Eurotrip Lagi (6): Antara Denmark dan Swedia

27 September 2013

Bus terminal Ingerslevsgade, Copenhagen, Denmark (14:35 CEST)

Jadi setelah terancam nyasar dan nyaris gak menemukan terminal bayangan bus Swebus, akhirnya saya dan Ki sekarang otw ke Swedia! Lalalala yeyeye.

Ki lagi streaming video Beyonce disamping saya dengan antengnya, sedangkan saya yang hapenya kasian amat udah butut dan casannya meledug pas di Bandara Pisa beberapa hari yang lalu cuma bisa numpang nonton di hape Ki dan nulis ini.

Eniwey, balik lagi ke tadi pagi di hostel. Saya dan Ki bangun jam 6 pagi. Setelah menunaikan solat Subuh agar perjalanannya lebih sakinah mawaddah warahmah, kita berusaha se-gak berisik mungkin beberes tas dan ngelipet seprei dan selimut. Jadi enaknya nginep di hostel backpacker tuh banyak. Ya kayak begini, kita disuruh mandiri. Mau tidur pakai seprei ya pasang sendiri seprei dan bed covernya. Nanti begitu mau check out, diberesin lagi dan dibalikin ke resepsionis. Dan juga biasanya sesama backpacker saling menghargai privacy orang. Kayak semalem, sebelum saya tidur cuma ada 5 orang di kamar yang harusnya berisi 12 orang. Tapi begitu tengah malem, saya kebangun karena ada orang bisik-bisik dan jalan jinjit, yang ternyata temen-temen sekamar kita baru dateng. Karena gak pingin kita kebangun, mereka masuk kamarnya pelan-pelan.

Continue reading

Eurotrip Lagi (5): Nyasar di Copenhagen

Hostel Sleep in Heaven. 26 September 2013

Tadi siang setelah saya dan Kiki cuci muka, solat, dan ngisi minum di keran WC (harus banget ini diinfoin), akhirnya kita jalan-jalan keliling Copenhagen, dengan list tujuan:

  1. Alun-alun kota (Strøget)
  2. Menemukan si Little Mermaid (Den lille havfrue) yang juga icon Copenhagen
  3. Ngeliat salah satu kapal terbesar di dunia, Majestic Maersk
  4. Nyhavn

Begitu keluar dari Hostel, saya dan Kiki langsung bingung karena lupa kemana arah ke jalan raya. Eaa. Beginilah kalau 2 orang tukang nyasar jalan bareng. Setelah si Kiki jadi leader buat nemuin jalan raya dengan berbekal feeling, kita sukses malah nemuin taman bagus dan foto-foto sebentar disana. Begitu tanya ke salah satu Ibu, ternyata jalan raya tinggal 5 kali lemparan batu dari sana.

Taman dekat hostel

Taman dekat hostel

Muncul di jalan raya, kita bingung lagi. Ini kumaha carana nyampe ke alun-alun kota, nyak? Kita kayaknya kurang persiapan karena sebelumnya gak browsing nomor bus menuju sana. Akhirnya setelah kembali bertanya-tanya, satu Mbak memberikan nomor bus menuju sana. Dan kita pun akhirnya terselamatkan sampai di bus.

Nah, di bus kita bingung lagi, “Ki, kita turun dimana?” yang dijawab Kiki dengan ketawa, “kemanapun angin membawa kita lah, Nya.”

Hahahaha. Memanglah kita ini.

Akhirnya begitu ngeliat bangunan besar dan cantik, kita langsung pencet bel stop bus dan turun. Well, we were totally lost. But, that’s the fun part of being on the trip with your best friend, right?

Saya dan Kiki dengan pedenya jalan masuk gang-gang sambil foto-foto sambil berharap kita akan segera nemuin alun-alun kota yang (pada akhirnya kita tau) ada di jalan Strøget.

Setelah dua kali tawaf ngelilingin blok yang sama, “Ki, kok kayaknya gw de ja vu yah. Ini gereja bukannya udah kita lewatin?” kita dengan kepercayaan diri yang sama, belok asal-asalan ke gang lain yang lebih ramai. Dan akhirnya nyaris 30 menit kemudian  sejak turun bus tadi, kita berada di jalan yang benar.

*salim ke mas-mas cakep terdekat*

Strøget

Strøget

masih Strøget

masih Strøget

Strøget adalah salah satu pedestrian terpajang di Eropa yang dikelilingi dengan banyak toko, mulai dari toko yang menjual brand mahal sampai yang lumayan murah. Panjangnya 1,2 km yang meng-cover jalan Frederiksberggade, Nygade, Vimmelskaftet, sampai Østergade, dan juga terbentang dari City Hall Square ke Kongens Nytorv. Intinya mah ini jalanannya luas banget dan ramai. Sayangnya di beberapa tempat sedang ada perbaikan, mulai dari perbaikan toko sampai perluasan subway, jadi sedikit kotor.

Karena kita sampai sana sudah sekitar jam 3 sore, saya dan Kiki mulai cari makan siang. Awalnya kita mau masuk M*d, tapi begitu ngeliat paketan harganya yang hampur 8 euro (iya, kita mengconvert semua harga Danish Krone ke Euro) kita langsung cari tempat makan lain yang kemudian jatuh ke.. jreng jreng.. Sub*ay. Sama-sama fast food haha, tapi harganya murah. Lumayan banget saya bisa beli sandwich dengan isi potongan ikan dan sayuran cuma dengan 3 Euro.

Setelah puas makan dan keliling Strøget, kita mulai masuk ke subway buat menuju tempat si Little Mermaid yang ada di Langelinie, pelabuhan Copenhagen Promenade. Dari Strøget kita harus naik kereta ke stasiun Osterport. Awalnya kita kira dari stasiun situ ke pelabuhan deket gitu, ternyata jauh Kakaa.

Begitu turun dari stasiun, kita ngikutin gerombolan orang karena kita mikirnya toh mereka pasti mau nonton si Mermaid juga. Karena jalan sambil ngobrol, saya gak sengaja nginjek garis jalur sepeda SEDIKIT. Sedetik kemudian ada yang seakan-akan ngedorong bahu saya kenceng banget sampe saya masuk lagi kedalam jalur pedestrian, lalu didepan saya muncul polisi wanita bersepeda yang teriak, “watch the line!”

Ebuset, kuat banget deh si Mbak Polisi. Sejak itu saya jadi tau karena Copenhagen adalah kota yang banyak pengemudi sepedanya dan mereka sukanya ngebut, maka ada aturan yang cukup keras mengenai jalur pedestrian, sepeda, dan mobil biar semuanya aman.

Eniwey, ternyata trik ngikutin gerombolan adalah hal yang salah, karena si gerombolan malah masuk ke dalam gedung apartemen haha. Saya dan Ki akhirnya kembali jalan mengikuti feeling dan nanya kesana-sini. Setelah ngelewatin pinggir semacam komplek apartemen dan ngelewatin jembatan, akhirnya keliatan pelabuhannya.

Kota seribu sepeda

Kota seribu sepeda

Menuju pelabuhan, banyak taman cantik dengan keluarga muda bawa anak yang kebanyakan terdiri dari pasutri muda dan anak bayi. Saya nengok ke Ki dan bilang, “aku pengen deh setaun atau dua taun gitu tinggal di negara yang punya taman asri begini. Biar bisa dorong-dorong stroller anak tanpa kena polusi udara.”

Kiki: maksudnya tinggal di Scandinavia, Nya? Haha.
Saya: Iya. Masih jatuh cinta sama Eropa. Gak tau kapan bisa move on-nya.
Kiki: Ki juga pengen..

Begitu kapal-kapal mulai terlihat jelas, kita numpang foto-foto sebentar di patung Angel yang dibawahnya ada pahatan orang-orang yang sedang bekerja. Ternyata patung itu adalah memorial untuk mengenang orang-orang yang meninggal ketika bekerja di kapal.

Karena patung tersebut terletak di bongkahan batu pahatan setinggi 3 meter, saya dan Kiki naik ke atas biar bisa ambil foto pelabuhan. Pas saya foto-foto, Ki tiba-tiba diem dan melongok ke bawah. Mendadak ada telapak tangan muncul menggapai-gapai. Saya dan Ki diem. Siapa coba yang iseng manjat batu 3 M? Sedetik kemudian si tangan diem dan Ki langsung megang tangan itu dan narik keatas. Sejurus kemudian munculah bocah bule dengan muka merah ngos-ngosan yang bilang terima kasih ke Ki sambil nyengir. Kiki sambil ketawa ngomong ke saya, “Nya, sumpah ya gw tadi deg-degan banget begitu ngeliat ada telapak tangan di deket kaki gw. Untung gak gw injek!”

Hahahaha.

Si Angel tampak samping agak bawah

Si Angel tampak samping agak bawah

Angel tampak belakang

Angel tampak belakang

Beberapa menit kemudian kita turun dan menuju pelabuhan buat nyari Little Mermaid. Di bayangan kita, si patung Mermaid itu besar dan cakep gimana gitu. Begitu ketemu, ternyata mungil, nyaris seukuran mbak-mbak yang duduk ngejogrok di batu-batu pinggir laut. Setelah cape ngantri, foto, dan nyolek-nyolek Mermaid, kita menuju kapal kargo terbesar di dunia yang ada dibelahan lain pelabuhan ini.

Mbak, Mbak nunggu siapa Mbak?

Mbak, Mbak nunggu siapa Mbak?

Kapal kargo terbesar di dunia

Kapal kargo terbesar di dunia

Kapal Majestic Maersk panjangnya 400 meter dengan luas 59 meter dan tinggi 73 meter. Begitu saya dan Kiki mendekat ke kapal, kita sampe ber-wow-wow saking takjubnya. Setelah itu kita akhirnya menju Nyhavn. Seperti biasa, perjalanan gak akan seru tanpa nyasar. Saya dan Ki kembali nanya kesana-sini kemana arah Nyhavn. Ada yang bilang lewatin pelabuhan aja, ada yang bilang naik bus aja, ada yang bilang lewat pinggir jalan aja. Karena menurut feeling lebih okean lewat pinggir jalan, kita menyusuri jalan sampai akhirnya nemu semacam benteng tua yang disekelilingnya ada parit cantik (parit loh bisa-bisanya cakep disini) dan jembatan kecil. Kita iseng masuk kedalam gerbang buat liat-liat sebentar dan ternyata ada tangga menuju semacam jalanan setapak menuju ilalang yang akhirnya menuju…pelabuhan. Lah iya, kita ngiter-ngiter doang ini namanya hahaha. Setengah lari, karena matahari mulai terbenam dan kita pengen sampe Nyhavn sebelum gelap buat foto, kita malah ketemu kastil tua yang cantik dan foto-foto disana. Sungguh ya..

"parit" cantik di depan benteng

“parit” cantik di depan benteng

Nemu benteng

Nemu benteng

Lalu nemu patung perjuangan

Lalu nemu patung perjuangan

Lalu nemu kastil

Lalu nemu kastil

Lanjut setengah lari sambil nanya-nanya, akhirnya kita sampai di Nyhavn. Yey. Ramai, tua, dan cantik. Saya suka sekali.

Nyhavn awalnya adalah pelabuhan komersial yang cukup sibuk karena banyak menampung kapal dari seluruh dunia. Rumah-rumah tua disekitarnya warna-warni dan masih ada beberapa kapal disana yang entah masih berfungsi atau nggak.

Malam pun akhirnya datang. Saya dan Ki memutuskan buat balik ke hostel tapi sambil mampir-mampir sebentar. Iseng kita jalan ke arah alun-alun kecil di belakang Nyhavn sambil nonton konser pemusik jalanan. Karena pegel banget, saya dan Ki akhirnya duduk di deket situ sambil ngelurusin kaki. Beberapa menit kemudian saya ngerasa kedinginan banget sampe harus ngedudukin telapak tangan biar hangat.

Ki: Nyanya kedinginan?
Saya: Ki, kayaknya suhunya drop deh. Kita pulang aja apa ya?

Saya dan Ki jalan buru-buru biar hangat karena ternyata begitu dicek di hostel suhu semalem drop ke 5 derajat. Begitu nyaris sampai halte bus, hujan turun deras. Eaaa. Saya dan Ki akhirnya masuk kedalam subway yang ternyata gabung sama semacam mall kecil. Sekitar 15 menit kemudian kita lari ke halte bus karena tinggal rintik-rintik. Sebelum balik ke hostel kita mampir ke supermarket buat belanja bahan makanan buat di bawa ke Goteborg. Ceritanya biar ngirit gitu. Ditambah kita disana bakal nginep di apartemen Tanti, jadi gak enak kalau ngerepotin, apalagi kita makannya banyak.

Setelah belanja pasta, beberapa bumbu, dan sosis kita pulang deh menuju hostel tercinta dan menemukan mas-mas yang sebelumnya main games di kamar masih ada diposisi yang sama. Saya dan Ki beberes, solat, dan pakai baju lengkap lagi termasuk bergok karena kita sekamar 12 orang dan campur cowo dan cewe. Tapi tempat tidurnya bunk bed, saya dibwah dan Ki diatas. Disamping kita orangnya belum ada dan kita berharap semoga siapapun itu orangnya baik, gak ngorok, gak bau badan, kerjaannya bagus, cakep, rajin solat, dan menyayangi kita dengan setulus hati.

God nat!

CIMG6562

Pelabuhan

Nyhavn

Nyhavn

Nyhavn

Nyhavn

Pelabuhan

Nyhavn

Cerita eurotrip episode sebelumnya:
Eurotrip Lagi (4): Domba Copenhagen
Eurotrip Lagi (3): Beramai-ramai di Jerman
Eurotrip Lagi (2): Dari Rende ke Hamburg
Eurotrip Lagi (1): Jalan-jalan Lagi dan Lagi

(Mudik 3): Antara Peudada dengan Lhoksukon

Merak Lampung, 5 Agustus 2014; disamping truk pisang.

Preambul singkat mengenai Ayah dan Mama sebelum menikah:
Ayah adalah pemuda STM kebanggaan Peudada yang kemudian berkuliah di Jakarta. Sedangkan Mama disinyalir sebagai kembang desa di Lhoksukon yang sempat bertunangan dengan seorang pria (yang kemudian kaya raya) tapi kabur ke Jakarta dengan alasan, “..hati Mama gak memilih dia.”
Lawas.

Di suatu acara kondangan di Jakarta, kedua pemuda/i itu pun bertemu. Mama adalah temennya temen Ayah yang kebetulan jadi penerima tamu di kondangan. Mata bertemu, hatipun merajuk, Ayah pun mengajak Mama makan ke warung Padang terdekat. 2 nasi, 1 rendang.

No wonder saya selalu dipaksa ke kondangan, mungkin mereka pingin mengulang cerita lama. Mam, Nyanya kalau di kondangan sibuk ngantri makanan dari kios sate sampe kios es krim, mana ada yang berani ngajakin kenalan.

Balik lagi ke cerita cinta lawas Mama-Ayah, akhirnya setelah tujuh tahun pacaran mereka pun menikah. Mama sama Ayah memang tergolong gaul di jamannya. Keliatan jelas dari foto-foto mereka berdua jaman dulu, dimana Mama lebih sering pakai tanktop hitam dengan blazer diselampirkan di bahu dan Ayah memakai celana cutbray (bener gak sih tulisannya?) dengan kacamata hitam kebesaran sambil memegang gitar. Padahal Ayah kemampuan musiknya sungguh mengenaskan.

Dan disanalah saya beberapa hari yang lalu setelah menempuh perjalanan 5 hari 4 malam: Peudada. Ya Allah, rasanya pingin sujud syukur didepan warung kopi pas baca nama daerahnya. Bok, 5 hari. Di mobil. I barely couldn’t feel my feet. Tapi semuanya kebayar pas ketemu Syik (Ibunya Ayah) dan sodara-sodara disana.

Tentang Syik

Syik adalah salah satu wanita tangguh yang pernah saya kenal. Usianya lebih dari 80, tapi masih rajin ke masjid, beternak, masak sendiri, sampai mengambil air di sumur. Tahun 2004, beberapa minggu sebelum tsunami Abusyik (suaminya Syik) dipanggil Allah. Rasanya sedih banget, karena Abusyik adalah satu-satunya Kakek yang saya pernah saya kenal. Terlebih beliau sangat baik, manjain cucunya, dan sabar banget.

Tentang Keponakan-keponakan

Perkenalkan ponakan saya yang terngegemesin sepanjang masa, Caca. Ya ampun pipinya pingin saya cemilin.

Cacaaaaa! *harap abaikan Kakak-kakak ya itu*

Dan duo jail, Fathan (Abangnya Caca) dan Alif (belum jadi abangnya siapa-siapa).

Alif dan Fathan

Alif dan Fathan

Fathan dan Alif berumur sekitar 7 tahun; kelas 2 dan 1 SD. Dan dua-duanya punya hobi yang sama: ngebully saya. Bedanya Alif semacam naksir saya sejak perkenalan pertama, “jadi Kakak tinggalnya di Jakarta? Aku mau ke Dufan!” dan Fathan memang tulus ikhlas ngebuat saya ngomel-ngomel sepanjang waktu.

*5 menit setelah saya nyapa mereka yang lagi ngejar-ngejar bebek*
Fathan: Jadi Kakak ni dari Jakarta?
Saya: *senyum manis* iya.
Fathan: Tapi bisa ngomong Aceh?
Saya: jeut, bacut-bacut (bisa sedikit-sedikit)
Fathan: *nunjuk saya sambil nyengir* ah mana ada Kakak ini orang Aceh! Logatnya Jakarta kali! Hahaha.
Lalu Fathan ditegur Mamanya, “panggilnya Bunda dong, jangan Kakak. Bunda Nyanya kan Tantenya Fathan dan Alif.”
Fathan: *ketawa* mana ada Kakak ni dipanggil Bunda. Belum nikah pun. Ya kan? Hahaha.

Jlep. Rasanya aku pingin berlari ke hutan lalu nyemplung ke sawah.

Dua hari dikintilin Fathan dan Alif kadang ngebuat saya ketawa, misuh-misuh, dan takjub. Beberapa jam sebelum saya berangkat ke Lhoksukon, Ayahnya Alif nanya ke saya, “Nyanya kenapa pengen ke Banda? Memang banyak temennya disana?”
Saya: Banyak Bang. Rata-rata temen-temen yang kemaren kuliah di Jerman.
Lalu mendadak Alif dan Fathan berhenti rebutan apapun itu yang mereka rebutin lalu mendekat ke saya.

Alif: Bunda (akhirnya mereka mau manggil saya Bunda. Itu juga kalau lagi gak lupa) bisa bahasa Jerman?
Saya: gak bisa kalau Jerman.
Fathan: kami mau lah diajarin bahasa Jerman!
Saya: Bunda dulu sekolahnya di Italia, bukan Jerman. Jadi bisa sedikit-dikit bahasa Italy.
Fathan: *memandang takjub* jadi Bunda dulu sekolah disana? Pake beasiswa? Jadi Bunda Nyanya PINTER?
Saya: …….

Akhirnya mereka berdua belajar bahasa Italy yang saya tau. Secara saya pinternya cuman kalimat minta makan pas di Mensa (kantin), angka buat nawar di pasar, dan kalimat umpatan. Dan hebatnya, mereka berdua selalu minta ditest setiap saya habis ngasih tau beberapa kata (yang pastinya bukan umpatan ya) dan minta dinilai. Begitu terus sampe mereka hapal. Alhamdulillah banget ponakan-ponakan saya cerdas.

Tentang Dijodohin

Seminggu sebelum saya ke Aceh, saya me-list jawaban yang bisa saya pake kalau ada yang nanya “udah ada calon?” Nah, pas scroll-scroll Twitter, saya nemuin satu jawaban yang menurut saya paling ultimate.
“Kalau ada yang nanya kapan nikah atau mana calon kamu, jawab aja: belum ada. Mau cariin? Pasti mereka diem. Karena biasanya nanya karena kepo atau basa-basi doang, tapi gak ada niatan bantu.”
Okesip. Saya hapalin kalimatnya buat di Aceh nanti.

Pas di Aceh, ternyata cuma sebagian dari sodara saya yang menanyakan pertanyaan itu, sedangkan sisanya:
– menganggap nanya-nanya kayak gitu gak bakal ngebantu saya juga (aku teharuu),
– mengira saya di Italy itu buat S1, jadi saya terlalu bocah buat urusan nikah-nikahan. Alhamdulillah ya Allah atas karunia wajah muda belianya.
*lalu dilempar bakiak sama sodara*

Latihan menjawab pertanyaan

Latihan menjawab pertanyaan

Nah, pas malem pertama di Peudada, saya diajak ke rumah sodara-sodara dideket rumah Syik. Begitu saya salim ke sodara-sodara disana, ada satu Kakak yang langsung histeris ngeliat saya. Usut punya usut ternyata karena dia pernah nginep di rumah saya pas jaman saya masih kecil, dia bukan teriak karena tampang saya mengerikan. Saking excitednya sang Kakak ngajak saya duduk di kumpulan kakak-kakak lainnya. Setelah ngobrol-ngobrol mengenang masa lalu yang sama sekali gak bisa saya inget,
Kakaknya si Kakak (K): Nyanya pasti udah ada calon ya?

Wah kesempatan bagus untuk praktekin jawaban yang kemaren saya hapalin, “belum Kak. Cariin dong,” jawab saya sambil mesem-mesem dengan harapan si Kakak bakal stop nanya.
K: Wah kebetulan! Kita jodohin aja sama Adek yang itu *lalu bisik-bisik sama Kakak yang lain*
Saya was-was. Lah kenapa jadi gagal gini jawabannya.

K: Nyanya mau ya Kakak kenalin sama X. Orangnya baik, tinggalnya di deket sini juga. PNS loh. Udah punya mobil. Baru lulus S1 kemaren.
Saya: *panik* Wah Kak, kalau baru lulus kemarin sih kayaknya kemudaan buat aku. Aku sukanya yang lebih tua sedikit.

Sang Kakak langsung ngambil hape dan nelpon entah siapa sebentar lalu duduk lagi dideket saya sambil senyum lebar, “Nyanya kelahiran berapa?”
Saya: 1988
K: Wah cocok! Dia 1986!
Makkkk! Gimana ini Mak!

K: ….dia ini udah mapan loh. Orang tuanya punya toko emas lagi.
Kak Putri / Mamanya Fathan: ciye Nyanya, pengusaha emas tuh.
Oiya singkat cerita, Kak Putri termasuk ke golongan sodara yang gak nanya-nanyain saya karena siapa juga yang suka ditanyain kayak begitu.

Saya: hahaha. Nyanya kan biasa-biasa aja Kak. Kalau kaya banget nanti gimana-gimana gak. *ceritanya ngeles*
K: Duh, Ibunya itu gak sombong. Bukan tipe Ibu-ibu yang suka pake gelang emas berderet kemana-mana pokoknya. Mau ya Nya? Mana pin Nyanya sini.
Akhirnya saya kasih nomor hape dengan alasan gak hapal pin, padahal saya waktu itu lagi megang henpon. Untungnya si Abang PNS itu bisa berpikir jernih dan gak sembarangan nelpon perempuan yang bahkan dia gak tau gimana wujudnya.

Oke baiklah, jadi inti cerita kali ini adalah:
1. Kalau jodoh pasti bertemu. Mau pake acara migrasi dulu dari Aceh ke Jakarta kek atau kabur dari tunangan yang kebetulan 10 tahun kemudian jadi kaya raya tajir melintir.
2. Yaudah ya, jangan ditanya “kapan” lagi. Kalau udah waktunya pasti terima undangan kok. Atau invitation via FB.

Sampai jumpa di episode di Lhoksukon 😀

Kamar Syik

Kamar Syik

Kamarnya Syik, kepisah dengan rumah utama

Kamarnya Syik, kepisah dengan rumah utama

Jl. Meunasah, Peudada

Jl. Meunasah, Peudada

(Mudik 2): Anak Jalanan

27 Juli 2014, Disuatu daerah di SuMut yang dikelilingin sama Pohon Sawit.

Definisi Anak Jalanan disini adalah “Anak manusia yang menghabiskan nyaris seluruh waktunya di jalanan (untuk kasus ini adalah di jalanan menggunakan mobil). Yang karakteristiknya bisa dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut:
– sebagian muka menggelap yang disinyalir karena hanya sebelah badan yang terpapar sinar matahari dari jendela mobil,
jerawat yang tumbuh dengan liar di muka,
– pipi semakin lebar akibat meningkatnya aktifitas mengunyah yang tidak di imbangi dengan olah raga fisik,
– makin menggempalnya bentuk telapak kaki karena aliran darah tidak beredar secara sempurna, dan
– pemilihan busana yang sangat tidak enak dilihat mata; pashmina totol-totol merah hitam yang dipadupadankan dengan naas dengan cardigan pink dan celana super kebesaran bercorak batik hijau, dan sandal jepit orange menyala ‘oleh-oleh’ dari hotel di Bandung yang membuat Ibu sang Anak Jalanan berceramah selama 15 menit dengan pertanyaan awal, “bagaimana caranya ketemu jodoh kalau Nyanya gayanya begini?!”

Jadi ini kali ketiga saya pulang kampung naik mobil. Seinget saya begitu ya. Pertama kali kalau gak salah waktu saya berumur 4 tahun. Masih lucu-lucunya — menurut saya dan Mama — dan masih belajar baca. Saya inget banget waktu itu jendela mobil saya buka besar-besar dan saya mengeja tulisan di nyaris semua papan nama, “be-ebe-ng-ke-e-ke-el. Bengkel!” Lalu saya nyengir ke Mama dan Mama mengangguk-angguk.

jeuju-al jual. Er-a-raembe-u-bute-a-tan. Jual. Rambutan!” Mama ngangguk-ngangguk lagi dan saya makin semangat, “Ma, kalo itu. Jeuju. Jual. O-bea-te. Obat. Ka-uuu-aa…”

“Udah, udah, Nyanya duduk ya. Nanti masuk angin kalau kebanyakan berdiri dideket jendela,” potong Mama.

Akhir tahun 2006 saya mudik lagi lewat jalur darat. Sebenernya kita pergi dengan pesawat. Tapi karena Ayah lupa booking pesawat buat pulang, jadilah kita pulang naik bus A*S. Bagi para pemudik Sumatera pasti tau bus ini. Bentuk busnya kuno, sering mogok ditengah jalan, dan pernah kasih harapan palsu ke saya.

Sebagai konsumen baik-baik yang beli tiket di counter resmi, pastilah kita berharap bisa mendapatkan pelayanan yang sesuai. Atau minimal dapet tempat duduklah. Tapi ini gak. Jadi waktu itu kita berangkat dari Lhokseumawe malam hari. Begitu naik bus, Ayah dan Nikmal dapet tempat duduk yang layak. Tapi saya dan Mama harus duduk di bangku tambahan di samping supir karena katanya bangku kita masih didudukin penumpang lain dan kita baru bisa duduk disitu pas kita udah sampai Sumut. Bah!

Begitu sampai Sumut dengan muka beler akibat gak bisa tidur, saya dan Mama langsung ngedatengin si kenek buat nanyain tentang bangku kita. Si kenek sambil ngembusin asap rokoknya ngejawab santai, “Maaf Ibu, bangkunya itu belum kosong ternyata. Kakak dan Abang yang tadi belum turun soalnya. Nantilah begitu kosong kami kasih tau.”

Ebusyet apa-apaan ini, si kenek rasa-rasanya pingin saya cakar. “Pak, keluarga saya kan beli tiket resmi. Kok nomor tempat duduknya bisa double begini sih?”

Kenek: Bukan begitu Dek. Ini cuma karena ada penumpang yang belum turun aja.
Saya: Sama ajalah. Intinya kita merasa ditipu. Asal Bapak tahu aja ya, saya ini jurnalis! Saya akan menuliskan tentang A*S ini biar semua orang tau bagaimana kualitas pelayanannya.
(Translate: saya ini mahasiswi fakultas ilmu komunikasi semester 3 yang tahun kemarin dapet mata kuliah Jurnalistik selama 1 semester yang alhamdulillahnya saya jago ngarang)
Kenek: Jangan gitulah, Dek.
Saya: Lah bodo amat. Kalau gak mau dimasukin ke koran dan kehilangan pelanggan sediain dulu bangku buat saya dan Ibu saya.
Kenek: Oke-oke.

Akhirnya saya dan Mama duduk di bangku yang normal tapi basah karena ACnya bocor. Selanjutnya perjalanan terasa lebih normal: di SumBar bus mogok dan kita akhirnya piknik di pinggir jalan sampai akhirnya mesin bener lagi, kemudian setelah 2 jam jalan bus mogok lagi dan kita cuma bisa pasrah, dan begitu sampai Lampung naik banyak tentara yang duduk di bangku plastik di gang bus yang salah satu diantaranya sibuk nanyain nama saya ke Mama. Sungguh normal adanya.

Dan sampailah tahun ini dimana saya harus duduk berjam-jam lagi di mobil menuju provinsi ujung Sumatera. Seenggaknya saya jadi tau kalau pulau Sumatera itu guede banget banget! Dan panas. Dan berdebu. Perut saya berdebu saking debuannya. Padahal kan saya kalau turun mobil pakai baju lengkap, gak ujug-ujug pake baju keliatan puser ala-ala orang India lalu nari kelilingin tiang di pombensin. Seenggaknya lagi karena perjalanan ini saya jadi tau kalau…

1. Tingkat adaptasi saya terhadap segala jenis dan kondisi WC sangat bagus. Nyaris segala bentuk kondisi WC pom bensin dan mushola pernah saya temuin. Mulai dari WC yang kinclong mengkilat-kilat yang ngebuat saya pingin leha-leha dulu disitu sambil Path-an, sampai WC yang saking horror keadaannya saya harus tahan napas dan gak ngeliat ke arah lain selain pintu biar gak tambah mual.
2. Ternyata kakeknya Mama orang Betawi-Arab. Kenapa info ini penting bagi saya? Karena selama ini banyak orang yang nuduh saya ada turunan Arab karena bentuk hidung saya yang gak bisa dibilang mancung imut-imut dan bentuk muka saya yang gitu deh. Dan selama itu juga saya keukeuh bilang ke mereka kalau saya sama sekali GAK ada turunan Arab. Mam, bisa gak lebih informatif gitu ke anaknya.
3. Ternyata keberadaan power bank sangat penting dalam menjalin silaturahmi, komunikasi, dan kepoisasi dengan temen-temen.

Yasudah begitulah. Ini udah hari ke-4 jadi Anak Jalanan dan saya udah merasakan rindu yang meletup-letup kepada kamu…

*elus-elus foto kasur di rumah*

Sampai jumpa di Aceh :)

Anak-anak Bakauheni. Yang ini latepost ya.

Anak-anak Bakauheni. Yang ini latepost ya

Somewhere di Sumatera pastinya

Somewhere di Sumatera pastinya

Di pojokan pasar di Sumut

Sumut

H-1 Alhamdulillah

2 tahun yang lalu, Lebaran 2012

Blaricum lagi akhirnya setelah menempuh perjalanan lebih dari 12 jam dari Perancis Selatan.

Mungkin ada yang wondering bagaimana puasa dan Lebaran saya kali ini, dan mungkin juga ada yang iri, “Nyanya sih enak, puasa di Belanda sama Perancis.”

Yah rasanya begitu deh…

Maksudnya, bulan puasa adalah bulan yang menurut saya sangat penuh dengan keajaiban dan saya selalu ingin melalui hal tersebut dengan orang-orang yang saya sayang, yang bisa buka puasa dan solat bareng. Bukannya saya gak sayang sama Isabel dan Phil. Tapi mereka mana bisa diajak teraweh bareng bareng. Si Is paling cuma bisa ngelongok ngeliat saya lalu merayap kedekat saya sambil nyengir dan iler mengalir dimana-mana. Kalau Phil, paling cuma menanggapi panggilan saya dengan muka datar sambil ngomong, “Cookie.”

Btw, Isabel adalah bayi umur 6 bulan, bukan semacam persilangan antara kadal dan alien. Sedangkan Phil adalah abangnya yang berumur 5 tahun.

Alhamdulillahnya sang Nyonyah dan Meneer sangat supportif terhadap kepuasaan saya. Mereka membelikan saya pizza 1 loyang untuk buka puasa berikut berbagai macam kerupuk, kentang, dan sayuran mentah. Dan juga sereal, roti, selai, dan susu buat sahur. Terharu banget pokoknya, apalagi setelah lemah tak berdaya menghadapi puasa 19 jam. Jadi, karena Belanda letaknya rada utara, maka siangnya lebih panjang dibanding malam kalau summer. Nah makanya disini Subuhnya pernah jam 3 pagi, Maghribnya jam 10 malam. HA HA.

Dua minggu sebelum Lebaran, sang Nyonyah dan Meneer memutuskan untuk ngabisin liburan summer di semacam-villa sahabat mereka di Perancis Selatan. Oke, bagi yang geografinya lemah kayak saya, saya ingetin lagi bahwasanya Perancis letaknya dibawah Belanda. Bukan langsung bawah, tapi masih sanaan sedikit. Keuntungannya, puasa jadi semakin pendek, 17 jam. Tapi ketidakuntungannya adalah panasnya menggila, 40 derajat!

Hari terakhir puasa saya habiskan di Perancis itu. Pas malem takbir, saya masih chatting sama beberapa teman di Italia dan Jerman. Yang di Italia lagi sibuk masak-masak untuk lebaran bareng besok. Yang di Jerman sibuk siap-siap lebaran di mesjid terdekat dan beberapa ngajak saya untuk takbiran bareng via skype. Tapi karena udah jam 9 malem, saya harus pindah dari ruang keluarga ke kamar saya yang gak ada internet. Akhirnya saya download beberapa video takbir. Saya masuk kamar dan putar video itu satu persatu. Dan akhirnya saya nangis. Sedih banget ternyata harus lebaran jauh dari semua orang. Baru kali itu saya merasa bener-bener sendiri.

Salah satu pemandangan di halaman belakang rumah liburan di Perancis Selatan, kita pindah-pindah ke tiga kota

Salah satu pemandangan di halaman belakang rumah liburan di Perancis Selatan, kita pindah-pindah ke tiga kota

 

tahun yang lalu, Lebaran 2013

Allaahu akbar.. Allaahu akbar.. Allaahu akbar…..
Laa – ilaaha – illallaahu wallaahu akbar.
Allaahu akbar walillaahil – hamd.

Alhamdulillah bisa Lebaran bareng Niken dan Neneng di KBRI bareng temen-temen rantau di Praha. Ya Allah, beneran alhamdulillah ini mah. Apalagi di KBRI makanan Indonesia banyak banget dan enak-enak hahaha.

Puasa tahun ini alhamdulillah super menyenangkan. 3 minggu puasa di Rende bareng keluarga Indonesia-Rende-yang-rada-rada-sinting-tapi-aku-akan-selalu-sayang. Lalu 1 minggu kemudian bareng Niken dan Neneng sembari Eurotrip.

Pas di Rende, jadi mendadak kita ada kebiasaan buka dan teraweh bareng sejak hari ke-3 puasa. Nah di hari 1 dan 2nya, saya masih buka puasa sama segelintir temen dan solat bareng temen-temen dari Arab. Saat itulah saya baru tau kalau orang Arab solat teraweh sambil ngabisin 1 juz Al-Qur’an disetiap rakaatnya. Jadi, kita solat di atap gedung apartemen, beratapkan bintang-bintang dan beralaaskan sajadah (yaiyalah) sampai jam 12-an malem.

Di hari ke-3, mulai deh saya buka puasa bersama keluarga Musetayin-Edith (temen kita yang udah punya anak. Musetayin didaulat sebagai ketua RT-nya anak-anak Indonesia, Edith sebagai Mama kita, dan Abang, anak mereka, sebagai anak kita semua yang sering digunakan sebagai modus memikat wanita oleh beberapa temen disini). Biasanya sekitar jam 6 sore saya dan temen-temen mulai dateng ke rumah Tayin buat bantu-bantu masak. Jam 8 buka puasa deh dan makanannya enak-enak banget! Terharu sekali karena dengan keterbatasan bumbu, Tayin dan Edith bisa masak seenak itu. Setelah itu kita solat berjamaah sampai Witir. Alhamdulillah.

Kira-kira seperti ini geng Bukber Rende minus Tayin, Hudi, Eyang, Kila

Kira-kira seperti ini geng Bukber Rende minus Tayin, Hudi, Eyang, Kila

Di minggu ke-4 puasa, saya mulai Eurotrip ke negara-negara yang lebih utara, yang berarti lebih panjang puasanya (di Rende cuma dari jam 4 pagi sampai jam 8 malem). Kita sempet puasa di Swedia, Austria, Jerman, dan di Praha. Yang paling keren cobaannya adalah pas di Salzburg Austria.

Hari itu panas banget, nyaris 40 derajat dan kita puasa 19 jam. Sepanjang siang saya ngomel-ngomel terus karena kepanasan dan sebel karena Salzburg gak sesuai bayangan saya. Jembatannya gitu aja, bangunannya gitu aja, jalanannya gitu aja, dan panasnya ya ampun. Saya cemberut, si Niken berusaha santai tapi keliatan cape banget juga. Kebetulan si Neneng lagi gak puasa, jadilah kita sering mohon-mohon ke Neneng buat masuk ke restoran buat ngadem, sampe si Neneng ngedumel, “ih, aku masa’ disuruh minum coke sama makan mulu? Ntar genduuut!” hahaha.

Pas habis solat Ied di KBRI Praha beberapa hari kemudian, saya ngeliat banyak orang yang berkaca-kaca sambil salaman. Serasa banget hawa-hawa anak rantaunya.

Saya: kamu kenapa nangis?
X: sedih banget, Mbak, gak Lebaran bareng keluarga. Aku merasa sendirian. Kangen sama mereka.
Saya: *terenyuh sambil nepuk-nepuk pundaknya* udah berapa lama gak ketemu mereka?
X: udah 2 minggu, Mbak. *makin histeris*

*hening*

Saya: Oh. Kapan balik ke Indonesia?
X: minggu depan. Huhu.
Saya: oh yaudah gak apa-apa, kan banyak temen disini. Saya udah dua taun gak ketemu keluarga saya.
X: *kaget*gantian nepuk-nepuk pundak saya*

Hey, but I was happy. Super happy!

Hari lebaran yang non-mainstream

Hari lebaran yang non-mainstream

 

H-1 Ramadan 2014, 18.35 WIB,  Pondok Gede (yang secara geografis lebih kebawah dan kekiri dari Belanda)

Akhirnya bisa puasa bareng Mama, Ayah, Nikmal, dan semua sahabat-sahabat disini. Udah gak sabar buat solat teraweh di masjid komplek, nyium bau masjid yang selalu enak, dan nikmatin semilir angin disana. Gak sabar juga untuk buka puasa heboh ala Mama yang biasanya makanannya super variatif di minggu ke-1 dan 2 puasa, dan menunya semakin dikit di minggu ke-3, dan cuma makan mie di minggu ke-4.

Bismillahirrahmanirrahim :)

Garuda dan Bali

18 Mei 2014
Bandara Ngurah Rai; 19.30 WITA
Jadwal Garuda di Indonesia kacau dan semua penerbangan delay 3 jam. Saya yang harusnya bisa balik ke Jakarta malam ini masih gak tau nanti harus bagaimana.
Jadi, jadwal saya harusnya kayak gini:
Denpasar – Jogja: 19.20 WITA  – 19.40 WIB. Lalu lanjut Jogja – Jakarta: 20.45 WIB – 21.45 WIB.
Ternyata delay kan si Denpasar – Jogja ke jam 21.00 WITA yang berarti saya bakal ketinggalan pesawat ke Jakartanya.
Ya ampun.
Tadi udah ngobrol sama petugas Garuda. Katanya pesawat Denpasar – Jakarta malam ini penuh, tapi saya dimasukkan ke waiting listnya. Tapi kalau ternyata beneran penuh, saya bakal tetap terbang ke Jogja malam ini lalu diinepin sama Garuda dan besok baru berangkat dari Jogja ke Jakarta. Tapi masalah lainnya adalah pesawat pagi ke Jakarta besok penuh, adanya yang jam 12 dan 14 siang. Padahal besok saya harus report ke bos besar. Ya ampun. Aku rapopo.
Aku
Aku
Ini orang-orang Korea dihadapan saya kenapa deh pada latian joged berkelompok?
*hela napas*
Aku ra..
Aku opo-opo ikiii!
Aku kudu piye iki, Mas.

20.30 WITA, masih di airport Denpasar.
Tadi abis dari counter Garuda dan dikasih 2 opsi:
1. Nginep di Bali dan terbang ke Jakarta besok. Tapi flight yang available jam 12 siang, atau
2. Nginep di Jogja dan harap-harap cemas agar ada slot di penerbangan jam 6 atau jam 7 pagi. Masing-masing ada kelebihan 1 dan 2 penumpang soalnya.
Gosh, at this time I wish I didn’t have any deadline with the big boss or super urgent meeting tomorrow with team to prepare the big presentation for Tuesday. Dan saya milih opsi kedua aja. Pokoknya besok harus ngantor.
Btw, baru ada announcement kalau pesawat ke jogja delay lagi jadi jam 21.40 WITA.
Mau bilang aku rapopo lagi, tapi sedih..

20.52 WITA, belum beranjak dari airport.
Ditengah-tengah kesedihan ya-ampun-aku-digantungin-sama-pesawat, saya nyambi jadi mak comblang. Ya kan kali aja kedua insan manusia itu berjodoh kan..

21.40 WITA, masih bandara.
Udah jam segini tapi yang terbang malah pesawat Surabaya.

21.58 WITA, di pesawat
Finally.
Nginep di Jogja entah dimana.

23.08 WIB, Hotel Bandara Asri Jogja
Begitu masuk bandara Adisucipto langsung disambut Mas-mas Garuda sambil bawa kertas nama saya. Ya ampun, serasa tamu penting deh. Terharu.
Dia langsung memohon maaf atas nama Garuda dan saya potong, karena saya kebelet pipis haha. Setelah urusan kamar mandi selesai, saya ketemu sama perwakilan lain dari Garuda dan Bapak supir hotel yang sudah mengatur penginapan saya malam ini dan kepergian saya besok ke bandara. Ternyata nama hotelnya Hotel Bandara Asri. Hotel tua gitu deh dan rada creepy. Setiap ada suara berderit, saya langsung deg-degan.
Oiya, jadi semua masalah jadwal ini muncul karena pesawat dari Singapore mesinnya rusak, jadi dipinjamlah pesawat lain yang akhirnya memporakporandakan jadwal penerbangan kota lainnya.
Yah begitulah. Sampai jumpa besok jam 4 pagi. Semoga bisa tidur.
Bismika allahumma ahya wabismika aamut.

19 Mei 2014
05.47 WIB, Pesawat Garuda Indonesia
Semalem setelah serem-serem sendiri di kamar, 5 menit kemudian saya ketiduran sampe jam 4 pagi. Haha. Ngantuk berat ternyata.
Pagi langsung dianterin sama supir hotel ke bandara lalu disambut sama tim Garuda dan langsung digiring ke Lounge, “Silahkan Ibu menunggu disini. Kami akan mengurus tiket Ibu. Ibu kami prioritaskan terbang dengan pesawat pukul 6 pagi.”
Yowes, harap-harap cemas lagi deh di Lounge sambil makan bubur kuah opor dan pisang rebus.
Btw, ada Pak Amien Rais dan koleganya disana juga, tapi gak tau beliau ngemil pisang rebus juga gak.

07.26 WIB, Taksi otw kantor
Alhamdulillah Jakarta juga setelah papasan sama Jupe di wc bandara tadi.
Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah membuat saya akhirnya sampai Jakarta:
1) Pak Wedha (tim Garuda di bandara Denpasar) atas koordinasinya yang baik dengan pihak Jogja sehingga saya gak luntang-luntung gak jelas begitu Sampai sana.
2) Mas Arif (staff Garuda bandara Jogja) yang sudah siap siaga menjemput di pintu bandara dan ketika bosnya bilang ke saya kalau hari Senin pagi saya bisa menghubungi staff Garuda lainnya untuk penerbangan,  Mas Arif dengan sigap bilang, “dengan saya saja Mbak. Besok saya shift pagi.” Akhirnya dia yang mengurus semuanya tadi pagi.
3) Iko, mahasiswa Geologi UGM dari Timor Leste. Dia gak ngebuat saya sampai Jakarta sih. Tapi seneng aja mendadak punya temen ngobrol semalem.

Well, good morning Jakarta :)

image

Eurotrip Lagi (4): Domba Copenhagen

26 September 2013

Kereta api Hamburg – Copenhagen (11.07 CEST)

Dari  dulu saya selalu pingin ke salah satu negara Scandinavia, negara yang selalu wow diotak saya. Apalagi sejak baca buku Aditya Mulya dkk yang judulnya Belok Kiri Barcelona, disitu ada salah satu setting cerita di Copenhagen.

Sekarang saya lagi di kereta menuju Denmark setelah tadi pagi dengan hebohnya saya, Mira, dan Kiki siap-siap dan rebutan suruh-suruhan buat duluan ke kamar mandi biar gak telat ngejar kereta jam 7 pagi. Mira balik ke Bonn karena (katanya sih) dia harus belajar buat ujian. Ah palingan juga dia malah baca novel di kamar ntar haha. Sedangkan saya dan Kiki akan lanjut ke Copenhagen dan lusa kita akan pergi ke Swedia. Ihiw!

Ini ya, ngomong-ngomong, saya udah bosen bener ditinggalin tidur sama Kiki. Tadi Kiki ijin tidur karena dia ngantuk, sejam kemudian bangun cuma buat bilang, “ya ampun Ki ketiduran ya..” beresin jilbab daaaan ketiduran lagi.

Zzzz.

Saking bosennya, saya udah 5x bolak-balik kamar mandi; mulai buat pipis, benerin jilbab, dan gonta-ganti gaya jilbab. Tadi saya melototin foto actor Denmark di majalah yang ada di meja kereta. Mukanya sih garang gimana gitu, tapi charming juga ternyata walaupun udah ubanan. Sekarang ada Bapak-bapak Arab yang lagi neriakin 2 anaknya yang dari tadi kegirangan lari-larian di sepanjang lorong kereta dan bolak-balik ngantri kamar mandi cuman buat ngetes pintu otomatisnya. Eh, ngomong-ngomong saya baru sadar kalau Mas-mas Jerman di depan lucu juga.

Ih bosen. Ki, bangun napa!

Masih di kereta api tapi udah di Denmark (12.55 CEST)

Kiki tidur lagi haha. Yaudahlah saya pasrah. Tadi jam 12 lebih kita disuruh keluar dari kereta api karena kita akan menyebrangi laut Baltic naik kapal. Jadi ceritanya si kereta api masuk kedalam kapal gitu deh. Pantesan si kereta apinya pendek bener. Begitu turun dari kereta api, saya dan Kiki langsung norak. Pertama kali naik kapal di Eropa soalnya haha. Kita kasak-kusuk dipojokan lobi kapal sambil ngeliatin interior kapal yang rapi pastinya gak kayak kapal penyebrangan Merak – Bekauheni, ada sofa-sofa lucu dibagian kiri kapal, tangga meliuk ke atas, deretan café, supermarket, dan penukaran duit. Karena saya dan Kiki belum nukerin Euro ke Krona Denmark, tujuan pertama kita adalah ke Ibu-ibu pirang penjaga tempat penukaran. Saya nukerin 25 euro sedangkan Kiki 40 euro untuk 2 hari jalan-jalan berikut makan dan transportasi (hotel udah dibayar 10% dan sisanya bisa bayar pakai kartu debet). Kenapa saya nukerin dikit banget? Karena saya irit. Irit memang kadang tipis batasnya sama pelit atau kere sih haha.

Setelah tuker-tuker duit, kita menuju dock kapal. Serasa pemain Titanic banget lah, ngeliatin ombak, burung layang-layang, dan Mas-mas galau disamping kita. 20 menit foto-foto disana, kita mulai mual dan langsung masuk kedalam kapal buat menjelajah tempat lainnya. Didalam kapal ada 2 jenis café, café murahan dan mahalan yang ternyata dua-duanya gak masuk budget kita. Menyedihkan.

Didalam kapal

Didalam kapal

Di deck kapal

Di deck kapal

Akhirnya kita melipir kedalam supermarket cuman buat ngeliatin Tobler*ne ukuran raksasa dan ngandai andai kita punya duit banyak dan bisa bagi-bagiin cokelat itu ke keluarga kita. Ditengah kesibukan kita ngayal, Ibu Kasir tiba-tiba ngomong, “Girls, hey, Girls, are you taking a train to Copenhagen?”
Saya dan Kiki: *bengong belum nyambung sama si Ibu Kasir*
Ibu Kasir: because the train will leave in 5 minutes.
Kiki: pardon?
Ibu: *hela napas* Your train to Copenhagen will leave in 5 minutes. You better go now. Now now! *nepokin tangannya nyemangatin kita lari*

Saya dan Kiki langsung panik lari keluar supermarket dan nyari pintu ke kereta api. Semakin panic dan semangat karena ditepokin dan diteriakin sama si Ibu Kasir. Akibatnya kita nyasar karena banyak pintu dan tangga ke bawah kapal, tempat mobil-mobil, dan kereta parkir. Setelah akhirnya ngikutin Mas-mas entah siapa yang jalan dengan santai, beda banget sama kita yang ngos-ngosan, si kereta ditemukan dan kita batal ditinggal kereta.

Copenhagen, we’re coming!

Bus terminal Ingerslevsgade (14.00 CEST)

Kyaaa! Kyaaa! Akhirnya sampe Copenhagen juga. Ya ampun kok rada berantakan terminal busnya haha.

Saya dan Kiki baru aja beli tiket 24 jam di pusat informasi yang harganya DKK 80 atau sekitar 10 Euro. Tiket itu bisa dipakai untuk naik bus ataupun trem di zona 1 – 4. Ini Kiki lagi ngeliatin rute bus dan nomor bus yang menuju hostel. Semoga gak nyasar, ya Allah

Bus terminal Ingerslevsgade

Bus terminal Ingerslevsgade

Sleep in Heaven Hostel (15.05 CEST)

Akhirnya sampai juga di hostel setelah ngelilingin semua block dan ditolak Mas-mas Arab pas Kiki ngomong, “excuse me, could you..” si Mas langsung ngelambain tangan ala-ala artis Hollywood yang gak mau dimintain tanda tangan lalu kabur…meninggalkan saya dan Kiki yang mangap dan mikir apa jangan-jangan orang-orang Denmark kayak begini yah? Tapi ternyata gak. Alhamdulillah.

Setelah ditinggalin si Mas, Kiki berusaha nyocokin nama jalan dengan di peta sambil nyari orang lain yang bisa ditanya. Pas saat itulah melintas Mbak-mbak Danish yang langsung kita sodorin nama hotel lengkap dengan alamatnya. Si Mbak langsung tersenyum ramah dan ngeluarin hapenya untuk buka aplikasi Google Map. “Ah, I got it,” katanya, “kalian jalan aja lurus, lalu belok ke kiri. Begitu kalian ngeliat semacam toko makanan, kalian belok kanan, lalu belok kanan lagi. Hostelnya ada didepan sekolah.”

Saya dan Kiki menghapal baik-baik semua petunjuk sang Mbak dan Alhamdulillah ketemu juga plang Sleep in Heaven. Sleep in Heaven ini, walaupun kata Kiki kok artinya serem ya, adalah hostel termurah di Copenhagen dan kerennya dia juga masuk di list one of the best hostel di Trip Advisor. Tapi tolong diinget ya, kita ada di Denmark, yang berarti murahnya disini ya tetep aja mahal dibandingkan negara Eropa lainnya.

Setelah proses pembayaran, Mbak resepsionis ngasih kita kartu kamar dan bilang kalau kamar kita ada di gedung yang berbeda dengan gedung itu, “you guys can follow the sheep.”
Saya: sorry? Eh sheep?
Mbak: yes, there are sheeps outside. You can follow them.
Oke, udah ada domba-domba yang parkir didepan gedung ini untuk menuntun kita ke kamar tidur.

Begitu keluar dari gedung itu, saya dan Kiki liat-liatan, “domba yang mana sih Ki?” Kita berdua nyariin domba, sampai akhirnya Kiki nunjuk jalanan, “Nya, ada gambar domba. Itu kali yah.”

Let's follow the sheep!

Let’s follow the sheep!

Sleep in Heaven

Sleep in Heaven

Jadi maksudnya ngikutin gambar domba di jalanan toh hahaha kreatif banget deh. Akhirnya setelah jalan bareng domba, kita sampai kamar kita yang cukup luas yang isinya 10 kasur (5 bunk bed) mix yang harga semalamnya sekitar 21 Euro. Didalam kamar cuma ada 1 cowo bule yang lagi sibuk main hape dan 2 cewe Jerman yang lagi ngobrol. Saya dan Kiki langsung berdoa, semoga kita ber-5 aja di kamar dan semoga temen-temen kamarnya gak ada yang aneh. Aamin.

Sekarang saya lagi nunggu Kiki yang lagi di kamar mandi. Habis cuci muka dan shalat, kita akan keliling Copenhagen deh. Ciao ciao!

Mendadak KL

Pondok Gede, 5 Mei 2014

Alasan melakukan trip?

Ada banyak. Misalkan: dapet promo murah dari budget airlines, dapet bonus dari kantor, patah hati, ngabisin cuti, atau kabur dari kenyataan. Alasan saya kali ini adalah hal yang terakhir.

Jadi di tanggal 24 April, di hari yang seperti biasa hectic parah; baca email sambil ngangkat telepon kantor tapi ngomong super cepet karena ada telepon masuk di handphone; saya mengurut jidat sebentar sambil ngecek handphone. Ternyata ada chatting dari Niken, “Nya, tanggal 1 Mei kan libur, lo cuti aja. Kita ke Derawan.”

Saya yang memang lagi bener-bener butuh liburan, langsung balas: “oke. Eh, bukannya lo tanggal 5 Mei ada event di KL?”

Niken: “Oiya ya. Yaudah lo ke KL aja . Kita ketemu disana.”

Akhirnya malem itu juga saya beli tiket ke KL.

HAHA.

 

Lihat apa aja ya di KL?

Seperti yang tercantum di RPUL dan Wikipedia, KL adalah ibu kota Malaysia. Dan selayaknya ibu kota, suasana disana sibuk dan banyak gedung perkantoran. Begitu saya sampai KL, saya gak merasa sedang pindah negara. Sama aja kayak lagi di Jakarta tapi pas lagi liburan karena jalanan super lancar.

KL dari atap hotel

KL masih dari atap hotel

Jadi kemana saja di KL:

1. Bukit Bintang

Di malam pertama kita di KL, oiya saya kali ini jalan-jalan sama Niken dan Anna, kita makan malem di Bukit Bintang yang kata temen-temen saya termasuk pusat gaul KL.

Jangan bayangin Bukit Bintang semacam perbukitan yang penuh dengan bintang yang ngebuat sisi romantis kita keluar apalagi pas lagi memandangi bintang sama pasangan; atau ngebuat makin galau karena ngeliat orang berpasang-pasangan tapi kamunya gak. Eaaaa. Bukit Bintang juga berkelap-kelip, tapi karena hiasan lampion di sepanjang jalan.

Bukit Bintang

Berbagai tempat makan di Bukit Bintang

2. Google KL

Karena tema jalan-jalan kali ini adalah nemenin Niken kerja, jadilah hari Jumat siang kita ikut Niken ke kantor Google dan nunggu Niken rapat di kantinnya. Kantin Google yang namanya Gerai Gugel itu penuh dengan makanan gratisan. Mulai dari makanan berat, cemilan, minuman, sampai es krim. Aku kalap hahaha!

Di jam ketiga saya dan Anna menunggu Niken, Anna tiba-tiba nyenggol saya, “waduh, Nya!”

Saya: *ngeliat ke arah pandangannya Anna* Widih, Bu (saya manggil Anna dengan sebutan Buana)!”

Kita berdua setengah melongok setengah takjub ngeliat satu cowo yang masuk kedalam Gerai Gugel. Badannya tinggi tegap, mukanya keliatan cerdas banget, dan auranya beneran menguar-nguar kemana-mana.

Saya langsung inget, beberapa hari sebelumnya Niken pernah menyebut nama satu cowo yang katanya terganteng di Google KL. Dan kali ini saya harus setuju dengan Niken. Cowo  yang duduk didepan kita itu beneran oke berat, sampai-sampai Buana ngomong, “lagi ngegaruk punggung aja ganteng,” dan saya, “lagi nambah makanan aja memukau gitu ya, Bu.” Apalagi begitu saya lihat linkedin-nya…. ah yasudahlah, si Mas yang satu ini memang sungguh sungguh sunguh waw.

Google KL

Kantin Google dan Lobi

Kantin Google dan Lobi

3. Pavilion

Kali ini kita jalan-jalan ke mall yang katanya disana ada salah satu toko sepatu yang terkenal banget dikalangan turis Indonesia. Lumayan lucu-lucu sepatunya, harganya juga gak terlalu mahal.

4. Nonton Konser di Café

Oke, ini sebenernya termasuk bagian dari nungguin Niken kerja. Dia ada janji meeting dengan salah satu penyanyi Malaysia disana dan kebetulan di café itu juga sedang ada konser charity. Sementara Niken meeting, saya dan Buana iseng nonton konser. Berasa anak kuliahan. Apalagi ketika beberapa anak bandnya nyuruh kita duduk di karpet. Haha.

5. Petaling

Kata Uncle Taksi, Petaling adalah surganya oleh-oleh tapi bukan tempat yang oke buat makan-makanan yang enak. Disana kita nyari oleh-oleh. Ya seperti biasa lah ya, jalan-jalan selalu serasa gak lengkap tanpa beliin oleh-oleh untuk orang-orang terdekat. Di salah satu toko, kita didatangi oleh Uncle pemilik toko. Dia ramah banget, sampai-sampai ketika kita nanya tempat makan yang rasanya lumayan didekat situ, dia minta diajak makan dan ditraktir ahahaha. Dan kalau kita ke KL lagi dan belanja di dia, dia janji mau jajanin teh tarik dan sate.

6.Batu Cave

Hari Sabtu pagi, kita dengan muka bantal karena malamnya baru tidur jam 1 pagi, berangkat ke Batu Cave. Yang kalau kamu lihat di foto-foto temen kamu yang pernah ke KL, ada patung Dewa raksasa disana dan dibagian belakang patung itu ada tangga keatas yang tingginya lumayan buat pegel.

Kita berangkat ke Batu Cave naik commuter yang harga tiketnya cuma 2 RM perorang buat perjalanan sekitar 30 menit. Oiya, saran saya kalau kamu mau kesana:

1) pakai sunblock

2) jangan kesana jam 12 siang

3) buat cewe-cewe, jangan pakai rok mini atau celana pendek banget. Karena buat naik tangga, harus pakai baju sopan atau kalau nggak, kamu harus nyewa selendang di pintu gerbang dengan deposit 10 RM dan sehabis kamu sampai dibawah lagi kamu akan diberikan kembali 5 RM.

4) jangan bawa makanan kalau gak mau dikejar monyet kelaperan. Jadi selain si tangga panjang banget, ada banyak monyet berkeliaran. Monyetnya sopan-sopan sih, gak nakal kayak di Bali, yang suka iseng ngambil kalung atau benda kecil lainnya. Tapi kalau kamu bawa makanan, ya wassalam ajalah. Siap-siap dikejar monyet.

Batu Caves

Batu Caves

Lihat tangga dibelakangnya?

Lihat tangga dibelakangnya?

Daerha Batu Caves dari atas

Daerha Batu Caves dari atas

Didepan goa, setelah ratusan anak tangga

Didepan goa, setelah ratusan anak tangga

Didalam goa

Didalam goa

7. Suria KLCC Mall

Tujuan kita kesana sebenernya pingin foto bareng twin tower yang terkenal, karena mall ini terletak di twin tower. Tapi namanya juga udah kecapeakan ya, kita lupa kalau si twin tower itu menjulang banget. Dan kalau mau foto sama tower itu ya harus berdiri rada jauh dari si tower biar bangunannya keliatan, bukan malah masuk kedalam mallnya.

 

Apa yang harus dimakan?

Sejujurnya ya, saya belum nemu makanan Malaysia yang enak banget. Menurut saya yang cuma 4 hari disana, makanan KL semua rasanya satu: rasa kari. Saya pesan lauk, rasa kari. Pesan kwetiau, rasa kari. Pesan tomyam, kari juga. Rasanya pingin nangis sambil lari menembus hujan buat nyari KFC terdekat.

1. Bukit Bintang

Selain jalanannya penuh dengan lampion, di kanan kirinya kamu bisa nemuin banyak banget restoran dan jajanan kaki lima. Saya, Anna, dan Niken, akhirnya milih makan di salah satu restoran yang ramai. Karena kita percaya, restoran ramai sama dengan restoran enak.

Ternyata teori kita salah. Meh.

Nasi Lemak yang saya pesan rasanya kayak nasi putih keuduk-udukan dengan ayam goreng kering ditambah 2 potong timun. Lala (kerang) yang Niken pesan rasanya mirip kerang kuah kari. Dan udang sereal-nya Anna, yah lumayanlah walaupun rasanya campuran antara rasa sereal yang gurih dengan manis dan sedikit pedas. Akhirnya karena gak puas sama makan malem kita, kita jalan-jalan disekitar Bukit Bintang dan melongok kepo ke setiap jajanan pinggir jalan. Kita beli air tebu dan enyaaaak! Lalu ada pudding buah yang enak banget karena teksturnya gak sepadat pudding dan buahnya banyak. Dan Niken berhenti didepan penjual walnut, yang ternyata rasanya juga hokeh. Kemudian lanjut jalan lagi dan kita berhenti buat makan durian di pinggir jalan. Bahagianya!

2. Ayam Pengemis di Selangor

Di hari kedua, kita menempuh perjalanan cukup jauh dan rada-rada nyasar demi nemuin tempat makanan ini. Niken iseng googling “tempat makan enak di KL” dan ketemulah restoran ini. Dan dia makin tertarik karena ada embel-embel, “reservation should be done one day before”.

Begitu kita sampai di restoran, kok ya sepi. Dan ternyata bukan restoran ber-AC, lebih mirip tempat makan didepan rumah.

Sekonyong-konyong muculah Bapak-bapak pemilik restoran yang ternyata ramah banget. Kita sampai dibawa ke tempat memasak ayam dan diceritain sejarah si Ayam Pengemis.

Jadi dahulu kala, ada segerombolan pengemis yang kelaparan. Mereka meminta makan ke orang-orang tapi gak ada yang peduli. Akhirnya mereka mencuri ayam warga dan menyembunyikannya di bawah tumpukan pasir dan bata. Gak sengaja, si ayam malah termasak dan rasanya enak.

Itulah yang kita makan waktu itu; ayam empuk dengan kuah kecap asin ditambah baby kailan dan lemon ice tea yang dicampur dengan buah pala. Alhamdulillah.

 

3. KFC

Haha. Serius deh. Di hari pertama sampai KL, saya menolak habis-habisan ide Niken buat makan KFC. Masa’ di KL malah makan KFC? Harus nyoba makanan lokal dong. Tapi setelah diterpa oleh berbagai makanan dengan rasa kari, KFC kayaknya adalah makanan emergency yang keberadaannya wajib di syukuri di KL.

 

Bagaimana transportasinya?

KL termasuk kota yang modern. Commuter dan keretanya bagus. Jalan juga tidak begitu macet. Tapi karena kita kemarin lebih banyak menggunakan taksi, inilah tipe taksi KL yang sempat kita lihat dan naiki:

1. Taksi Mewah

Taksi biasanya menggunakan Alphard atau Mercedes Benz. Harganya mahal pastinya. Makanya gak kita naikin ahaha.

2. Taksi Agak Mewah

Taksi ini biasanya pakai mobil besar ala-ala Alphard, biasanya mudah ditemui didepan hotel atau mall. Harganya? Lumayan mahal. Apalagi kalau si supir taksinya minta cas tambahan, entah karena si taksi harus bayar biaya parkir atau karena ya si mobil mahal jadi kita harus bayar lebih.

3. Taksi biasa aja

Nah taksi ini biasanya paling banyak berseliweran di jalanan KL dengan ciri-ciri:

–          Mobilnya sedan

–          Supirnya sering menolak penumpang dengan alasan yang gak jelas yang membuat kita merasa tertolak. Mungkin tampang kita kayak gak mampu bayar taksi ya.

–          Argo dimulai dari RM 3 atau si supir langsung nembak harga.

–          Supirnya bervariasi. Ada yang ramah suka cerita sampai yang galak, kita sampai beberapa kali disuruh turun mobil cepet-cepet, “quick quick! There’s a policeman. I don’t wanna be caught because I’m stopping my car here! Quick!” errrr.

4. Taksi luarrrr biasa

Di hari kedua setelah ditolak banyak taksi, akhirnya satu taksi mau berhenti oleh lambaian tangan nyaris putus asa kita. Supirnya nenek-nenek yang ketika memundurkan mobil kita diminta ikutan melambai-lambai untuk memberhentikan mobil lain, semua jendela terbuka lebar, dan yang paling kerennya: si Nenek nyetir dengan pintu terbuka. Sampai sekarang kita gak tau alasannya kenapa dia nyetir tanpa menutup pintu.

 

Apa yang harus dilakukan di KL?

1. Nonton film Kuch Kuch Hota Hai dan nariin beberapa lagunya di kamar mandi, commuter, stasiun, dan dimanapun kamu merasa pingin jogged India.

2. Ngecengin orang lokal. Seperti contohnya Niken dan Buana yang mendadak jatuh suka sama karyawan hotel sejak si Mas ngebukain pintu taksi untuk kita pas kita sampai hotel.

3. Bersenang-senang bersama teman-teman. Karena liburan yang baik adalah liburan yang ngebuat saya ngerasa senang dan bisa ketawa bahagia, walaupun masih aja tetep mimpiin kerjaan.

Ah yasudahlah.

Sampai jumpa di liburan Dadakan Kabur dari Kenyataan lainnya 😀

 

Jajan di Bukit Bintang

Cirebooon!

Plaza Sudirman Indofood Tower, 5 Maret 2014

Akhir Januari 2014, disebuah mall ngehits di bilangan Kemang:
Saya: eh jadinya the kita ke Balikpapan-nya mau kapan?
Lilid: Februari akhir atau Maret awal aja yah?
Niken: Tapi gw lagi pengen naik kereta sih..
Saya: Gimana caranya naik kereta dari sini ke Balikpapan coba..
Lilid: Apa kita ke Cirebon aja yuk? Kan adek gw disana kerjanya. Lumayan bisa gratisan nginepnya.
Niken: Yuk!
Saya: Yuk! Kapan?
Lilid: Booking kereta buat Februari akhir ya.

Begitulah saya dan temen-temen saya, impulsivenya kebangetan. Impulsive buat rencana dan ngebatalin rencana. Akhirnya tanggal 28 Februari jam 8.40 malam saya, Lilid, Ade, dan Neil berangkat naik kereta ke Cirebon. Kemana Niken? Dia dengan semena-mena ngebatalin Cirebon dan pergi ke Bali. Hih!

Pertama kali saya ngeliat Gambir, saya langsung ber-“waaah, bagus ya..”, ternyata gak berantakan lagi kayak jaman dulu. Dan banyak juga tempat makan yang harganya masih masuk akal gak dinaik-naikin ala-ala tempat makan bandara. Bagian karcisnya yang paling oke, pake system touch screen. Saya sampe kegirangan norak mencet-mencetin nomor tiket dan KTP buat ditukerin tiket printingan asli dan ngebuat antrian jadi panjang.

Hore jalan-jalan naik kereta apiii

Perjalanan ke Cirebon cuman sekitar 3 jam 30 menit. Nyaris sama kayak perjalanan dari rumah saya ke kantor kalau Jakarta lagi hujan. Dan keretanya bagus. Kursinya lumayan empuk dan walaupun ACnya masih AC split; yang dingin setiap kereta berhenti dan panas pas keretanya jalan, semuanya cukup bagus lah.

Kereta kelas bisnis

Pas saya dan Lilid lagi ngobrol di bangku kereta, tiba-tiba ada Mas-mas nyamperin sambil megang tiketnya. Si Mas ternyata bingung karena kok Lilid ngedudukin bangkunya. Ih, Mas, pasti mau duduk disamping saya kan?
*lalu ditoyor Masnya*

Mas: tapi bener, ini nomor bangku saya kok sama kayak punya Mbak ya?
Saya dan Lilid kemudian ngecekin tiket dia yang memang bener-bener sama dengan tiket Lilid.
Saya: Mas coba tanya petugas deh.
Mas: *berdiri disamping saya sambil garuk-garuk kepala*Eh kok?
Saya dan Lilid: *ngeliatin si Mas dengan kepo*
Mas: ….tanggalnya 28 Maret??? Ya ampun saya salah masukin bulan ternyata.
Ya ampun Masnya.

Jam 23.30 kita akhirnya sampe di stasiun Cirebon. Yey! Neil yang karena memang terlambat beli tiket dan terpaksa duduk di kelas eksekutif langsung laporan, “gila dingin banget di bisnis. Tangan gw sampe dingin. Mata gw sampe berembun.”
Mata kok berembun…

Di Cirebon ini saya, Lilid, dan Ade nginep di rumah dinasnya Nita, adeknya Lilid, di komplek Pertamina. Sedangkan Neil kita tinggal di mess Pertamina, walaupun dia awalnya udah pasrah mau tidur disamping sumur haha.

Mess Pertamina dan ‘danau’-nya

Karena setiap weekend kita selalu pasang ‘take a rest mode’, pas hari Sabtunya kita baru mulai lepas dari kasur jam 9 pagi, itu juga karena kelaperan. Siangnya baru deh kita jalan-jalan keliling Cirebon dan wisata kuliner. Kita makan siang di Empal Gentong Mang Darmo yang konon si empal gentong ini adalah yang terenak di Cirebon. Hasilnyaa.. enak!

Empal gentooong!

Selesai makan, kita masih aja bingung mau kemana. Mau ke hutan tapi hujan. Mau ke air terjun, entah dimana. Mau ke mall, males banget. Akhirnya Nita ngajakin kita wisata sejarah ke Gedung Perundingan Linggarjati yang ada di sebelah sanaannya Cirebon, udah nyaris-nyaris kuningan.

Perundingan Linggarjati

Siap, Om!

Gedung Linggarjati tampak depan. Akhirnya bisa juga foto ini setelah nungguin sepasang muda-mudi yang foto prewed-prewedan

Habis dari Linggarjati, kita bingung lagi mau kemana. Setelah browsing-browsing, jadilah kita mau pergi ke Danau. Kali ini ceritanya mau wisata rada romantis dipinggir danau yang warnanya masih biru. Begitu kita udah mengarah kesana, hujan turun lebat. Dan kita pun akhirnya langsung berbalik arah dan langsung ganti tujuan ke Keraton Cirebon.

Sepanjang perjalanan yang hujan dan diiringi oleh lagu-lagu Indonesia 90-an, Lilid dan Ade ketiduran. Sedangkan saya, Neil, dan Nita sibuk ngeliatin penjual es kelapa di pinggir jalan. Saya yang entah kenapa emang dari kemaren ngidam es kelapa, mohon-mohon sama Neil untuk melipir ke salah satu warung es kelapa. Begitu warungnya ketemu, sekilas Neil dan Nita ngecek ukuran kelapa, dan “kecil, Nya. Kita coba warung lain..” Gitu terus sampe akhirnya warung es kelapanya udah gak ada lagi di pinggir jalan.

Ditengah-tengah senandung Mas Katon Bagaskara, saya bilang ke Neil dan Nita;
“jodoh itu kayak warung es kelapa tadi, tau gak. Kita kan gak yakin terus dan terus-terusan nyari kelapa yang paling bagus, eh ujung-ujungnya warung esnya malah udah gak ada lagi. Jodoh gitu juga.”
Neil: kan kita bisa puter balik ke tempat es kelapa tadi.
Saya: tapi kan belum tentu warungnya masih buka atau kelapa yang kita awalnya sasar tadi masih ada kan.
Neil dan Nita ngangguk-ngangguk. Saya juga ngangguk…… gak paham sama apa yang saya omongin tadi.

Sampai di Keraton Cirebon, matahari mulai bersinar cerah. Kita langsung dipandu oleh satu ahli keraton (saya lupa namanya) buat keliling keraton itu. Keratonnya lumayan besar, tamannya lumayan, dan banyak ruangan yang terpisah.

Pintu masuk keraton

Duit-duit itu dipamerin disetiap ruangan agar menggugah hati tamu-tamu buat kasih sumbangan

Mata dan ujung telapak kaki si Jenderal ini akan terus menghadap ke kita. Darimanapun kita ngeliat si gambar. Mejik!

Taman keraton

Kita keliling-keliling ruangan terus sampai sekitar sejam dan kemudian menuju ke Masjid Agung untuk shalat Ashar. Btw, yang saya sebel ya dari Cirebon tuh banyak banget banget pengemis atau orang minta-minta. Di Keraton, setiap kita masuk ruangan, ada penjaga yang majang duit kertas di salah satu barang museum itu dan minta duit ke kita. Dan pinternya, mereka sengaja majang duit yang nilainya lumayan biar kita juga kalau mau ngasih duit minimal sekitaran segitu juga haha. Nah pas di masjid, begitu masuk ke area tamannya, berjejer ibu-ibu yang minta-minta. Dan begitu masuk ke dalam masjid, banyak anak-anak yang nyamperin untuk minta ‘amal’.

Malemnya kita berencana untuk makan nasi jamblang,alias nasi campurnya Cirebon. Nah kita makan gak berlima, tapi juga bareng salah satu temen saya yang saya udah kenal sekitar setahunan yang lalu sejak saya masih di Italia dan dia di Jerman. Sebut saja namanya Bang Hekal.

Awalnya pas nentuin spot ketemuan kita rada-rada riweuh. Bang Hekal yang kayaknya cuman hapal lokasi tempat futsal dan warteg, gak tau dimana tempat nasi jamblang yang pingin kita tuju. Akhirnya setelah berbagai macam nego, Bang Hekal kita jemput di pos satpam komplek Pertamina, karena dia kerjanya disitu juga. Daaan, sambil megangin perut dan bawel minta makan, sampailah kita di tempat nasi jamblang yang gak ada fotonya. Saya lupa foto soalnya haha.

Setelah sekitar sejam khusyuk makan, ngobrol-ngobrol, dan diselingi, “ya ampun akhirnya ketemu juga!”, kita pulang ke rumah masing-masing karena rombongan Jakarta plus Nita udah kecapean dan ngantuk.

Hari Minggu paginya demi mencari tempat pijat, saya, Lilid, dan Nita pagi-pagi udah siap keliling Cirebon nyari salon. Maklumlah ya semuanya pekerja keras, jadi di itinerary tripnya harus ada bagian pijet-pijetnya. Jam 1 siang kita semua akhirnya siap buat makan siang dan pulang ke Jakarta karena kereta kita akan berangkat jam 3.15 sore.

Nasi Lengko dan sate kambing

Tahu gejrotnya enyakk!

Sungguh Alhamdulillah jalan-jalan di Cirebonnya. Walaupun panasnya gak ketulungan (Nita dan Bang Hekal keukeuh itu adalah musim ademnya Cirebon, “Ntar dateng kesini pas bulan Oktober Nya. Pas Summernya Cirebon.” Hih, ogah) dan Ade kena alergi debu parah sejak pulang dari Keraton, tapi Cirebon adalah salah satu kota yang cukup menarik buat dijelajahi, apalagi kulinernya.

Terima kasih buat Nita yang udah legowo dan ikhlas menampung kita yang gak mau lepas dari kasur, ngajak kita keliling Cirebon – nyaris Kuningan, dan dengan rajinnya nyiapin kita sarapan somay dan ayam pokpok. Terima kasih juga buat Bang Hekal yang udah sabar-sabar ngadepin keriweuhan ‘ini-kita-mau-ketemu-dimana-?’. Pasti terharu ya ngeliat aku pertama kali. Lucunya tiada tara soalnya :’)

Mas-mas baju putih: preman stasiun yang masih dalam masa probation

Eurotrip Lagi (3): Beramai-ramai di Jerman

Perbatasan Jerman-Denmark, 26 September 2013

Hari 1 – Tepar
Akhirnya sampe bandara Hamburg-Lubeck juga setelah tersiksa gak bisa tidur dan dikunciin di bandara Pisa malemnya. Gila banget ini mah ngantuknya. Tadi pagi pas lagi nunggu pengumuman boarding, kepala saya kliyengan dan saya senderan langsung ke tiang deket tempat duduk. Eh malah ketiduran sampe coklat yang udah setengah dimakan ditangan jatuh ke lantai. Haha. Dan akhirnya tadi untuk pertama kalinya di Eropa, saya bisa tidur di pesawat. Udah gak peduli lagi sama gaya lepas landasnya pilot R*an Air yang gaya nyetir pesawatnya ala-ala supir metromini Jakarta. Habis baca doa saya langsung bablas tidur sampe ada pengumuman kalau kita udah sampai di bandara Hamburg-Lubeck, bandara yang sebenernya ada di kota Lubeck, satu setengah jam dari Hamburg.

Saya sampe terminal bus Hamburg jam 09.30 pagi, sejam dari waktu janjian sama Aissa. Aissa ini adalah mahasiswi asal Aceh yang lagi ngambil master disini. Saya, Mira, dan Kiki akan nginep di apartemennya Ai selama 4 hari dan bakal minta dimasakin sama Ai, karena dia terkenal jago masak.
Iya, kita emang kadang suka gak tau diri.

Saya nunggu di bangku depan McD sambil goyang-goyang karena kedinginan dan biar gak mendadak ketiduran di emperan toko saking ngantuknya. Setengah jam, masih goyang-goyang semangat sambil ngecengin Mas-mas Jerman ganteng (udah pernah saya bilang kan kalau cowo Jerman tuh guanteng buanget? Hahaha). Sejam kemudian, mulai kedinginan banget dan ngemilin stok bekel dari Italia. Sejam seperempat kemudian, mulai ngelilingin ruko ala-ala tawaf kabah. Akhirnya Ai datang jam 11 dan kita langsung naik kereta ke apartemennya.

Sampe di apartemen Ai, saya langsung ngeluarin mie rebus. Ceritanya mau jadi tamu yang santun dan rada modal, bawa stok makanan sendiri. Si Ai-nya malah bingung dan masak buat saya. Haha. Dan bener, masakan Ai enak banget!
Habis makan, saya cuci muka, tangan, kaki, shalat, dan minta ijin ke Ai buat tidur siang sebentar karena udah gak kuat lagi ngantuknya. Waktu itu sekitar jam 1 siang. Saya kebangun karena suara adzan dari laptopnya Ai, “udah Ashar ya Ai?”
Ai: udah Maghrib, Nya.
Ternyata saya tidur siang 6 jam. Hahaha.

Mira dan Kiki sampai stasiun jam 7 malem. Begitu ngeliat mereka dari jauh, saya udah lonjak-lonjak kegirangan, sedangkan mereka berdua bisik-bisik pura-pura gak kenal.
Mira dan Kiki: *nyuekin saya* Ai, apa kabar? Nyanya gak nyusahin kan? Makannya banyak ya? Kerjaannya tidur ya? Duh maaf ya..
Saya: ………………

Hari 2 – Jalan-jalan di Pelabuhan
Hamburg terkenal dengan pelabuhannya. Bahkan kalau kita beli tiket seharian, selain gratis naik bus dan kereta, kita juga bisa gratis naik kapal dari titik satu ke titik satu lagi. Gak penting juga sih sebenernya karena si kapal cuman nyusurin pelabuhan.

Kapal di port Hamburg

Kapal di port Hamburg


Bang Firman dan para adek-adek manis

Bang Firman dan para adek-adek manis

Habis dari pelabuhan, kita jalan ke arah gedung pemerintahan. Besar banget dan atapnya hijau. Dideket gedung tersebut, banyak toko-toko pakaian atau makanan. Eropa banget lah yang gak punya mall besar-besar, tapi kalau kita mau belanja kita bisa jalan-jalan di centrum (alun-alunnya). Kali ini toko-toko itu berderet di tepi sungai Elbe. Sungai yang besar, bersih, ditengah-tengahnya ada air mancur, ada beberapa kapal putih berjejer, dan banyak burung putih besar. Oh, I’m in love with Hamburg.

Lambang kota Hamburg, Pak Nelayan

Lambang kota Hamburg, Pak Nelayan

Hari ini kita janjian ketemuan sama tamu jauh dari Gottingen, Bang Firman, mahasiswa Aceh (juga) yang sekarang lagi ambil S3. Bahkan dia diterima S3 sebelum lulus sah dari S2nya yang juga di Gottingen. Ckck, memang sungguh membanggakan Abang ini. Kira-kira 3 mingguan sebelumnya, saya, Kiki, dan Mira heboh ngebujug Bang Firman buat dateng ke Hamburg. Alesannya sih karena saya mau dateng dari Italy haha. Penting banget alesannya. Padahal kita sebenernya pengen minta dijajanin.
Mira: kita ngopi dimana ya?
Ai: ada didekat sana, enak pula.
Saya: jajanin ya Bang *naik-naikin alis ke Bang Firman*
Bang Firman: wah, Abang gak bawa uang cash nih.
Kiki: kan bisa gesek, Bang. Jangan kayak orang susah deh.
Bang Firman: *pasrah*
Ahaha senengnya punya Abang baik hati, cerdas, dan rela naik kereta 4 jam kemari demi ngejajanin adek-adeknya yang gak tau diri ini.

Oiya satu lagi temen jalan-jalan sore ini, Farsi, adek-adek galau yang lagi mendedikasikan hidupnya di kegiatan social di Jerman. Jadi kalau Bang Firman pembawaannya kalem banget, Farsi tipe yang lincah kebanyakan gerak yang tingkat keponya 11-12 kayak saya. Jadilah pas di kereta pulang, Bang Firman harus bener-bener pasang muka sok cool pas kita ngepoin tentang calon istrinya. Hahaha.

Toko disamping sungai

Hari 3 – dari Bremen ke Luneburg
Siang ini saya, Ai, Mira, Kiki, dan Farsi beli tiket kereta group-an biar bisa jalan-jalan seharian dengan harga murah. Itu salah satu enaknya jalan-jalan di Jerman, si tiket group-an. Kalau kita beli tiket ber-5, cuman dengan 40 euro (berarti 8 orang aja perorang) kita bisa jalan-jalan ke beberapa kota di Jerman yang biasanya harga tiket perorangnya bisa sampe 20 euro-an lebih.

Bremen adalah kota babi. Literally. Karena banyak banget patung babinya entah kenapa. Sebenernya Bremen terkenal dengan folktale ‘para musisi’ yang dibuat sama Brothers Grimm. Ceritanya si musisinya selalu bawa hewan-hewan, makanya banyak patung hewan disana. Di Bremen saya juga ketemuan dengan Ima, temen SMP saya. Kita udah gak pernah ketemu sejak lulus SMP, dan malah ketemu akhirnya di Eropa. Hahaha. Life is quite funny sometimes.

Yang mana Farsi? Yang lagi mangap


Pemusik dan hewan-hewannya


Bersihin idung dulu ya, Bi


Bareng Ima! :)

Sorenya kita ke kota yang kata Farsi, “cantek kali kotanya!” Luneburg. Beda sama Bremen, kota Luneburg cukup kecil, tapi memang cantik.

Luneburg dan kalinya


Jalan setapak di Luneburg

Satu hal yang buat saya panik selama tinggal di Hamburg adalah berat badan saya yang naik 2 kg setelah turun 5 kg. Ihik. Diet bener-bener gagal karena Ai dan Mira selalu masak yang enak-enak dan setiap saya berikrar, “baiklah, besok mau diet!” Mira pasti selalu bales dengan kalem, “yaudah gih. Kita besok pagi sarapan nasi gurih (nasi gorengnya Aceh yang gak pake kecap) ya, Ki.”
Kamfret!

Hari 4 – Copenhagen, we’re coming!
Dari jam 5 pagi tadi kami semua (kecuali Farsi pastinya yang tidur di apartemennya sendiri) udah grabak-grubuk siap-siap buat naik kereta api jam 7 pagi. Saya dan Kiki ke Copenhagen, Mira balik ke Bonn. Kereta ke Copenhagennya gak terlalu panjang tapi baguuus! Sofanya empuk dan katanya nanti siang si kereta akan masuk kedalam feri buat nyeberangin laut Baltic selama sekitar sejam.

Terima kasih Ai dan Farsi atas kebaikannya udah menampung gadis-gadis irit ini. Terima kasih Bang Firman udah berjuang ke Hamburg walaupun hanya di bully sama adek-adeknya disana.

Well, say hi to Copenhagen!

Saya: kita foto ala kedinginan yuk! Mira: *langsung ambil selimut dan pose* Kiki: *manyun* harus yaa..  Hahaha

Saya: kita foto ala kedinginan yuk! Mira: *langsung ambil selimut dan pose* Kiki: *manyun* harus yaa..
Hahaha