Eurotrip Lagi (2): Dari Rende ke Hamburg

Bandara Galileo Galilei Pisa, Italia
23 September 2013. 03.17 CET.

Dingin.
Dingin.
Dingin.

Gila banget ini dinginnya, ya Allah!
*elap ingus*

Sekarang udah jam 03.17 waktu Eropa dan saya lagi terpaksa duduk di teras café yang udah tutup di Bandara Galileo Galilei Pisa karena bandaranya tutup.

Ternyata ada ya bandara yang tutup pas tengah malem sampe pagi dan dengan teganya nyuruh penumpang-penumpangnya yang flight pagi nunggu diluar bandara. Oke deh kalau seandainya ini masih summer, lah ini udah autumn dan walaupun kalau siang suhunya masih belasan derajat, tapi kalau malem ya suhunya jadi drop ke 5 derajat kayak sekarang.

Sejak diusir dengan santun dan senyuman manis sama pak polisi bandara jam 12 pagi tadi, saya udah pindah ke dua spot buat nyari tempat yang nyaman buat tidur. Yang pertama di teras toko, yang ngebuat saya harus duduk selonjoran di terasnya yang cuman dilapisin sama semen. Hasilnya jadi masuk angin dan makin kedinginan. Haha. Cerdas. Dan akhirnya jam setengah dua pagi tadi saya duduk di kursi rotan di café sama banyak penumpang terlantar lainnya yang berusaha tidur.

Di arah jam 11 dari saya ada nenek-nenek yang ngebungkus badannya dari ujung rambut sampe ujung kaki sama jaket. Saya tau kalau itu nenek-nenek pas jaket yang nutupin mukanya melorot dan dia bangun untuk ngebenerin si jaket dan lanjut tidur. Disebelah kanan saya ada dua cowo, satu dari Jerman dan satu dari China. Mereka sibuk minum dan ngemil sambil nonton biar hangat. Pas disebelah kiri saya ada pasangan Italia yang peluk-pelukan biar hangat, sedangkan saya malah nulis postingan ini biar lupa kalau saya lagi kedinginan dan gak ada yang bisa dipeluk.
Huhu.

Oiya, jadi hari ini adalah hari pertama (hari kedua sih karena sekarang hitungannya sudah pagi) saya ngelakuin eurotrip part 2 di tahun 2013 ini, mumpung udah lulus dan sebelum balik ke Indonesia bulan depan. Kali ini temen jalan-jalan saya ada banyak orang. Tapi pemeran utamanya adalah Kiki, sahabat / psikolog gratisan saya / mahasiswi Indonesia di Jerman dan saya akan ketemu Kiki besok di Hamburg. Sedangkan pemeran pembantunya (haha) ada Mira, Aissa, Bang Firman, Farsi, dan Tanti. Mereka semua akan muncul di cerita-cerita selanjutanya.

Nah inilah rute jalan-jalan saya:
Rende – Roma (numpang makan siang doang) – Firenze / Florence – Pisa (numpang tidur di teras bandara) – Lubeck (numpang landing) – Hamburg – Copenhagen – Gotheborg.

Saya kemarin berangkat dari apartemen jam 6 pagi untuk ngejar bus ke Roma jam 6.30. Dari Roma, saya naik kereta ke Firenze baru kemudian naik bus bandara ke bandara Pisa malemnya.  Rencananya, saya pingin naik kereta ke Firenze jam 13.05. Karena selain harganya murah, kalau naik kereta yang jadwal seperti itu, saya akan punya waktu yang lebih banyak untuk main di Firenze yang terkenal dengan arsitekturnya yang oke punya. Tapi karena bus dari Rende baru sampai terminal bus Tiburtina jam 12.55 dan saya nyasar-nyasar dulu nyari stasiun keretanya (yang sebenarnya ada pas diseberang terminal bus), saya jadi gak bisa naik kereta jam 13.05 dan harus ngambil kereta jam 15.15 yang baru sampai di Firenze jam 18.30.

Pemandangan di luar kereta menuju Firenze

Pemandangan di luar kereta menuju Firenze

Sesampainya di Firenze, saya langsung jalan buru-buru ke arah alun-alun kota. Yaaa saya sebenernya had no clue ya dimana si alun-alun itu, secara saya gak punya peta dan kalaupun petanya ada saya gak ngerti cara bacanya. Jadilah saya jalan ke arah gang yang paling ramai dan ngikutin orang-orang. Hasilnya saya nemuin beberapa jalan sempit yang bagus dengan apartemen dari batu warna abu-abu dan banyak penjual barang-barang murah.

Didepan stasiun Firenze Novella

Didepan stasiun Firenze Novella

Saya jalan terus buru-buru karena takut ketinggalan bus bandara dan akhirnya muncul di salah satu alun-alun Firenze (Piazza del Duomo). Disanalah berdiri dengan megah Basilica di Santa Maria del Fiore yang mulai dibangun di tahun 1296 dan saya langsung mangap dan ber-“Masya Allah bagusnya!”

Basilica di Santa Maria del Fiore

Basilica di Santa Maria del Fiore

Apa yang suka dari bangunan ini adalah desain dindingnya yang complicated dan cantik, apalagi waktu itu saya datangnya ketika sunset. Warna orange matahari digabung dengan warna coklat-putih dinding gereja ngebuat semuanya jadi berkali lipat lebih megah. Saya mengelilingi si bangunan (yang ternyata luas banget) sambil berdecak-decak kagum dan mendadak rada sedih, andai aja saya kesini sama temen-temen, pasti saya gak akan jadi si Heri (Heboh Sendiri) dan bisa dengan noraknya foto-foto didepan gereja dengan berbagai gaya.

Puas ngelilingin si bangunan, jam 8 malam akhirnya saya memutuskan untuk balik ke stasiun Firenze Santa Maria Novella karena saya harus mencari tahu dimana tempat tunggu bus bandara yang akan berangkat sejam kemudian.

Di print-an karcis bus, ada keterangan tambahan berupa peta. Sayangnya petanya bener-bener simple kayak peta lokasi nikahan di undangan Indonesia, cuman kotak, titik, dan label nama. Padahal stasiun Firenze ini besar dan banyak toko dan bangunan disampingnya. Akhirnya saya nanya ke beberapa orang, penjaga toko di dalam stasiun dan polisi, tentang letak si bus tapi mereka semua kasih petunjuk yang beda-beda dan gak yakin sama petunjuk mereka. Hahaha. Atuhlah. Kalian aja gak yakin, gimana saya?

Jam mulai menunjukkan waktu 20.15, saya mulai sedikit panik. Mengikuti arahan polisi, akhirnya saya jalan ke terminal bus yang ada di belakang stasiun. Saya micingin mata mencari papan nama si bus tapi nihil. Saya tanya ke salah satu petugas disana, dia malah geleng-geleng dan ngomong dengan gak yakin, “mmm, kayaknya busnya ada di depan stasiun deh.”
Saya: “Yakin ada disana?”
Petugas: “kayaknya ya.. “

Glek.

Saya jalan buru-buru ke antrian bus didepan stasiun dan nanya ke polisi lagi didepan sana, tapi pak polisi yang ganteng (teteup!) malah geleng-geleng sambil ngarahin saya ke terminal bus tadi. Saya ngeliat jam lagi dan ternyata udah nyaris jam 20.30. Saya ambil napas dan baca doa untuk nenangin diri dan pelan-pelan membaca lagi petunjuk di kertas print-an karcis yang udah mulai lecek. Karena tetep aja gak paham, saya masuk lagi kedalam stasiun dan nanya sana-sini. Beruntung, akhirnya ada Mas-mas yang tau dimana tempat si bus itu ngetem, dan katanya biasanya calon penumpang bus bisa menunggu di café X di luar terminal. Saya jalan keluar sesuai petunjuk dia dan menemukan café X rolling doornya udah tertutup setengah.

Saya nunduk dan manggil mbak-mbak yang lagi beresin kursi didalam café, “Mbak, permisi.”
Mbak: *tanpa nengok ke arah saya* Kita udah tutup.
Saya: iya, tapi saya mau tanya, tempat nunggu bus X dimana?
Mbak: *gak ngejawab pertanyaan saya dan tetep sibuk dengan kursi*
Saya: *tetep keukeuh ngejelasin kalau saya harus naik bus ke bandara Pisa jam 9 malam ini*

Mendengar suara saya yang setengah ngomong bahasa Inggris dan Italia dengan tone panik dan melas, seorang Mas-mas yang baru keluar dari arah belakang café langsung datang ke arah saya dan nanya dengan sopan, “bisa saya bantu?”

Setelah membaca tiket bus saya, dia senyum dan nunjuk ke arah lapangan disamping stasiun dengan undakan tangga, “kamu tunggu disana ya. Saya beres-beres disini dulu. Nanti saya kesana 20 menit lagi.”

Akhirnya setelah dia ngeyakinin saya kalau dia gak bohong dan akan kesana 20 menit lagi, saya duduk di tangga. Saya melihat sekeliling dan banyak anak-anak muda dengan berbagai macam tindikan dan baju bolong-bolong ditambah botol minuman keras mengumpul bergroup di beberapa spot. Saya perhatiin lagi, ternyata mereka bukan orang Italia, tapi imigran dari Romania, Arab, dan Africa. Merasa sedikit takut, saya mulai baca doa semoga selamat dan gak ada preman yang ngedatengin saya untuk malak atau iseng ngerekrut saya jadi anggota geng mereka. Baru selesai saya ngucapin aamiin, mendadak bahu saya ditepuk.

Siaaaal!

Saya nengok dan mas-mas yang tadi ada disalah satu group yang saya perhatiin langsung senyum dan duduk disamping saya.
Mas: Hai, saya duduk disini ya.
Saya: Eh?
Mas: Kamu orang Palestina ya?
Saya: Bukan.
Mas: Pakistan?
Saya: Bukan.
Mas: Tunisia? Turki?
Saya menggeleng sopan. Harus sopan daripada dia ngelakuin hal yang ekstreme.

Mas: dari mana dong?
Saya: Indonesia.
Mas: Oh Indonesia. Negaranya indah banget itu!
Saya: Iya.

Si Mas nanya saya mau kemana dan dengan siapa. Saya mengarang cerita kalau saya akan ke Pisa untuk ketemu teman (perempuan) saya disana.

Mas: Disini ngapain?
Saya: Nunggu teman (teman dalam bahasa Italy bisa ‘amico’ untuk teman laki-laki dan ‘amica’ untuk teman perempuan. Saya bilang itu karena agar seakan-akan saya gak luntang-luntung duduk sendirian disini).
Mas: *kaget* orang Italia?
Saya: Iya.
Mas: *megang pundak saya dan ngeliat saya dengan tatapan menasehati* kamu hati-hati ya sama cowo-cowo Italia. Mereka itu banyak yang gak bener. Maunya ngajak tidur bareng doang.
Saya: *rada ngejauh, risih bahu saya dipegang*
Mas: Seriously, because you are a nice girl. A really nice girl. I hope God will protect you. Okay, I’m going now. Take care, okay.

Saya mengerjap kaget ngedenger nasehat si Mas dan bingung ngeliat dia yang ujug-ujug pergi setelah ngomong itu ke saya. Alhamdulillah ternyata saya masih dilindungi Allah, mungkin salah satu bentuk perlindunganNya adalah melalui si Mas random itu.

Mas-mas café akhirnya muncul beberapa menit kemudian dan gak beberapa lama si bus bandara akhirnya datang. Setelah sekitar 1,5 jam di bus, jam 22.30 saya sampai bandara Galileo Galilei. Sebenernya dari awal saya sudah sedikit was-was kalau jangan-jangan bandara ini akan tutup tengah malam, karena bandara Lamezia (yang ada di dekat tempat saya tinggal) tutup mulai tengah malam sampai sekitar jam 4 pagi.

Jam 12 kurang, bandara mulai sepi. Yang tersisa cuman petugas bandara yang sibuk bersih-bersih, beberapa polisi, dan penumpang early flight termasuk saya. Iseng, saya nyolek Mas-mas Italia disamping saya dan nanya tentang jadwal buka tutup bandara. Dengan yakin dia bilang kalau bandaranya akan tetap buka sampai pagi. Alhamdulillah. 10 menit kemudian, tiba-tiba terdengar pengumuman dalam bahasa Italia dan Inggris kalau bandara akan tutup jam 12 malam dan buka lagi jam 4 pagi. Saya langsung nengok ke arah Mas disamping saya dengan pandangan kata-lo-bandaranya-gak-tutup-gimana-deh. Dan si Mas ngeliat saya dengan bingung dan nanya, “eh ini bandara tutup?”

Atuhlah, Mas. Huhu.

Beberapa saat kemudian dua orang polisi mendatangi kami dan bilang dengan sopan kalau bandara akan tutup, jadi kami dimohon menunggu diluar bandara.

Akhirnya kita berdua (saya dan Mas, bukan dengan polisi), jalan ke arah bandara dan nyari spot untuk menunggu jam 4 pagi. Saya memilih duduk selonjoran di teras toko yang cuma dilapisi semen karena waktu itu udaranya masih belasan derajat dan saya dengan cerdasnya berpikir kalau suhunya gak akan drop setelah itu. Sedangkan si Mas duduk di bangku taman 3 meter dari tempat saya duduk. Dan entah kenapa saya sempat menangkap si Mas beberapa kali nengok ke arah saya, seakan-akan memastikan saya aman-aman saja disana, gak mendadak disamperin sama preman, atau kejang-kejang karena kedinginan duduk diatas semen.

Spot pertama saya tidur. Yang rebahan itu bukan saya ya.

Spot pertama saya tidur. Yang rebahan itu bukan saya ya.

Jam 1 pagi suhu mulai drop. Saya mulai nutupin muka saya dengan syal tebal dan memakai sarung tangan kulit. Masih aja dingin, akhirnya saya tutup kaki saya dengan sweater tebal dan mencoba untuk tidur. 1 menit, 5 menit. Gagal. Hidung saya malah mulai kesumbat karena kedinginan. Akhirnya saya berdiri dan joget-joged ala erobik sambil ngedengerin music di mp3 player saya. Si Mas Italia langsung nengok ngeliat kelakuan saya. Dan kayaknya setelah dia consider kalau kegiatan joget-joget saya tidak mebahayakan nyawa saya, si Mas balik tidur. Sejam bolak-balik berdiri dan duduk lagi, akhirnya saya memutuskan untuk jalan-jalan dan nyari tempat yang lebih hangat. Si Mas nengok lagi begitu melihat saya jalan dan saya langsung bilang, “saya mau cari tempat yang lebih hangat,” dia mengangguk dan lanjut tidur.

Dan disinilah saya, di café yang penuh penumpang early flight lainnya dan sekarang udah jam 4. Saya mau ngecek pintu bandara dulu. Harusnya udah buka.

Oke, saya akhirnya udah di dalam bandara yang hangat. Pintu bandara buka jam 4.15, padahal para penumpang udah berdiri didepan pintu dengan muka desperado dan kedinginan dari jam 4. Sedangkan didalam bandara, beberapa polisi bolak-balik sambil ngobrol santai, seakan-akan gak ngeliat kita dibalik pintu kaca. Meh!

Yasudah saya sekarang mau sholat Subuh dulu lalu mulai check in untuk penerbangan jam 06.30. Hamburg, I’m coming!

09102013

Pondok Gede, 22 Oktober 2013

Cerita kemarin: http://cutisyana.wordpress.com/2013/10/14/08102013/

Untuk menuju Jakarta dari Roma saya menggunakan Etihad yang kebetulan kerja sama dengan pesawat Italia, Alitalia. Jadi dari Roma ke Abu Dhabi saya pakai Alitalia, baru dari sana sampai Jakarta pakai Etihad.

Pesawat Alitalia lumayan juga, walaupun ukurannya gak terlalu besar kayak pesawat antar benua lainnya, tapi pelayanannya oke dan terbangnya juga enak. Dan yang paling penting makanannya enak dan banyak hahaha.

Temen sebangku saya waktu itu adalah perempuan dari Australia. Pas awal-awal dia duduk disamping saya, dia langsung sibuk memakai syal, meletakkan tas tangannya dikolong tempat duduk, dan langsung mulai membaca novel. Sedangkan saya langsung sibuk cari-cari film di channel Alitalia.

Gak beberapa lama kemudian..
Mbak Australia: So, are you going to Australia too?
Saya: Nope. I’m going back to my country, Indonesia..
Mbak: Ah, you’re an Indonesian then..

Jadilah kita ngobrol-ngobrol. Ternyata dia baru aja ngunjungin pacarnya di Italia yang dapet tugas sebagai anggota militer di Afghanistan. Dan ini adalah kali pertama dia ke Eropa. Saya juga cerita sedikit tentang Eropa, kuliah saya, dan pastinya promo tentang Indonesia. Dan si Mbak bilang kalau Bali sekarang udah gak bagus lagi jadi tempat wisata, “kotor. Berantakan. Sayang banget tempat bagus kayak gitu dirusak sama turis-turis yang gak tau diri!”
Merdeka!

Saya: I’m starving.. huhu..
Mbak: I just wanna say that! I’m starving like hell! Where’s food?

Jadi si Alitalia delay karena nungguin penumpang mereka yang gak kunjung sampe dari Venice. Jadilah saya dan si Mbak mulai mati gaya kelaperan. Ngobrol tapi ngeringis kelaperan. Kasian.

Akhirnya setelah 30 menit si pesawat terbang dan sekitar 20 menit kemudian mulailah para pramugari dan pramugara hilir-mudik dengan gerobak makanan. Saya langsung ngelirik si Mbak sambil nyengir, “ahay, food!” Si Mbak juga ngelirik sambil nyengir girang ke saya. Hahaha. Habis makan pasta, tiramisu, sayur, dan roti, si Mbak akhirnya tidur dan saya lanjut nonton film.

Saya termasuk tipe orang yang susah tidur di tempat sembarangan. Di pesawat, kereta, bus, atau stasiun di Eropa saya pasti cuma bisa ngeliatin temen-temen saya yang dengan gampangnya tidur nyenyak. Tapi anehnya saya gampang banget ketiduran di angkot dan bus di Indonesia. Haha. Mau busnya pake AC beneran atau Angin Cepoi-cepoi, begitu duduk pasti saya langsung ngantuk.

Akhirnya setelah 6 jam terbang, kita landing di bandara Abu Dhabi. Begitu masuk ke dalam bandaranya, rasanya kayak kecemplung di dalam batang pohon palem karena bentuk atap bandaranya yang melengkung dan ditengah ruang tunggu ada tiang besar hijau yang mirip banget sama batang pohon.

image

Taken from visitabudhabi.ae

Saya langsung ke bagian transit untuk ngedapetin boarding ticket ke Jakarta baru habis itu nyari tempat duduk yang bisa selonjorin kaki. Saya duduk dan langsung ngeluarin laptop untuk urusan lamar-ngelamar kerja. Haha. Nasib mahasiswa baru lulus.

Saya duduk disamping Mas-mas yang kayaknya dari Bangladesh. Ngeliat saya serius banget sama laptop sambil goyang-goyangin kepala dengerin mp3 pake headset, dia jadi kepo. Si Mas ngejulurin kepala ke deket saya dan ngebaca apa yang saya tulis di laptop. Sayanya pura-pura gak tau dan si Mas tetep kepo sampe beberapa menit kemudian tetep ngeliatin saya yang lagi ngetik. Deuh si Mas minta ditoyor.

Dua jam sebelum boarding, saya akhirnya ke kamar mandi buat cuci muka dan beberes jilbab. Ya kali aja setempat duduk sama yang lucu-lucu kan. Di kamar mandi saya ngobrol sama petugas kamar mandi yang ternyata dari Uganda.
Mbak Uganda: Ah, you’re Indonesian! But you don’t look like other Indonesians.
Saya: Really?

Si Mbak cerita kalau dia sering banget ketemu orang Indonesia di bandara itu. Iyalah secara emang selain si bandara tempat transit pesawat dari berbagai negara untuk ke Jakarta, banyak juga TKW disana. Dan biasanya orang-orang Indonesia ini bergroup kemana-mana daaaaan sering ngebuat berantakan. “But they’re friendly, even though they can’t speak English. Too bad I can’t communicate with them..” 

Saya memang sering dapet cerita tentang para pejuang devisa Indonesia ini, mulai dari yang lucu, sedih, sampai yang ngebuat terharu. Temen saya pernah transit di Abu Dhabi tahun kemarin dan dia kenalan dengan mahasiswi Indonesia yang kuliah di UK. Si Mahasiswi langsung curhat,
“Aku suka sebel sih sebenernya transit di negara Arab. Banyak TKW soalnya. Aku kan mukanya pribumi bener ya.. jadi suka disangka TKW sama mereka. Pernah waktu itu tiba-tiba ada yang nyamperin aku dan langsung nanya ‘Mbak majikannya orang mana?’”
Hahaha.

Sekitar jam 10 saya mulai ke gate 33 untuk security check. Disana ada antrian panjang orang-orang yang kayaknya orang Bangladesh lagi. Mereka pakai seragam, cowok semua,  keliatan bingung, dan ada beberapa orang yang ngeorganisir mereka. Kayaknya mereka pekerja pabrik atau entah apa.

Habis lolos dari si security check yang sama sekali gak ketat, saya jalan-jalan ke kamar mandi dan nemuin Mbak-mbak Indonesia nyisir sambil curhat disana.
Mbak 1: saya sih alhamdulillah kerja disini tapi belum kawin. Coba udah, pasti kepikiran keluarga terus. Maunya pulang melulu deh..
Mbak 2: Iya ya.. Mbak, sisirnya aku mau dong..

Dan pas ketemu Mbak-mbak lain di boarding room..
Mbak 3: …semoga ya kamu segera ketemu jodoh *sambil puk-puk bahu Mbak 4*
Mbak 4: amiin.. sama orang yang baik..
Ternyata virus galau jodoh udah menyebar ke jazirah Arab.

Kita boarding jam 11 siang. Kita itu maksudnya semua penumpang Etihad tujuan Jakarta yang 70% orang Indonesia, mulai dari Ibu-ibu kaya, Bapak-bapak pejabat, Mbak dan Mas TKI, sampai mahasiswi kucel kayak saya. Begitu sampai di tempat duduk dan pakai seatbelt saya langsung ketiduran sampe akhirnya Bapak-bapak Arab ngelangkahin saya dan duduk disamping saya.

Pesawat Etihad ternyata nyaman loh. Ini bukan promosi berbayar ya. Pesawatnya sih keliatan udah gak terlalu baru, tapi ruangan kakinya cukup luas, bangkunya empuk, film-filmnya update banget, dan makanannya enak.

Setelah 8 jam terbang dan bolak-balik kamar mandi, akhirnya jam 22.10 WIB (akhirnya WIB juga!) kita landing di Soetta. Rada deg-degan juga mau ketemu Mama, Ayah, dan Nikmal (adek saya), sampe beresin jilbab dan semprot parfum. Hahaha.

Sejam kemudian, karena nunggu bagasinya lama bener, saya ngedorong troli penuh koper keluar bagasi. Banyak orang yang nunggu disana. Saya makin deg-degan. Tiba-tiba diantara orang-orang itu ada satu bapak-bapak tinggi besar yang rada mirip Chinese ngelambai-lambai sambil nyengir ke saya.
Ayah: Nyanya!
Saya: *sok cool* Dedi!
Ayah meluk saya sambil elap-elap air mata terharu.

Dan dari kejauhan dateng Ibu-ibu pakai jilbab ke arah kita.
Mama: *meluk* Anak Mama.. Alhamdulillah ya Allah akhirnya bisa…
Saya: *meluk mama sambil nahan nangis* Mama..
Mama: ..dipertemukan lagi dengan anak hamba..
Saya: ….kok Jakarta panas.. Nyanya jadi sedih.

Dan gak lama kemudian muncul Mas-mas jenggotan tinggi besar lainnya. Adek saya, Nikmal, yang langsung sibuk foto-fotoin saya dan barang-barang saya.

Ah senangnya ketemu Mama, Ayah, Nikmal lagi. Bahagianya bisa ngeliat banyak orang Indonesia lagi. Dan bersyukur banget akhirnya bisa makan makanan Indonesia yang super ngangenin dan banyak MSGnya itu.

Well then, the 2-years chapter was ended blessfully. It’s time to start a new great chapter. Bismillah.

Eurotrip Lagi (1): Jalan-jalan Lagi dan Lagi

Rende, 5 Oktober 2013
23.03 CEST

Kalau kata orang bijak, ketika kamu melakukan perjalanan (trip) selain kamu akan belajar banyak dari tempat yang kamu kunjungi, kamu akan lebih mengenal dirimu sendiri. Dan itulah salah dua penyebab kenapa saya suka jalan-jalan, selain kalau (alhamdulillah) jalan-jalannya gratisan atau dapet promo. Karena setelah saya beberapa kali jalan-jalan murah alias backpackeran, saya jadi tau kalau saya adalah orang yang cukup cuek dan gak takutan berada di tempat asing dan dengan orang asing sendirian. Contohnya pas saya pulang menuju Rende (Italy) dari Spanyol bulan Agustus kemarin.

Waktu itu saya harus naik pesawat malam yang baru mendarat di airport Lamezia Terme sekitar jam 21.30. Dari situ saya harus naik kereta atau bus airport atau mobil sewaan ke Rende, tempat saya tinggal. Tapi karena saat itu adalah tanggal 17 Agustus yang masih dalam rangkaian liburan besar keagamaan disini (bukan, bukan 17 agustusan), perusahaan mobil sewaan juga ikut libur. Bus airport juga udah gak ada karena saya sampai kemaleman. Opsi yang tersisa berarti naik kereta dari stasiun Lamezia Terme sampai ke Rende. Yang saya tahu, kereta ke Rende sudah gak ada lagi jam segini, baru ada besok hari jam 7 pagi. Akhirnya saya nekat tidur di stasiun Lamezia Terme yang menurut gosip tempatnya kurang aman dan memang nyeremin. Sampai-sampai pas saya udah cari posisi yang nyaman di bangku ubin di deket rel kereta, temen saya message nyuruh saya untuk pindah nginep ke stasiun Paola, yang jaraknya 30 menit dari Lamezia Terme.

Tapi karna saya juga udah beli tiket kereta dari Lamezia untuk besok pagi dan saya ngerasa aman-aman aja disana, walaupun ternyata memang banyak bener abang-abang dari Afrika dan Bangladesh yang bawa karung besar hilir-mudik di stasiun, saya akhirnya mutusin buat nginep disana.

Berbekal bismillah, saya masuk ke ruangan tunggu buat tidur yang entah kenapa baunya kayak terasi. Ternyata di ruangan itu udah ada beberapa abang-abang besar itu yang tidur disana dan satu nenek-nenek. Nah, disana saya baru sadar ternyata saya bukan tipe orang yang bisa tidur dimana aja. Saya ngeliat sekitar, si abang-abang udah banyak yang mendengkur tidur di kursi atau di lantai dengan alas kardus. Si Nenek juga mulai tidur sampai kadang buang gas (plis deh, Nek!) di tempat tidur panjang. Nah sebelnya, kalau aja posisi tidur si Nenek rada kepinggir, mungkin saya juga bisa berbaring di tempat duduk panjang itu dan tidur, bukannya malah ngejagain si Nenek dan Abang-abang itu tidur sampai pagi. Bah!

Jam 1 pagi, saya mulai nutup buku bacaan saya dan berusaha tidur sambil duduk di bangku besi. Gak berhasil. Saya pangku backpack 10 kg saya biar kepala saya bisa saya taro diatasnya dan mungkin akhirnya saya bisa tertidur, tetep gak berhasil. Akhirnya saya baca ulang buku saya. Begitu saya ngeliat ke arah luar waiting room yang terbuat dari kaca tebel ternyata ada Bapak-bapak yang melintas dan langsung berhenti didepan ruangan. Si Bapak ngeliat ke arah saya, saya langsung pura-pura serius baca. Dari ujung mata saya ngeliat kalau si Bapak melambai-lambaikan tangannya memanggil saya. Saya tetep pura-pura gak lihat. Setelah sekitar 2 menit, si Bapak akhirnya pergi tapi dia balik lagi sekitar 5 menit kemudian dan mulai memanggil-manggil saya lagi. Hiii. Saya makin khusyuk baca doa. Karena kalau misalkan dia memang polisi, seharusnya dia langsung aja nyamperin saya kan dan bilang dengan sopan, “Mbaknya, ini ruangannya kayaknya kurang oke buat istirahat, kamu tidur di pos polisi aja.” Lah tapi ini si Bapak keukeuh ngelambai-ngelambai sambil ngerokok dan ngeliatin saya setiap 5 menit dan bolak-balik terus sampai setengah jam kedepan.

Setelah berjam-jam yang panjang banget, jam 5 pagi saya keluar dari waiting room dan langsung nyari kopi dan croissant biar gak pingsan karena saya udah beneran cape waktu itu. Habis sarapan, saya duduk di bangku marmer panjang di pinggir rel dan iseng rebahan sambil tidur-tiduran sebentar. Ternyata saya ketiduran sekitar setengah jam dan kebangun karena ada petugas kebersihan berdiri di depan saya. Yasudah akhirnya saya berusaha tetep sadar sampai akhirnya kereta api ke Rende dateng jam 7 pagi.

Hasilnya, saya tepar sampai 3 hari kemudian dan gak mood buat jalan-jalan kemana-mana setiap temen saya ngajakin ke pantai disekitar Rende. Si backpack juga baru saya unpacking seminggu kemudian haha.

Tapi walaupun udah tau kalo backpackeran pasti cape, penuh petualangan, dan kadang rada serem, dua minggu habis saya Eurotrip Agustus, saya mulai merencanakan Eurotrip September karena uang beasiswa udah turun. Hehe.

Setelah saya beli tiket pesawat dan perintilannya untuk pulang ke Indonesia tanggal 8 Oktober, saya ngitung-ngitung sisa duit dikurangin kebutuhan selama sebulan di Rende. Ternyata masih cukup buat jalan-jalan ke beberapa negara walaupun hasilnya harus super irit. Akhirnya setelah mengumpulkan semua opsi rute termurah dan cara terefisien survive selama trip, saya mutusin buat jalan-jalan ke Jerman (lagi), Denmark, dan Swedia. Dan karena saya gak suka solo trip, saya ngajak salah satu sahabat saya yang lagi sekolah di Jerman, Kiki, buat Eurotrip (irit) bareng selama seminggu.

Hasilnya?

Saya disamperin Abang-abang Romania karena dia pingin ngingetin kalau saya adalah anak yang baik, saya tidur di emperan toko di Pisa sampai menggigil kedinginan, ketemu banyak temen di Jerman dan Goteborg, akhirnya tau kalau orang-orang Scandinavia ramah banget, dan…..

Kasih tau gak ya… hahaha.

Tunggu di cerita selanjutnya ya.

Ciao.

Si Ijo Kesayangan

Si Ijo Kesayangan

(7) Eurotrip: Pisah di Barcelona

Bandara Girona, 16 Agustus 2013

Hore sampe Spanyol dengan bahagia dan aman sentosa. Kita main di Spanyol 5 hari 5 malem. Sengaja memang dilama-lamain disini karena kita pingin jalan-jalan santai dan nikmatin waktu sebelum akhirnya Niken dan Neneng (Dyah) balik lagi ke Singapur buat kerja dan saya ke Italia buat lanjut liburan lagi hahaha.

Kita bertiga jatuh cinta sama Barcelona dan cowok-cowoknya haha. Cakep-cakep bener ini mah. Dulu kalo tiap temen-temen saya nanya cowo negara mana yang menurut saya paling ganteng, saya selalu jawab cowo Jerman karena saya suka postur badannya yang tinggi besar dan raut mukanya yang tegas. Nah begitu sampe Spanyol, langsunglah mereka jadi juaranya.

Di Barcelona kita nyewa kamar di apartemen orang dari situs airbnb.com dan kita dapet fasilitas dapur, mesin cuci, ruang keluarga lengkap dengan tv flat besar, dan AC portable. Lumayan banget. Apalagi letak si apartemen cuma 3 blok dari La Sagrada Familia.

La Sagrada Familia

La Sagrada Familia

Karena seneng ada dapur, kita masak sendiri buat sarapan dan makan siangnya. Dan karena apartemennya hommy banget, kita jadi semakin santai-santai di apartemen. Bangun jam 9 pagi. Mulai sarapan jam 10 sampai jam 11 pagi eh siang. Lalu beresin meja makan dan lanjut ngobrol-ngobrol lagi sampai jam 1 siang. Lanjut makan siang (haha) sampai jam 2, dan baru deh kita siap-siap buat jalan-jalan jam 3 sorenya.

Barcelona adalah kota yang besar tapi cantik. Enak banget buat jalan-jalan santai sambil ngeliatin bangunan yang unik karya Gaudi dan penjual-penjual di La Rambla’s.

La Pedrera, salah satu karya Antonio Gaudi juga

La Pedrera, salah satu karya Antonio Gaudi juga

Museu Nacional d'Art de Catalunya

Museu Nacional d’Art de Catalunya

Placa Espanya

Placa Espanya

Las Golondrinas

Las Golondrinas

Rumahnya Antonio Gaudi

Rumahnya Antonio Gaudi

Dan hari ini kita akhirnya pisah. Niken dan Neneng akan terbang ke Zurich dan lanjut ke Singapur malem ini. Saya harus nunggu pesawat di Girona (2 jam dari Barcelona) untuk ke Bandara Lamezia, bandara terdekatnya Rende.

Senang sekali bisa ngabisin 2 minggu bareng Niken dan Neneng. Lebaran bareng, jalan kaki nyasar bareng, sampe malu bareng. Terima kasih banyak Neneng udah tabah dan sabar menghadapi saya dan Niken yang pecicilannya kelewatan dan udah dengan bahagia masakin kita sarapan dan makan siang yang enak. Terima kasih juga udah makein saya jilbab yang trendi dan gahul ala-ala anak Indonesia masa kini. Hihi.

Makasih juga buat Niken yang masih aja mau temenan sama saya walaupun sering menghela napas berat ngeliat kelakuan saya yang gak bisa diem disamping dia. Makasih udah tidur mepet-mepet sampe akhirnya saya gak sengaja nabok mukanya Niken pas balik badan. Makanya, klo memang kasurnya luas mbok ya tidurnya minggiran dikit gitu.

Intinya makasih Niken dan Neneng untuk 2 minggu yang unforgetable ini. Sampai jumpa di Indonesia atau Singapur atau negara lainnya ya.

(6) Eurotrip: Dari Venezia sampai Vatican

Roma, 12 Agustus 2013

7 hari Eurotrip dan kita udah nginep diberbagai macam tempat; hostel isi 8 orang sekamar, numpang nginep di rumah Mas-mas dan Kakek-kakek, pension, hotel beneran, sampai tenda. Memang begini hasilnya kalo peserta tripnya satu mahasiswi ngepas dan dua mbak-mbak yang bergaji.

Well, pas kita di Venezia kemarin lusa, kita nginep di tenda yang alhamdulillahnya selevel lebih bagus dibanding tenda di Cibubur. Jadi tempat ini saya yang nge-booked dengan pertimbangan harga murah pastinya dan kok kayaknya si perkemahan ini terkenal dikalangan anak muda. Jadilah jiwa anak muda saya terpanggil buat ikut-ikutan nginep disana.

Begitu kita sampai sana, beneran tempatnya kayak tempat wisata perkemahan anak muda. Sebelah kanan dari pagar utama ada kolam berenang besar dan sebelah kirinya ada supermarket semacam Sev*l Jakarta yang banyak anak-anak muda ngobrol sambil makan didepannya. Tipe penginepannya macem-macem, ada yang di karavan, rumah kayu, tenda besar, sampai tenda pramuka beneran. Dan kita nginep di tenda besar warna abu-abu yang didalemnya ada 3 tempat tidur, 1 steker, dan 1 lampu remang-remang. Untuk kamar mandi, si perkemahan nyediain kamar mandi bersama yang shower dan bilik toiletnya dipisahin, Beneran kayak lagi nginep di Cibubur haha. Tapi lumayanlah ya buat harga 11 euro permalem perorang. Bahkan si Neneng yang awalnya skeptis sama si perkemahan, “Nyanya, ini kalo tendanya rubuh gimana? Ada lampu gak di tendanya? Aman gak?” Akhirnya malah pingin ngadain pesta nikahan disana hahaha.

Tenda tempat kita nginep

Tenda tempat kita nginep

Kolam berenang

Kolam berenang

Jadi tempat wisata Venezia (yang banyak kanal-kanalnya), terpisah sama lokasi perkemahan kita. Beda pulau ceritanya, karena harga penginepan di daerah wisatanya super mahal. Setelah sekitar 30 menit naik bus yang harga tiketnya cuman 1,2 euro, kita mulai menyelusuri Venezia yang padat banget sama turis.

CIMG5231

Grand Canal

Grand Canal

Grand Canal Venezia

Grand Canal Venezia

Topeng khas Venezia

Topeng khas Venezia

Kita terus jalan masuk-masuk kedalam gang, dan alhamdulillahnya gak sengaja nemuin spot foto yang bagus tapi kosong saking banyaknya gang disana. Oiya, konon, semua rumah di Venezia punya perahu sebagai alat transportasi mereka. Bahkan mereka punya garasi untuk perahu di basement rumah mereka.

CIMG5253

Mas Gondola + penumpangnya

Mas Gondola + penumpangnya

CIMG5266

Setelah beberapa jam jalan kaki muter-muter, kita sampai ke ‘terminal’ gondola. Mulailah para Mas-mas pendayuh gondola manggil-manggil sambil muji-muji kita biar mau naik gondola mereka. Akhirnya karena tawaran lumayan oke (30 euro per orang buat 30 – 60 menit naik gondola + dinyanyiin sama si Mas supir), kita berangkat naik gondola.

Alhamdulillah banget kita dapet si Mas Supir yang gak bisa diem. Sepanjang perjalanan dia gerak terus. Kalo gak nyanyi, joged, ya cerita tentang sejarah Venezia. Pas kita papasan dengan gondola lain, kita ngeliat Mas supirnya diem anteng dan tampang penumpangnya bosen. Beda banget sama gondola kita yang kalo gak teriak kesereman karna si Mas supir sok-sokan mau jeburin kita ke kanal, atau kita lagi nyanyi bareng sama si Mas. Haha.

Si Mas Supir Gondola yang gak bisa diem

Si Mas Supir Gondola yang gak bisa diem

Grand Canal. Disini selain ada gondola, juga ada water taxi dan water bus

Grand Canal. Disini selain ada gondola, juga ada water taxi, dan bus taxi.

CIMG5436

Setelah puas jalan-jalan, kita naik kereta ke Roma dan sampai disini sekitar jam 11 malem. Check in hotel, lalu kegirangan karena akhirnya ketemu AC, kasur empuk, dan kamar mandi bagus.

Roma adalah kota yang (menurut saya) berantakan, tua, tapi cantik. Apalagi ketika saya berdiri di salah satu jalanan yang entah apa namanya di deket Colosseo, seperti mendadak kelempar ke abad pertengahan. Karena dijalanan tersebut ada beberapa bangunan abad Romawi seperti Altare della Patria.

Piazza di Spagna

Piazza di Spagna

Piazza Garibaldi

Piazza Garibaldi

Colosseo

Colosseo

Colosseo tampak luar

Colosseo tampak luar

CIMG5591

Altare della Patria

Altare della Patria

Fontana di Trevi

Fontana di Trevi

Sorenya kita main ke Fontana di Trevi dan lempar-lempar koin disana. Nah ternyata ada beberapa mitos tentang tradisi lempar koin ini. Pas ngelempar koin kita harus memegang koin dengan tangan kanan dan si koin dilempar ke belakang lewat bahu kiri. Katanya, kalau si koin sukses mendarat ke kolam, berarti kita akan balik lagi ke Roma suatu saat nanti. Ada juga yang bilang kalau kita harus ngelempar 3 koin, karena 2 koin mengartikan kalau kita akan menemukan kisah cinta (hayah!) di Roma dan 1 koin lagi melambangkan pernikahan. Nah, saya cuman ngelempar 1 koin, huhu. Semoga saya bisa balik lagi ke Italia suatu saat nanti. Btw, koin-koin dikolam ini akan digunakan untuk membelikan makanan bagi orang-orang yang membutuhkan di Roma.

Nah tadi pagi kita jalan-jalan ke Vatican dan masuk ke museumnya yang ngantri masuknya lebih dari sejam. Musium Vatican ini adalah kompleks musium terbesar di dunia dengan 1400 ruangan. Pas kita masuk satu ruangan ke ruangan lainnya, kita seperti diceritain tentang sejarah agama Kristiani dan Italia sendiri.

Salah satu bagian langit-langit Musei Vaticani

Salah satu bagian langit-langit Musei Vaticani

Vatican City

Vatican City

Okeh sekarang kita bertiga udah di Bandara Ciampino karena sebentar lagi kita akan naik pesawat menuju Barcelona.

Ciao!

(5) Eurotrip: Pertamanya Praha

Praha, 9 Agustus 2013

Kita sampai Praha tanggal 7 Agustus sore dan di kota inilah kita mengalami pertamanya kita.
Pertama kali kita lebaran di KBRI, pertama kalinya Neneng (Dyah) ngelakuin hal yang ngebuat dia malu dan kita ketawa ngakak, pertama kalinya Niken minum dari sesuatu yang ngebuat dia nyesel (yang pastinya bakal) seumur hidup yang ngebuat saya dan Neneng ketawa ngakak dengan teganya, dan pertama kalinya saya ngelakuin hal yang memang udah pingin saya lakuin bertahun-tahun lalu. Semuanya gak akan saya ceritain disini karena biarlah ya semuanya jadi rahasia kita bertiga hahaha. Kecuali bagian lebaran di KBRI.

Tahun lalu saya lebaran bareng keluarga au pair di jalan tol Prancis – Luxembourg – Belanda. Sedih, sendirian, dan sedih lah intinya karena itu pertama kalinya saya ngerasa jauuuh banget dari semua orang yang saya sayang. Tapi tahun ini alhamdulillah saya bisa lebaran bareng Niken dan Neneng, dan makan makanan lebaran kumplit di KBRI. Ah bahagianya…

Nah, kita bertiga selama trip memang kebiasaan ngomentarin sesuatu atau seseorang pake bahasa Indonesia, karena toh kita kan lagi di Eropa, siapa juga yang ngerti bahasa Indo kecuali orang Indonesia sendiri. Disinilah akhirnya kita kena batunya hahaha.

Tanggal 8 Agustus kita udah bangun dari jam 5 pagi untuk siap-siap pake jilbab dan dandan rapi jali ke KBRI. Hari itu Niken dan Neneng juga pake jilbab untuk menyambut lebaran. Sungguh Masya Allah sekali lah hari itu. Setelah sekitar 30 menit naik trem, akhirnya kita sampai di Praha 5, distrik tempatnya KBRI. Kita akhirnya nanya ke beberapa orang karena memang tempatnya si KBRI gak deket sama jalan raya. Semua orang yang kita tanya itu selalu bilang, “Oh, istana putih itu ya?”
Heh? Istana?

Yasudah akhirnya kita jalan kesana sambil ngos-ngosan karna jalannya nanjaknya heboh, dan begitu sampe gerbang gede, woooh ini KBRInya kok kayak istana. Gede bener. Pantes orang-orang Praha nyebutnya istana putih.
Sama kayak semua kedutaan, pager KBRI juga punya banyak tombol. Saya, Niken, dan Neneng bingung ngeliat tombol-tombolnya.
Niken: pencet yang mana nih?
Neneng: yang itu kali.
Saya: bukannya yang itu?

Tiba-tiba ada telunjuk dari arah belakang kita yang mencet salah satu tombol. Pager kebuka dan si pemilik telunjuk, yang ternyata Mas-mas berpeci bersarung, buru-buru masuk ke dalem halaman KBRI.
Saya dan Niken mulai heboh.
Niken: Neng, kayaknya dia jodoh kamu deh..
Saya: iya Neng. Beuh, alimnya.. Cocok Neng.
Niken: demi membangun keluarga sakinah, mawadah, warahmah.
Neneng: ih apa sih
Nyanya: liat aja cara jalannya, cekatan.
Pas kita lagi heboh ngomong itu, jarak kita dan Mas-masnya cuman sekitar 3 meter.
Niken: eh, Masnya orang Indonesia bukannya? *mulai bisik-bisik*
Saya: *telen ludah* kedengeran gak ya?
Kedengeran kayaknya. Karena pas kita lagi makan-makan, Neneng beberapa kali ngegepin si Mas lagi ngeliat ke arah dia. Hahahaha. Ampun, Neng.

Di KBRI kita kenalan sama Mega, salah satu staf disana, dan dia berbaik hati mau jadi guide kita. Yey!

Shalat Ied di KBRI Praha

Shalat Ied di KBRI Praha

I miss you, foods..

I miss you, foods..

Praha itu bagi saya kota tua yang mistis romantis. Bener-bener keliatan tua, apalagi karna kita baru aja dateng dari Swiss dan Austria, dua negara yang emang maju di Eropa. Tapi Praha gak kumuh atau berantakan, cuman tua aja. Tapi cantik.

Galeri Meong

Galeri Meong

CIMG5009

Masnya, diem aja..

Masnya, diem aja..

St. Vitus Cathedral

St. Vitus Cathedral

CIMG5047

 St. Nicholas Church


St. Nicholas Church

Roti tradisional Czech yang enak banget gak boong.

Roti tradisional Czech yang enak banget gak boong.

Salah satu main attraction Praha adalah Charles Bridge, jembatan tua di atas sungai Vltava yang selesai dibangun di abad 15. Karena jembatan ini sangat terkenal, semua orang tumpah ruah rame banget di jembatan itu. Saya seharusnya dan biasanya bakal pusing dan gak betah ngeliat orang sebanyak itu. Tapi anehnya, karena pemandangannya sangat bagus, depan dan belakang kastil menjulang, ditambah banyak patung tinggi di pinggir jembatan, saya bahagia jalan di jembatan yang panjangnya 621 meter itu.

 Lesser Town Bridge Tower


Lesser Town Bridge Tower

CIMG5125

Disana ada salah satu patung bergambar anjing yang katanya sih kalo kita elus kita akan balik lagi ke Praha. Langsung saya, Neneng, dan Niken elus-elus si gambar . Kali aja kan balik lagi nanti kita ke Praha haha.

Elus-elus gambar anjing

Elus-elus gambar anjing

Habis nyebrangin jembatan Charles, kita sampe di kota tuanya. Bayangin aja, Prahanya aja udah tua, tapi masih ada kota tuanya hahaha. Disitu ada jam besar yang namanya Prague Astronomical Clock (Prague Orloj), tapi orang-orang Indonesia yang tinggal di Praha nyebutnya Jam Bego. Si Jam Bego ini selalu bunyi setiap jam dan setiap si jam bunyi itulah semua turis ngumpul didepan jam karena katanya akan ada sesuatu yang keluar dari si jam yang dibangun di abad 14 itu. Karena penasaran, kita ikutan nungguin si jam, desek-desekan sama turis lain. Akhirnya jam 6 teng si jam bunyi. Dan apa yang terjadi? Banyak patung atau sejenis itu keluar dari si jam. Ada orang yang lagi megang cermin, orang yang megang kantong emas, tengkorak hidup, dan orang megang sejenis gitar. Terus udah, selese atraksinya.

Saya: ini udahan gitu doang?
Mega (staff KBRI): lah iya gitu doang. Sampe bego kan nungguinnya? Makanya kenapa kita nyebutnya jam bego.
Hahaha.

CIMG5150

Astronomical Clock a.k.a Jam Bego

Astronomical Clock a.k.a Jam Bego

 Petrin Hill, Eiffelnya Praha


Petrin Hill, Eiffelnya Praha

Praha adalah kota yang murah, apalagi karena kursnya memang dibawah euro. 1 euro = 25 CZK (Czech Krone). Dan yang ngebuat saya makin seneng adalah karena akhirnya saya makan di K*C setelah 2 taun lamanya. Dan harganya juga murah, sekitar 9 euro kita dapet 1 ember sayap ayam dan cokes. Bahagia! *pelukan sama abang-abang penjual kaepci*
Baiklah sekarang kita lagi ada di bus bandara ke Vaclavel Havel Airport karna kita mau pindah negara ke Italia.
Ahoj!

Cantiknya Calabria

Gak cuman Roma, Milan, Venice, atau Florence tempat-tempat cantik di Italia. Kalau kamu mau turun sedikit ke daerah Selatan, banyak sekali tempat yang bener-bener cantik dan wajib kunjung.

Sebenernya saya dari kemarin berusaha re-blog dari situs PPI Italia, tapi entah kenapa re-blognya gagal terus. Haha. Maaf ya..

Ini link salah satu postingan PPI Italia mengenai Calabria:

http://ppiitalia.org/info-kota/calabria/

Enjoy :)

(4) Eurotrip: Salzburg yang……

Rumah Kakek Hans di Freilassing (Jerman), 7 Agustus 2013
03.03 CEST

Ini mah namanya gak bisa tidur karena kepanasan, padahal diluar angin lagi berhembus kenceng. Kata Kakek Hans, tadi malem suhu diluar sekitar 18 derajat tapi didalem ruangan 25 derajat. Pantes gerah. Ditambah diruangan ini tergeletak 3 manusia yang lagi tidur dan 1 manusia yang kebangun karena kegerahan.

Jadi ini adalah malem pertama kita nginep di rumah Kakek Hans di Freilassing, Jerman, kota yang berbatasan dengan Salzburg (Austria). Udah dari kemarin pagi, subuh deng, kita sampai di stasiun central Salzburg sambil cengar-cengir dan bolak-balik ngotak-ngatik mesin beli tiket kereta. Stasiunnya cukup besar tapi karena lagi ada renovasi, sebagian bangunannya keliatan berantakan. Dan dibagian stasiun yang ada pertokoannya, banyak backpacker tidur menggunakan sleeping bed, sendirian, berdua, atau bergerombol dengan temen-temennya.

Didepan toilet stasiun Salzburg

Didepan toilet stasiun Salzburg

Kita naik kereta jam 5 kurang, dan 8 menit kemudian kita sampai di stasiun Freilassing dan Kakek Hans ternyata udah siap siaga jemput kita disana.

Jadi untuk di Austria – Jerman ini kita nginep di tempatnya Kakek Hans, temen kita dari Couch Surfing. Kakek Hans ini adalah seorang petualang sejati. Dia udah ke banyak negara dan biasanya tripnya itu adalah jenis trip dengan tujuan “mengenal penduduk asli secara dekat”. Dia pernah ke salah satu negara di Afrika dan tidur bareng satu keluarga besar disana dirumah mereka yang masih terbuat dari batu. Dia pernah juga kesalah satu negara Afrika yang banyak orang Islam-nya dan tinggal di rumah saudagar minyak yang, katanya, rumahnya besar banget. Karena dia selalu dibantu orang lain ketika trip dan disediakan tempat untuk menginap, jadilah dia mengajak saya, Niken, dan Dyah untuk tinggal di rumahnya selama kita trip ke Salzburg.

Salzburg itu.. bagaimana ya.. salah satu kota yang sangat salah dalam bayangan saya. Ekspektasi saya terlalu tinggi untuk kota yang terkenal sama film Sound of Music dan Mozart ini. Jadi, Salzburg adalah kota yang kecil, kita kemarin ngelilingin Salzburg dengan jalan kaki. Main attractionnya ada beberapa di dalam kota dan adalagi yang diluar kota. Sayangnya, yang bagus-bagus adanya diluar kota, seperti Eisriesenwelt (goa es terbesar di dunia) dan tur lembah tempat shooting Sound of Music. Dan kita cuma punya sehari untuk main di Salzburg, jadilah kita hanya jalan-jalan di dalam kotanya.

List wajib kunjungnya Kakek Hans:

1. Mirabel Garden
Salah satu tempat yang kata Kakek Hans wajib kunjung karena tamannya besar dan cantik. Dan di taman ini ada gereja yang banyak di booking orang-orang dari berbagai negara untuk menikah.
“Kalo kamu pingin menikah disana, harus booking setahun sebelumnya. Tapi cari calonnya dulu ya jangan lupa.. haha..”

Bahkan tanpa kita kasih tau, Kakek Hans tau kita jomblo. Ihik.

Mirabel Garden. Eh ada yang lagi pre-wed

Mirabel Garden. Eh ada yang lagi pre-wed

Mirabel Garden

Mirabel Garden

Berduaan di Mirabel Garden

Berduaan di Mirabel Garden

Becaknya Austria

Becaknya Austria

2. Jalan-jalan di Altstadt (Kota Tua)

Disana banyak pertokoan yang modern tapi dengan bangunan yang klasik. Nah lucunya, kadang kita nemuin gang kecil panjang yang berujung ke restoran dan toko bunga yang super cantik. Lucu, kayak nemuin tempat di dimensi lain.
Kalo jalan-jalan di Salzburg, jangan aneh kalo semua pernak-perniknya berbentuk note musik. Karena Mozart memang lahir disini. Kalo mau cari tau tentang Mozart, ada banyak museum tentang dia sampai ada juga rumahnya. Tapi bayar masuknya, jadi kita skip deh.
Nah disekitaran Kota Tua ini ada jembatan Salzach River. Dan seperti kebanyakan jembatan-jembatan di Eropa lainnya, jembatan ini juga banyak gembok cinta yang dipasang dipagarnya. Tapi masalahnya, ini jembatannya cupu banget haha. Gak besar dan bagus kayak jembatan-jembatan bergembok cinta lainnya di, misalkan, Frankfurt dan Koln (Jerman).

Ruangan di ujung gang

Ruangan di ujung gang

Altstadt (Kota Tua)

Altstadt (Kota Tua)

Altstadt (Kota Tua)

Altstadt (Kota Tua)

Gembok Cinta. Taken by Niken

3. Hohensalzburg Castle

Kastil besar di puncak gunung Festungsberg. Kata Kakek Hans, kalo mau ke kastilnya, kita lebih baik jalan kaki aja daripada naik trem dan harus bayar beberapa euro. Tapi pas kita ngeliat kepuncak gunung, kita langsung kibar bendera putih hahaha. Alesannya sih karena memang kemarin panas banget dan kita lagi berusaha buat menunaikan puasa 19 jam. Ada beberapa museum dan toko suvenir di kastil. Dan dari halamannya kita bisa ngeliat seluruh kota Salzburg.

Hohensalzburg Castle dipuncak gunung

Hohensalzburg Castle dipuncak gunung

Kota Salzburg dari Hohensalzburg Castle

Kota Salzburg dari Hohensalzburg Castle

Jam 5 sore kita bertiga udah lemah tak berdaya dan akhirnya kita memutuskan buat pelan-pelan jalan balik ke stasiun Salzburg buat naik kereta ke Freilassing. Pas udah sampe stasiun Salzburg, kita udah sama-sama kehabisan tenaga buat ngobrol. Entah kenapa jalan-jalan kemarin benar-benar menguras tenaga saya. Memanglah perpaduan puasa 19 jam dan jalan kaki keliling kota di suhu 30 derajatnya Eropa bener-bener sangat gak dianjurkan buat dilakuin.

Setelah 20 menit nunggu dan bingung dengan peron kereta api yang benar untuk menuju Frelaissing, tiba-tiba ada kereta cepat masuk kedalam peron tempat kita nunggu kereta. Tapi anehnya, ada tulisan ‘dilarang masuk’ di kereta itu.
Niken: apa bukan itu ya keretanya?
Saya: mmm.. kayaknya bukan deh, soalnya ada tulisan gak boleh masuknya..
Dyah: eh tapi ini udah dua menit sebelum schedule kereta kita, dan ini kan relnya. Eh, kita nunggu di peron yang bener gak sih?

Buru-buru kita ngecek schedule lagi.

Tiba-tiba:
Niken: eh itu keretanya! *Niken nunjuk kereta lain yang udah ancang-ancang mau berangkat*

Langsung saya lari ke kereta itu tanpa ngecek-ngecek lagi. Niken dan Dyah ikutan lari di belakang saya. Kereta udah hampir jalan tapi ngeliat kita lari-lari ke arah si kereta sambil ngelambai-lambaiin tangan, Pak Masinis akhirnya berhenti lagi.

Ngos-ngosan kita masuk ke dalam kereta dan nyari tempat duduk.

Saya: wah alhamdulillah ya.. pas ini mah kita nyampe rumah Kakek Hans. Dia katanya mau masakin kita makanan buka puasa kan.

15 menit kemudian..

Niken: kita kok gak nyampe-nyampe ya
Dyah: coba cek map relnya.
Saya: *ngecek map*telen ludah* kita salah naik kereta kayaknya hehe
Niken: Nyanyaaaa!
Saya: lah tadi lo yang bilang “Itu keretanya!” makanya gw langsung termotivasi buat lari ke kereta ini.

Akhirnya 20 menit kemudian kita turun di kota antah-berantah. Sepi. Stasiunnya cuma kayak pos siskamling di Bekasi.

Nyasar kesini

Nyasar disini

Mweee. Kita nyasar

Sekitar 20 menit kita nunggu kereta yang bener buat balik lagi ke stasiun Salzburg buat naik kereta yang tepat dan sebenar-benarnya ke Freilassing. Nah, dari stasiun Freilassing ke rumah Kakek Hans, kita harus jalan sekitar 30 menit.

Kakek: kalian kok lama banget nyampe rumah?
Kita: iya tadi salah nyari kereta bla bla bla
Kakek: seharusnya kalian nyampe 20 menit yang lalu dong, kan jalan dari stasiun ke rumah cuman 10 menit.
Kita: 30 menit buat kita hehe
Kakek: ah masa’. 10.
Kita: iya kan jalannya sambil ngobrol.
Kakek: 15 menitlah kalo sambil ngobrol
Kita: ngobrol dan nikmatin pemandangan jadinya 30 menit hehe.
Kakek: *menatap kita dengan putus asa*
Yah, Kek, Kakek kan tinggi, kakinya panjang, pantes aja jalannya cepet.

Kakek Hans ternyata udah masakin kita pasta + sosis kalkun + desert buah yang super enak dan ngebuat perut kita mendadak penuh sampai susah napas karena si Kakek setiap ngeliat kita berhenti makan selalu ngomong dengan muka datar, “Why don’t you eat it? Eat again.”

Di rumah Kakek Hans inilah pertama kalinya Dyah ditolak mentah-mentah sama Kakek-kakek. Jadi dia udah ngebeliin Kakek Hans seiket bunga di Kota Tua karena kayaknya sang Kakek suka sama bunga. Pas udah sampe rumah Kakek, Dyah alias Neneng langsung ngasih bunga itu ke Kakek.
Neneng: kita tadi ngebeliin sesuatu buat Kakek
Kakek: no no no *dengan nada suara datar*
Neneng: *sambil senyum seneng* kita beliin bunga.
Kakek: no no no *masih pake suara dan masang suara datar*
Neneng: tapi kita beli ini buat Kakek.
*kakek masih ber-no no sambil jalan menjauh dari Neneng*
Kakek: no no. I’m no woman. Man shouldn’t receive a flower.
Neneng: *mulai melas* tapi kita kira Kakek suka bunga..
Kakek: *ngeliatin Neneng* oke. But I’m no woman.
Hahahaha. Akhirnya si bunga di masukin ke vas dan dipajang sama Kakek di ruang keluarganya.

Dirumah Kakek selain kita ada satu perempuan dari China yang lagi solo trip selama 3 bulan di Eropa. Namanya Celine. Akhirnya setelah makan kita semua ngobrol macem-macem. Mulai dari bahasan agama, sampai tentang petualangannya Kakek Hans.

Dan hari ini jam 9 pagi kita bakal pamitan sama Kakek Hans dan Celine, karena kita akan lanjut ke Praha. Pertama kita akan naik kereta ke Munchen, habis itu akan lanjut ke Praha naik bus. Ah bahagianya. Akhirnya untuk pertama kalinya kita akan tidur di tempat yang bagus dan privat, kamar cuman untuk kita bertiga.

Okeh, sekarang saatnya saur untuk puasa hari terakhir.

Tschüss!

(3) Eurotrip: Swiss, dari Sungai ke Gunung

Kereta api jurusan Zurich – Salzburg, 6 Agustus 2013 00.45 CEST

Kayaknya ini adalah salah satu tempat terekstrim buat nulis blog. Karena kereta apinya goyang-goyang, saya gak bisa duduk karena bakal kepentok kasurnya Niken jadi harus nulis sambil berbaring, dan gelap karena lampu di compartemen udah dimatiin biar orang-orang disini bisa tidur.

Anyway, sejak tanggal 4 sampai kemarin malem kita main di Swiss. Tepatnya di Zurich, Luzern, dan gunung Pilatus. Dan menurut saya Swiss adalah negara yang cantik, modern, rapi, bersih, dan gak berpolusi. Mirip-miriplah kayak kebanyakan negara di Eropa.

Flashback sedikit ke tanggal 4 di pagi hari pas saya naik kereta api dari Milan ke Zurich. Itu adalah kali pertama saya naik kereta antar negara. Keretanya cakep, ada tempat buat ngecas handphone pula haha. Nah saya kira perjalanan waktu itu bakal sama aja kayak pas saya dari Rende ke Milan; ngebosenin. Jadilah saya langsung ketiduran di kereta. Tapi 1,5 jam kemudian setelah kepala saya kepentok-pentok ke jendela, saya kebangun dan langsung ber “woooh!” pas ngeliat keluar jendela. Pemandangannya super mutakhir.

Di sebelah kanan kaya ada lembah hijau yang rumputnya bener-bener rapih dan ditengah-tengahnya ada 1 sampai 2 rumah berbendera Swiss yang dindingnya kayu warna-warni. Sedangkan pemandangan di jendela sebelah kiri adalah danau biru yang luas dengan kapal-kapal putih parkir dipinggir danau. Begitu terus pemandangan yang saya liat. Jadilah saya sibuk ber-“Widih!”, “Masya Allah..”, “Ckckckck!”, sampe berdoa semoga anak saya suatu hari nanti bisa ngeliat apa yang saya liat ini.

Gak sempet ambil foto saking kagumnya sama pemandangannya. (This pic is taken from travelsupermarket.com)

Saya sampai stasiun Zurich jam 10.55, sesuai dengan jadwal yang ada di tiket dan langsung ketemuan sama Niken dan Dyah di Stasiun Central Zurich yang ternyata kalah megah dibandingin Milan. Btw, saya seneng banget jalan-jalan sama Dyah dan Niken, karena mereka gak buta arah dan bisa baca peta. Ya ampun terharu..

Di Zurich

Setelah ngecek-ngecek peta sebentar, kita mutusin buat jalan kaki ngelilingin Zurich. Hari itu adalah hari Minggu, jadi nyaris semua toko tutup kecuali tempat makan. Jadi, orang-orang Eropa nampaknya sangat menghargai makna hari Minggu sebagai hari bersantai keluarga. Makanya toko-toko banyak yang libur dan jadwal bus biasanya jadi lebih jarang dibandingin hari lainnya.

Pas kita jalan itu kita ngeliat hal yang rada unik. Jadi orang-orang yang makan di teras restoran duduk menghadap arah yang sama, yaitu jalan raya. Semua orang di semua tempat makan kompak kayak gitu, gak ada yang duduk hadap-hadapan sama temennya. Sampe-sampe saya, Niken, dan Dyah ikut-ikutan berhenti sebentar dan ngeliatin jalan raya. Hahaha.

Kita jalan terus sampe ngelewatin sungai Limat yang ternyata ujungnya danau Zurich.  Dari pinggir danau itu kita bisa ngeliat Fraumunster (gereja beratap hijau yang tinggi), St. Patrick (gereja dengan jam terbesar di Eropa), dan rumah-rumah diseberang danau. Tapi karena ngeliatnya dari jarak jauh, semuanya jadi kecil-kecil.

Danau Zurich

Danau Zurich

Di tepi danau kita ngeliat jam bunga yang gede yang katanya dibangun 1985 dan dekorasi bunganya berubah-ubah tergantung season. Nah, jalan lagi sedikit akhirnya kita ketemu sama tempat orang-orang (Indonesia) biasanya foto kalau lagi main ke Zurich: Seebad Enge yang ada air mancur di tengah danau, sedangkan di pinggir danaunya banyak orang yang sun bathing dan berenang.

Jam bunga

Jam bunga

Air mancur di tengah danau

Air mancur di tengah danau

Karena hari itu panas banget dan kita puasa, jadilah kita akhirnya merumput, alias main di rumput. Selonjoran, foto-foto, sambil make over jilbab saya dengan gaya gahul anak-anak Indonesia jaman sekarang.

Di Luzern

Sorenya kita naik kereta 30 menit ke Luzern. Kita milih untuk nginep di Luzern karena biaya hidup disana lebih manusiawi ketimbang di Zurich dan juga Luzern lebih cantik dan desa dibandingin Zurich. Di Luzern ini kita nginep di rumah Markus, temen dari CouchSurfing yang berbaik hati mengiyakan permintaan saya buat nginep semalam dirumahnya. Markus pernah ke Indonesia beberapa tahun yang lalu sambil ngelakuin trip dengan sepeda dari Singapore, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Cambodia.

Setelah prosesi penghadiahan bumbu makanan Indonesia ke Markus

Setelah prosesi penghadiahan bumbu makanan Indonesia ke Markus

Luzern adalah kota kecil yang memang terkenal banget sama kecantikan danaunya. Karena memang lagi liburan summer, nyaris semua orang yang kita temuin disana adalah turis.. Turis China dan Jepang. Untung gak ketemu turis Indonesia haha.

KappelBrucke dan Sungai Reuss

KappelBrucke dan Sungai Reuss

Pedestrian di Luzern

Pedestrian di Luzern

Nah karena Niken dan Dyah pingin ngeliat gunung bersalju yang sayangnya adanya di Alpen, jadilah kita naik gunung.

Di Gunung Pilatus

Gunung Pilatus adalah tempat yang super wajib fardhu ain buat dikunjungin kalo kamu main ke Luzern, karena kita bisa ngeliat lembah di Swiss yang super indah yang bercampur dengan batu-batu putih, dan bahkan kita bisa melihat bagian dari gunung Alpen dari puncak Pilatus ini. Untuk ke Pilatus, kita beli tiket return-nya di information centre di Salzburg main station. Harganya kalo gak salah sekitar 70 CHF untuk 3 orang dan kita bisa milih cara ke puncak Pilatus-nya. Bisa naik kereta api lalu lanjut cogwheel atau naik bus lalu lanjut naik kereta gantung. Kita milih naik kereta api dan cogwheel yang bentuknya semacam trem buat naik ke puncak, dan turun naik kereta gantung lanjut bus.

Cogwheel gunung Pilatus

Cogwheel gunung Pilatus

Kereta gantung gunung Pilatus

Kereta gantung gunung Pilatus

Pas mendaki gunung Pilatus

Pas mendaki gunung Pilatus

Pemandangan dari puncak gunung Pilatus

Pemandangan dari puncak gunung Pilatus

Restoran di gunung Pilatus

Restoran di gunung Pilatus

Habis turun dari Pilatus kita duduk-duduk di tepi danau Luzern sambil makan gelato super besar. Jam 6 sore kita balik lagi ke stasiun Luzern untuk naik kereta ke Zurich karena kita akan lanjut naik kereta malam ke Salzburg. Nah ini pertama kalinya saya naik kereta malam yang beneran ada tempat tidurnya.Awalnya pas saya googling gambar si kereta, keliatannya ruangan compartemennya luas. Jadilah saya semangat banget naik kereta ini. Pas kita sampe ke dalem kereta dan ngeliat compartemennya, eh kok kecil.. hahaha.

Ada 2 kasur tingkat 2 dan meja kecil ditengah dua kasur itu. Saya, Niken, dan Dyah sampe harus satu-satu jalan kedalam kamar buat ngatur koper dan backpack. Pas kita udah settle dengan posisi barang-barang, tiba-tiba ada cowo yang buka kamar kita. Dia kaget ngeliat kita, kita juga ikutan kaget karena kita gak mesen kamar mix. Setelah saya cek lagi ternyata kita salah compartemen. Jadilah kita geret-geret barang-barang kita ke compartemen yang lain. Pas kita buka pintunya… jreng.. kasurnya tingkat tiga. Hahaha. Karena harganya lebihmurah’, kita dapet kamar yang lebih mini. Didalem kamar ini udah ada 6 botol air mineral dan 2 colokan untuk ngecas barang elektronik. Pas Bapak petugas kereta dateng untuk ngecek tiket, dia nanya kita mau sarapan apa. Wih, alhamdulillah banget dapet makanan saur. Ternyata pilihannya cuman mau minum kopi atau teh, sedangkan sarapannya roti dan beberapa selai. Alhamdulillah yang penting ada.

Dyah dan si kompartemen tempat tidur tingkat 3

Dyah dan si kompartemen tempat tidur tingkat 3

Yasudah disinilah saya sekarang, ngetik cerita ini di hape sambil goyang-goyang karena goncangan kereta api. Ternyata rasanya aneh tidur terlentang di kereta yah.. Oiya, beberapa tips buat kamu yang mau ke swiss:

1. Transportasi ke Swiss dan dari Swiss tuh mahal jadi lebih baik cek harga tiket kereta (kalo mau naik kereta) di sbb.ch sekitar 90 hari sampai 14 hari sebelum keberangkatan. Dan ngeceknya dibagian Super Saver karena harganya diskon 50-70%.

2. Kalo mau irit di Zurich, lebih baik bawa makanan sendiri, jangan keseringan jajan. Kalo gak kamu akan bangkrut dengan cepet.

3. Kalo mau jalan-jalan ke tempat yang ‘beda’, misalkan kayak Gunung Pilatus, lebih baik cari tau info harganya di information centre di stasiun kereta api. Karena harga tiketnya lebih murah dibandingin kalo kamu pake paket trip dari agency perjalanan.

Baiklah, saya mau coba tidur dulu karena kita akan sampai di Salzburg jam 4 pagi dan bakal lanjut jalan-jalan habis itu. Ciao!

(2) Eurotrip: Milan 1 Hari

Stasiun kereta api Milano Centrale, 4 Agustus 2013
06.30 CEST

Pagi-pagi buta udah ngeliatin orang-orang hilir mudik di stasiun Milan, salah satu stasiun kereta terbesar di Italy. Pertama kali saya masuk stasiun ini, langsung noraknya keluar, karena bagus banget dan mewah. Adek saya, Nikmal, yang saya kirimin foto si stasiun langsung komen, “bagus bener ini sih. Lebih bagus dari bandara pesawat di Indo, Kak.” Hahaha.

Jadi pagi ini saya akan naik kereta api ke Zurich untuk ketemu Niken setelah 2 tahun kita LDR-an dan ketemu Dyah pertama kali. Dan selanjutnya kita bakal eurotrip selama 2 minggu. Yeyy!

Stasiun Milan Centrale

Stasiun Milan Centrale

Stasiun Milan Centrale

Saya berangkat dari Rende tanggal 2 Agustus malem. Buru-buru ngejar kereta seperti biasa sambil ngegendong tas 10 kg dan nenteng bekel sahur dari Edith.

Untuk bisa sampe ke Milan, saya harus naik kereta dari stasiun Castiglione Cosentino ke stasiun Paola, baru dari situ naik kereta 15 jam, saya ulangin lagi LIMA BELAS JAM, ke Milan.

Jadi ini kereta malemnya Italy yang murah. Gak ada tempat tidur tapi tempat duduknya dibagi per-compartemen. Nah saya selalu deg-degan kalau naik kereta ber-compartemen. Bukan karena takut seruangan sama orang jahat, tapi deg-degan kali aja seruangan sama yang ganteng. Hahaha.

Sambil sibuk bilang, “maaf ya..” ke orang-orang di lorong kereta api yang gak sengaja kesenggol backpack saya yang super gede, saya nyari compartemen nomor 63. Pas akhirnya udah ketemu si nomor compartemen dan saya dorong pintunya, saya langung bolak-balik ngeliat orang-orang secompartemen yang isinya 6 orang dan nomor compartemen di depan pintu, karena semua tempat duduk udah keisi.

Saya: Maaf, ini compartemen nomor 63 kan?
Nenek-nenek: Kayaknya bukan deh.. compartemen kamu diujung sana..
Saya nyocokin ulang nomor compartemen yang ada di tiket dan di pintu. Sama kok 63. Tapi biar keliatan sopan didepan sang nenek, saya pura-pura nyari nomor 63 yang lain sebelum akhirnya saya balik ke compartemen saya yang sebenernya.

Saya: Maaf, Nek, kayaknya ini deh compartemen saya..
Nenek: *nengok ke cowok disebelahnya yang mirip Bradley Cooper* Maaf ya Mas, kayaknya kamu salah compartemen, kamu duduk di bangku si Mbak ini soalnya..

Akhirnya saya dapet tempat duduk dan seruangan sama kakek-kakek dan nenek-nenek, dan harus dadahan sama mas Bradley yang kemudian tidur di lorong kereta api.

Compartemen di kereta api dan tas hijau kesayangan saya

Compartemen di kereta api dan tas hijau kesayangan saya

Setelah tidur-bangun selama 15 jam di kereta, akhirnya sampe di Milan jam 14.35. Dan tiba saatnya saya nyari alamat hostel saya disana. Nah, saya kan buta arah ya.. jadinya kegiatan nyari alamat jadi kegiatan yang super horor. Saya ngabisin sejam di stasiun kereta yang gabung sama stasiun Metro untuk nyari dan nanya cara ke alamat si hostel. Setelah akhirnya nanya ke banyak orang, saya naik metro dan turun di entah dimana. Glek.

Saya ngeliat sekeliling, gak ada polisi, yang ada cuman bapak-bapak yang berdiri didepan toko kelontong yang tutup sambil megang novel. Saya akhirnya nanya arah ke dia. Dan ternyata dia dari Prancis dan gak bisa ngomong bahasa Inggris atau Italia. Jadilah kita ngobrol pake gerakan tangan. Hahaha. Si Bapak nunjuk-nunjuk trem yang baru aja berhenti di jalan seberang dengan semangat sambil ngangguk-ngangguk. Saya lari ke trem dan duduk disana, daaan kemudian bingung lagi. Ini saya harus turun dimanaaaa?

Dilema si buta arah.

Saya akhirnya nyolek Mas-mas China disamping saya, karena keliatannya dia bukan turis dan memang tinggal di daerah ini. Untungnya dia memang turun di tempat yang sama dengan saya. Kami pun turun di perempatan dan si Mas China langsung ngeloyor pergi. Saya bingung. Lagi.

Akhirnya sambil sok-sokan baca peta (ohiya, saya punya peta Milan, gak ngerti bacanya aja hahaha) dan muterin si peta sampe 360 derajat, saya ikutin petunjuk jalannya. Ternyata butuh sejam lebih buat nemuin si hostel setelah nanya ke lebih dari 10 orang dibawah sinar matahari yang super gress.

Stasin Milano Porta Garibaldi

Stasin Milano Porta Garibaldi

Stasin Milano Porta Garibaldi

Stasin Milano Porta Garibaldi

Kata Rika, temen saya, orang-orang di hostel pasti ramah karena mereka semua backpacker jadi udah paham lah susah-susahnya kita. Dan ternyata bener. Asal ketemu atau papasan sama orang-orang di hostel, mereka otomomatis bilang “Hai!”.

Saya nyewa kamar mix dengan 7 kasur karena mau ngirit dan lagipula besok paginya saya akan keluar dari hostel jam 6 pagi. Serunya, ini adalah kali pertama saya nginep di hostel. Jadilah saya baca-baca doa semoga kamarnya kosong. Eh beneran dong kosong haha.

Setelah bersih-bersih dan ngecas hape, saya jalan-jalan ke Duomo di Milano (Cathedral of Milan) yang ternyata duomo terbesar di Italy dan nomor 5 diseluruh dunia.

Duomo Milan

Burung-burung didepan Duomo

Sedikit tips buat kamu yang mau jalan-jalan ke daerah duomo itu:

  1. Hati-hati banyak copet berkeliaran
  2. Kalau ada mas-mas yang nawarin remah-remah kue untuk makanan burung (banyak burung disekitar Duomo), jangan mau. Karena walaupun dia bilang gratis, ntar ujung-ujungnya kamu harus bayar.
  3. Begitu juga kalau ada mas-mas nawarin bantuan untuk foto kamu (kamu pasti bisa bedain mana turis yang memang berbaik hati untuk bantu motoin kamu, dan mana mas-mas yang jual jasa),mending bilang gak dengan sopan lalu minta tolong ke turis. Karena seperti biasa, mereka akan minta bayaran.
  4. Nah nanti akan ada banyak mas-mas yang mendadak ngasih gelang ke kamu. Mereka akan bilang, “regalo / gift (hadiah)..” Tapinya bohong lagi. Nanti ujung-ujungnya mereka minta bayaran juga hahaha.

Intinya di Milan harus hati-hati karena walaupun kotanya sangat kota dan berkembang, tapi copet dan gelandangan masih banyak berkeliaran.

Setelah capek keliling Duomo dan pusat perbelanjaan dan mulai laper karena udah jam setengah 8 malem tapi buka puasanya masih 1,5 jam lagi, saya duduk di deket Duomo sambil ngeliatin McD. Kesian. Tiba-tiba ada Mbak-mbak berjilbab nyamperin saya dan nanya, “Assalammualaikum, are you a moslem?”

Ternyata dia mahasiswa Turki yang lagi pertukaran pelajaran selama 3 bulan di Italy. Dia lagi jalan-jalan di Milan bareng temen-temennya, tapi dia males ikut temen-temennya itu belanja, jadilah dia hilir-mudik sendiri.

Setelah ngobrol selama sejam, akhirnya saya pulang ke hostel naik trem. Dan kali ini gak nyasar alhamdulillah. Jam 9 kurang saya buka puasa dengan ganas, minum air langsung seliter karena memang super haus, solat, dan langsung matiin lampu buat tidur.

Untung saya tidurnya sambil pake bergok dan ngumpet dibalik selimut, karena dua jam kemudian ada beberapa orang yang masuk kamar. Temen-temen sekamar saya itu alhamdulillah sopan-sopan, mereka jalannya ngendap-ngendap karena ngeliat ada buntelan orang di kasur pojok. Sekitar jam 1 pagi saya bener-bener udah gak bisa tidur lagi karena kegerahan. Pertama karena tidurnya pake bergok, kedua karena ngumpet dibalik selimut, ketiga karena Cuma ada SATU kipas angin kecil di kamar, dan keempat karena ini lagi summer. Akhirnya jam 3 pagi saya beneran bangun, buat mandi, sahur, dan siap-siap pergi. Saya beresin tas saya dan bawa semua barang-barang ke kamar mandi karena kamar mandinya bagus dan besar, dan tempat teradem se-hostel. Pas saya lagi jingkat-jingkat ke kamar mandi yang letaknya diluar kamar, ada mas-mas Vietnam yang juga menuju kamar mandi. Kita sama-sama berhenti didepan kamar mandi. Dia bingung setengah ngantuk ngeliat saya yang bawa gembolan gede dan nenteng-nenteng sepatu ke kamar mandi. Dan saya bingung ngeliat dia yang ke kamar mandi kok sambil bawa bantal.

Dia: Kamu mau ke kamar mandi?
Saya: Iya, mau mandi. Kamu mau pake kamar mandi juga?
Dia: Iya.. hehe..
Saya: emmm, sambil bawa bantal?
Dia: abisnya gerah banget, jadi saya tadinya mau tidur di kamar mandi.. tadi tidur di lorong deket tangga tapi masih kegerahan.. Tapi yaudah deh kalau kamu mau pake kamar mandinya..

Hahahaha. Kasian.

Setelah mandi, saya saur di taman ditemenin sama penjaga hostel dari Mesir. Kita ngobrol banyak mulai dari masalah politik di Mesir (berat ya topik saurnya) sampe tentang nikah beda agama. Hahaha. Yasudah akhirnya jam setengah 6 pagi saya jalan ke halte bus buat naik bus ke Stasiun Milan dan disana kenalan lagi sama Mas-mas dari Brazil. Kita ngobrol banyak tentang bagaimana dia pengen kerja di bidang yang membantu orang banyak walaupun dia sekarang udah settle di perusahaan FMCG (Fast Moving Consumer Good) di Brazil. Dia seneng ketemu saya karena kita sama-sama dari FMCG dan katanya gw adalah salah satu orang yang setuju dengan ide sosialnya.

Ternyata memang bener ya, kadang walaupun kita pada awalnya ngebayangin untuk ngelakuin solo trip, ujung-ujungnya pasti kita akan punya banyak temen baru.

Okay, kereta ke Zurich udah dateng, 3,5 jam lagi saya akan heboh-hebohan sama Niken dan Dyah di Stasiun Zurich.

Ciao!