanya ke saya tentang pesawat. H-1, dateng ke saya sambil megangin dada kirinya karena deg-degan.

Akhirnya datanglah hari H. Si Aa’ muncul di airport pake kemeja dan sweater. Ala-ala eksmud banget dah pokoknya. Sedangkan Pak Jadin pakai kemeja bunga-bunga dan jinjing tas laptop. Mungkin kalo ada orang yang liat, Pak Jadin bisa disangka pejabat lagi mau plesir tapi harus meeting sebentar disana.

Di pesawat Pak Jadin duduk paling deket jendela, ditengah si A’Iwan, baru saya. Begitu saya sampai tempat duduk, Pak Jadin lagi merem baca doa, lalu pakai seatbelt, dan merem tidur. Sedangkan si A’Iwan kebingungan. Pas seatbelt udah dipasang, A’Iwan sibuk becanda dengan saya dan temen-temen lain. Tapi begitu pesawat mulai gerak, dia langsung diem dan komat-kamit baca doa.
A’: Enyak, ini kita berangkat?
Saya: iya A’.
A’: kok pesawatnya gak terbang malah jalan?
Saya: ini lagi cari posisi bagus gitu buat terbang sekalian ke landasannya A’. Baru deh terbang. Ntar pesawatnya berhenti terus jalan ngebut baru deh terbang.
A’Iwan: *ngusap muka* oh gitu.

Beberapa menit kemudian si pesawat berhenti dan jalan ngebut. Si A’Iwan makin komat-kamit juga baca doa sambil merem. Begitu pesawat mulai miring, dia pegangan erat ke dudukan tangan sambil masih komat-kamit. Beberapa menit kemudian, “Enyak, ini kok pesawatnya gak lurus-lurus? Miring terus??”
Saya: masih menuju ketinggian terbangnya A’.
A’Iwan: *makin pucet* lama ya. Aku deg-degan.
Lalu si Aa’ meperin tangannya ke saya yang ternyata basah kuyup, Sodara-sodara, saking deg-degannya hahaha. Akhirnya buat ngedistrek si A’Iwan saya nyeritain macem-macem tentang pesawat: guna lampu ini itu, selebaran keselamatan, tempat pilot, sampai tentang wc.

Hasilnya si A’Iwan rada tenang, kecuali pas landing dia mulai keringet dingin lagi. Dan begitu selesai mendarat sampai beberapa minggu setelahnya dia pamer ke orang-orang kalau dia berani sekarang naik pesawat, “kita taun depan ke Singapur aja. Aku udah bisa sekarang naik pesawat, udah gak deg-degan lagi. Untung Enyak yang disamping aku. Sabar ngasih tau ini-itu. Ih, gak kebayang mah kalo orang lain yang duduk disamping aku. Ya Enyak ya..”

Jumat minggu lalu saya gak enak badan dan pagi-pagi saya ke dokter di gedung kantor. Ternyata saya waktu itu tekanan darahnya 80/50 sampai si dokter ngulang ngecek tensi 3 kali dan nanya, “kamu ngerasa mau pusing dan lemes gak?” Ternyata radang saya masih bengkak dan butuh makan-makanan yang asin buat ningkatin tensi. Si A’Iwan lah yang akhirnya beliin bubur. Pas ngasi bubur, dia bilang ke saya, “Enyak, aku tuh sayang sama Enyak. Jangan sakit atuh.”
Saya: Iya A’.
A’: Sayang yang kayak adek gitu, Enyak.
Saya: Iya A’.
A’Iwan: makanya dijaga kesehatannya.

Manis banget yah.

Tentang Pak Jadin
Beda sama A’Iwan yang rame, Pak Jadin ini pendiem, sunyi, sepi. Kalau ngomong aja setengah bisik-bisik. Kecuali kalau dia ketawa, volume suaranya langsung besar mendadak. Pak Jadin kayaknya udah 40an tahun, selalu shalat tepat waktu, dan puasa senin – kamis.

Tapi walaupun pendiem dan terlihat super cool, Pak Jadin adalah orang yang perhatian.

Balik lagi ke minggu lalu pas saya gak enak badan selama seminggu penuh, saya gak masuk kerja di hari Selasa karena demam dan baru masuk lagi hari Rabu. Siangnya saya minta tolong Pak Jadin yang kebetulan lagi masuk ke ruangan buat nganter dokumen untuk tuker gelas saya yang kotor karena obat.
Pak Jadin: Mbak Isyana kemarin gak masuk sakit?
Saya: *dengan suara antara ada dan tiada* iya Pak, panas dalam ni kayaknya. Pak, boleh tolong ambil gelas baru? Yang ini udah kotor.

Beberapa menit kemudian Pak Jadin muncul lagi sambil bawa gelas dan air hangat! Ya ampun so sweet banget.

Tapi karena Pak Jadin cool dan cuma bersuara kalau ketawa, cerita tentang dia rada terbatas.

Begitulah kisah pendek tentang Pak Jadin dan A’Iwan, dua OB kebanggaan dan kesayangan kantor makanan bayi. Semoga selalu sehat dan semakin bagus rejekinya ya, Bapak-bapak :)

Diambil dari FB Mbak Etyk tanpa persetujuan yang bersangkutan

Diambil dari FB Mbak Etyk tanpa persetujuan yang bersangkutan

Bersama A'Iwan di Bali

Bersama A’Iwan di Bali

Dijodohin

Pondok Gede (iya saya tinggal di Bekasi, yang katanya letaknya ada diantara Matahari dan Bumi), 19 Oktober 2014

Jumat minggu lalu saya reunian dengan teman saya yang udah gak ketemu 6 tahun. Sebut aja namanya T. Nah kita ketemuan ber-3; saya, Niken, dan T. Biasalah ya yang namanya reuni, kita update masing-masing kabar kita dan kabar temen-temen kita. Dan si T ketawa rada miris begitu ngabsen temen-temen dan saya jawab dengan datar, “..si A udah nikah itu. Oh B juga, anaknya malah hampir 2. Oh, kalau si C sih lagi hamil. D? Anaknya udah 2, dan udah gede-gede pula hahaha!”

T: Ini mereka nikahnya pada cepet-cepet ya?
Saya: Beberapa ada yang nikah pas sidang tapi yang lainnya normal sih. Maksudnya lulus dulu, kerja sebentar terus nikah deh.
T: bisa gak Nya gak menekankan kalau kita aja yang memang belum nikah?
Saya: That’s the fact, T hahahaha.

Lalu lanjutlah kita kita ngobrol-ngobrol dan T mulai promosiin sodaranya ke Niken. Btw T itu cowo yah. Niken cuma ketawa dan bilang, “ya boleh lah kalau kenalan-kenalan aja..” Dan setelah si T ngelakuin apa yang harus dilakuin sebagai Mak Comblang semi profesional, giliran saya yang kena, “Nya, kamu mau gak aku kenalin?”

Saya: Hahaha sama siapa deh?
T: temen gw nih ya udah mapan banget deh. VP (Vice President) bank syariah gitu, ganteng, sayang keluarga, udah Phd, dan sama kayak lo suka banget Eropa.

Bentar.. kok udah VP aja nih. Curiga..

Saya: umurnya berapa memang?
T: yaaaah, late 30 lah. Tapi masih approachable kok. Dia orangnya asik. Kamu kalo sama dia tinggal santai-santai aja jadi nyonya. Orang dia tajir banget dan sukes. Mau yah?

Oke, ngomongin tentang jodoh-jodohin, ini bukan pertama kalinya saya dijodohin. Mungkin udah kesekian kalinya. Pernah sama sahabat saya sendiri, pernah juga sama temennya Ayah, Mamanya sahabat, sampe pernah juga sama temen kantor. Gimana hasilnya?
Biasanya gagal. Karena saya kabur hahaha.
I’m not a fan of the matchmaker thingies soalnya.

Pernah dulu banget pas saya masih di Unpad si Ida ngenalin saya sama temen SMAnya dengan pertimbangan orang ini kerjaannya udah bagus dan memang baik. Oke, karena Ida sahabat saya dan kalau saya nolak saya bisa dilarang makan cemilan di kulkas kosannya dia, saya kenalan sama orang ini. Orangnya seru sih. Tapi ujung-ujungnya saya menghilang karena takut. Ya bagaimana, si orang ini udah mulai mengkode-kode untuk ngajak nikah tapi saya waktu itu masih semester 6. Atuh Mas, yang sabar. Dan memang kemudian tahun depannya dia nikah dan sekarang anaknya sudah besar.

Pernah juga saya dikenalin sama anaknya temennya temennya Ayah. Jadi saya disuruh dateng ke kantornya si Tante (temen Ayah) ini dengan modus diajak makan siang tapi ternyata disana ada cowo yang mau dikenalin.
Saya merasa dijebak, Kakaaa.
Dan setelah saya dan cowo ini ngobrol yang ternyata dia cukup seru, akhirnya sudah jam 1 siang waktunya balik ke kantor. Pas saya sedang rapi-rapiin barang bawaan, si Tante nanya, “kalian udah tukeran nomor telepon atau BBM?”

Saya dan si cowo geleng. Lalu si Tante langsung ceramah panjang lebar yang intinya demi menjaga silaturahmi sesama orang Aceh, haruslah dilancarkan komunikasinya. Apalagi kita kan angkatan muda, jangan sampe pemuda dan pemudi Aceh tidak saling mengenal. Habis si Tante selesai ceramah dan melototin kita berdua, saya langsung ngeluarin hape, si cowo langsung ngerogoh-rogoh tasnya yang saya asumsikan sedang cari hapenya. Beberapa detik kemudian si cowo malah ngeluarin dompetnya. Eh, kok dompet?
Dan sejurus kemudian dia ngeluarin kartu nama.
Eaaaa!
Ini kok jadi kayak habis meeting sama agency hahaha. Yaudah saya terima aja kartu namanya dan bilang ke dia kalau saya lagi gak bawa kartu nama.

Singkat cerita, setelah beberapa minggu, akhirnya saya kenalin si cowo ini dengan sahabat saya karena saya ngerasa mereka punya karakter yang sama. Hahaha. Dan mereka akhirnya jadi deket walaupun sekarang gantung juga ujungya.

Nah, selain dijodohin, saya beberapa kali juga jadi Mak Comblang. Ada yang akhirnya jadi tapi cuma 3 bulan. Ada juga yang jadi 6 tahun eh putus *lirik Niken*

Balik lagi ke temen saya si T yang 2 hari yang lalu ngechat saya buat promoin kembali temennya yang VP itu, “Nya, kita ketemuan yah Sabtu depan sama si VP ini? Oke loh.. kurang apa lagi coba udah VP gitu.”

Yang kemudian saya jawab, “hahaha. Gw gak apa-apa loh gak sama cowo yang sekarang posisinya udah VP, T. Kalo dia belum nikah sama gw aja udah jadi VP, gw gak ada kontribusinya dong buat hidupnya dia. Kan gw maunya dia jadi VP atau apapun itu karena gw support sebagai istri gitu.”

T: hahaha. Masya Allah sekali ya Nyanya ini. Jadi mau gak?
Saya: gak deh, T. Hehe. Makasih ya.

Intinya yah saya sampe sekarang masih lebih mending jadi Mak Comblang dibanding jadi target yang dijodohin. Lagian rate kegagalan saya dicomblangin itu kayak 9:1. 9-nya saya kabur, 1-nya berakhir dengan tragis. Hahaha. Untuk sekarang kayaknya lebih baik hati saya saja yang memilih (ceilah), Allah yang memutuskan :)

Hidup Bekasi!

Source: tumblr.com

Source: tumblr.com

Source: tumblr.com

Source: tumblr.com

Apa Kabar? Gendut ya Sekarang

Pondok Gede, 3 Oktober 2014

Satu hal yang bisa saya pelajari dari orang-orang Italia adalah kebiasaan mereka untuk memuji orang. Bahkan ketika orang itu lagi dalam kondisi naas yang – kalau dalam keadaan mata normal- gak bisa dipuji.

Sekitar 3 tahun yang lalu ketika saya baru mulai kuliah disana, saya cukup bingung dengan kebiasaan temen-temen Itali saya menanyakan kabar. Yang gak cuma pas kita ketemu tapi juga pas kita baru aja ketemu ‘lagi’ setelah kepisah 2 jam.

Temen: Isyana, come stai? Bene? (Isyana, apa kabar? Baik?)
Saya: sto bene, grazie (baik, makasih)

Dan di awal-awal itu saya nganggep itu sekedar basa-basi. Tapi ternyata beberapa temen saya menganggap sapaan tanya kabar adalah hal serius. Kalau saya jawab “baik-baik saja” memang gak akan ada masalah. Tapi kalau saya keceplosan jawab “cosi-cosi (biasa aja)”, mereka bakal khawatir. Raut muka mereka akan berubah dan langsung mencecar saya dengan pertanyaan “kenapa?” “Isyana kok kamu gak seneng?” Dan lainnya. Mereka baru akan berhenti kalau saya bilang saya senang.

Ya ampun.

Nah biasanya setelah ritual sapa-sapaan apa kabar, temen-temen Italia saya akan memuji saya, mengenai apapun. Kalo saya bajunya lagi bagus pasti dibilang, “che bella!” (Cantiknya!)

Ih atuh padahal aku mah gak secantik itu juga. *lanjut tebelin gincu*

Tapi ada kalanya saya ke kampus dengan gaya paling jelek sedunia: gak mandi, jilbab lupa disetrika, jerawatan ,mata berkantong karna malemnya begadang nonton film (bukan.. bukan karna belajar). Intinya mah ya jelek mutlak. Untung saya selalu wangi. Disaat-saat itulah saya gak mengharap akan dibilang cantik atau dipuji sama temen-temen. Ditanya apa kabar dan mereka gak pingsan ngeliat saya aja udah syukur. Tapi begitu sampai kampus, mereka seperti biasa cipika-cipiki saya, tanya kabar, dan muji saya. Memang saya gak dibilang bella tapi kali itu jam tangan saya yang kena puji, “jam kamu bagus deh warnanya pink. Beli disini atau di indonesia? Aku suka pink soalnya.” Dan mereka memuji saya dengan tampang yang bener-bener tulus.

Begitu juga ketika di lain waktu saya tampil astaghfirullah lagi, mereka memuji tas saya, atau sepatu,  bahkan casing handphone saya.

Apa saya senang dipuji?

Seneng banget. Siapa sih yang gak suka dibuat seneng oleh orang lain.

Saya jadi inget beberapa, eh banyak, temen saya (Indonesia) yang juga suka menyapa tapi sayangnya ice breakingnya gak tepat. Misalkan udah lama gak ngobrol, eh di kalimat pembukanya udah, “ya ampun Nyanya sombong amat mentang-mentang di Italia udah gak inget gw. Gendut ya sekarang.”

Ihik. Salah akoh apaaah?

Biasanya kalau lagi dalam keadaan sabar dan hati sedang gembira, si temen bakal saya tanggapin dengan, “haha. Lo kali sombong. Alhamdulillah sehat gw disini.”

Tapi jangan coba-coba kalau saya lagi keluar sewotnya. Pernah waktu itu tanpa angin tanpa hujan, temen lama saya nyapa di Line. Kita ceritanya jarang banget sapa-sapaan.

Temen: Nya, apa kabar? Gw ngeliat album foto lo tadi. Ih lo item banget sekarang, padahal dulu putih kayak tembok.
Saya: alhamdulillah gw baik. Iya euy iteman, lagi summer soalnya. Tapi gak apa-apa, gw kan kalo item bisa balik putih lagi. Kalo lo mah udah mentok ya itemnya gak bisa diapa-apain lagi.
Temen: Nya, lo jahat.

HIH. BODO.

Makanya kalau nyapa temen itu yang baik. Niat awalnya kan udah baik: menyambung silaturahmi. Kenapa juga harus dijelekin amalannya dengan ngata-ngatain temen sendiri.

Btw, temen saya tadi itu cowo.

Saya masih inget banget sekitar 1,5 tahun lalu saya punya geng ngaji. Okeh, geng kayaknya terlalu gaul. Kita sebut saja grup ngaji, yang anggotanya adalah saya dan temen-temen di Jerman. Jadi setiap malem jumat kita kumpul di skype lalu ngaji masing-masing beberapa ayat sampai akhirnya tamat 1 juz. Setelah ngaji dan membahas Al Qur’an, baru kita lanjut ngobrol dan becanda sampe tengah malem. Karena saya satu-satunya yang di Italia, banyak temen Jerman yang saya cuma kenal via Skype tapi belum ketemu secara langsung tapi anehnya kita langsung nyambung ngobrolnya, bahkan ada 1 temen yang baru kenal beberapa minggu langsung ngatain pipi saya yang kharismatik ini.

Karena saya memang gak pernah kesel kalau dikatain pipi, saya bales aja ngatain dia sambil kita ketawa-tawa. Besok paginya ketika saya buka FB, ada message dari temen itu. Intinya dia minta maaf karna udah ngatain pipi saya. Dia takut saya marah karena biasanya fisik adalah hal sensitif bagi perempuan, tapi gak bagi laki-laki. Yang kesimpulannya adalah dia lupa kalau saya perempuan dan merasa menyesal.

*brb cek jadwal operasi plastik di thailand*

Waah, baru pertama kali loh ada yang minta maaf ngatain pipi saya. Biasanya mah masa bodo dan malah ngata-ngatain fisik lainnya.

Normalnya, saya adalah orang yang gampang dibully dan diketawain. Dan secara alami temen-temen saya hobi ngerjain saya. Saya udah biasa banget dikatain oneng, terlalu polos, pipinya meletus, dan lainnya. Dan saya terima dengan lapang dada (setelah nangis dibawah air terjun 7 hari 7 malem) kata-kataan mereka itu. Karena yasudahlah saya memang gampang percayaan dan template pipi saya memang begini adanya; berlebih.

Tapi kalau dikatain gemuk lah, kalau jalan buat lantai bergetar lah, keberatan beban lah, saya gak suka banget. Karena pertama, berat badan saya masih dalam status normal berdasarkan BMI (bukan BMG, itu mah gempa). Kedua, saya ngerasa sehat-sehat aja alhamdulillah sampai sekarang dan belum pernah ngebuat jalanan bolong atau matahin kursi karena beban badan saya. Dan ketiga, saya gak suka ngata-ngatain fisik orang, jadi tolong jangan main fisik juga ke saya kalau gak mau ngibarin bendera perang dengan saya.

Sejak di Itali itulah saya jadi belajar buat muji orang. Dan gak perlu ketika orang itu lagi cakep baru dipuji, tapi random aja. Kalau saya ngeliat tasnya bagus ya saya puji, jilbabnya oke saya puji, lipstiknya bagus saya bilang juga. Toh mereka seneng dengernya, dan akhirnya saya juga seneng deh.

Selain itu saya juga semakin gak mau ngatain fisik orang. Karena selain bisa buat orang lain sakit hati, (mungkin jadi) minder, fisik kan ciptaan Allah masa’ mau dikata-katain.

Okay, may you have a fabulous weekend, folks. And please consider your words before you spit them out :)

source: pinterest

20-nya Saya

Pondok Gede, 20 September 2014

4 hari yang lalu Mira, sahabat saya di Jerman yang lagi galau gundah gulana nestapa bala-bala (lalu dijitak Mira) bilang kalo dia kena tag mainan “20 things about me”. Itu loh yang kita harus ceritain 20 hal tentang kita sendiri lalu kita bisa tag korban selanjutnya. Pas Mira bilang itu, saya langsung mikir, “pasti saya kena tag nih.” Eh bener.

*lempar ulekan ke Mira*

Tentang saya ya..
Lalu mendadak amnesia.

1. Saya gagal masuk Fakultas Kedokteran. 2 kali. Kasian. Tapi secara ajaib lulus SPMB Fikom Unpad padahal saya anak IPA dan cuma baca-baca bahan IPS H-1 SPMB hahaha.
2. Suka banget sama bayi dan bayi juga rata-rata suka sama saya. Mungkin karena mereka ngeliat pipi saya sama besarnya sama pipi mereka kali ya. Oiya Mama pernah nyaranin saya untuk ngebuat tempat penitipan anak atau semacam pre-school aja kalau memang suka deket-deket sama bayi. Dan kayaknya bakal saya lakuin kalau modalnya udah ada.
3. Saya jatuh cinta sama Eropa sejak masih TK.
4. Saya naksir berat sama Norwegia dan pingin banget banget tinggal disana 2 tahunan sambil besarin anak. Ini gara-gara pas ke Denmark dan Swedia saya sering banget ketemu keluarga muda dorong-dorong stroller di taman.
5. Hal yang paling cantik yang pernah saya lihat adalah salju yang lagi turun dan bukit-bukit antara Italia – Swiss.
6. Saya suka pink. Yaudahlah ya, girly di penampilan, tapi berarakan di kelakuan.
7. Hari Minggu yang paling ideal adalah dimana seharian saya bisa mesra-mesraan dengan kasur: nonton di kasur, baca di kasur, dan tidur siang 4 jam.
8. Cengeng kalau nonton film tentang keluarga dan lemot kalau nonton film cinta-cintaan.
9. Saya tau nyaris semua jadwalnya Niken dan semua temen-temen kantornya berikut bos-bosnya Niken di Google. Hubungan persahabatan kita memang sungguh erat adanya.
10. Bawa handphone ke toilet.
11. Sahabat-sahabat saya adalah keluarga kedua bagi saya :)
12. Pingin ngajak Mama dan Ayah ke Turki biar wisata agama gitu ceritanya.Tapi sayangnya Ayah maunya ke Perancis buat ngeliat Eiffel.
13. Gak bisa minum kopi beneran (yang bukan starbak), pasti langsung mual dan sakit perut seharian.
14. Ingatan saya super bagus untuk inget kejadian, tapi sayangnya bukan untuk inget pelajaran. Saya bisa inget kapan saya pertama kali ketemu sama si A / B / C, pakai baju apa, bulan apa, kita ngobrol apa, walaupun kejadiannya itu 8 tahun yang lalu.
15. Saya masih pingin jadi dokter anak.
16. Saya gampang di bully dan orang-orang selalu dengan ikhlas ngerjain saya.
17. Kalau kata orang-orang masa-masa kuliah adalah masa yang paling gak enak, bagi saya masa kuliah (di Nangor atau di Rende) adalah salah ‘dua’ hal terbaik yang pernah terjadi di hidup saya. Minus jaman-jaman ngerjain skripsi dan tesis tapinya.
18. Makanan favorit: mie aceh. Minuman favorit: susu coklat
19. Mulai nulis dari kelas 4 SD gara-gara dapet diary dari Nikmal (adek)
20. Sebenernya saya gak suka chatting, pegel soalnya ngetik di hape. Jadi kalau saya kuat chatting lama itu berarti saya seneng ngobrol sama orang-orang ‘terpilih’ itu.

Oke, udah ya 20 halnya. Selanjutnya mau saya tag ke Ade, Niken, Ai, dan Kiki 😀

CIMG6944