Pondok Gede, 25 Februari 2014

Suatu hari dimalam yang sepi dan udah mulai dingin di bulan September 2013 kemarin, Mira mengundang saya untuk bergabung ke grup FB GamInong Blogger (GIB) yang pastinya isinya blogger semua. Saya tanya ke Mira waktu itu, “Mir, ini perkumpulannya serem gak?”

Serem disitu maksudnya bukan karena saya takut grup ini adalah grup aliran sesat, grup dukun pelet, atau grup pendukung uka-uka. Tapi karena saya khawatir anggota GamInong ini memiliki ekspektasi lebih terhadap saya, padahal saya sendiri gak menganggap diri saya sebagai blogger, cuman seorang gadis manis yang suka (curhat sambil) menulis.

Nah, GamInong sendiri ini adalah grup blogger khusus untuk orang-orang Aceh yang suka menulis, atau ya seenggaknya turunan Acehlah, secara saya bisa dibilang Aceh murtad. Makanya namanya Gam, yang diambil dari kata Agam (artinya laki-laki), dan Inong (artinya perempuan).

Beberapa bulan saya kenal dengan teman-teman di GamInong, saya jadi tau bahwa banyak banget para penulis berbakat Aceh dengan kepribadian dan ciri khas mereka sendiri. Ada yang seru, cool, keibuan, keabangan, ke-kakak-an, dan ada juga yang bawaannya pingin saya remove lalu block haha.

Sekitar sebulan yang lalu muncul satu postingan (kita wajib meletakkan link tulisan blog kita kedalam grup) dari Bang Azhar mengenai anggota-anggota GIB dan kelakuan mereka. Saya termasuk salah satu anggota yang diceritakan disana. Sejak saat itu mulai muncul beberapa postingan mengenai profil singkat anggota GIB yang beberapa diantaranya ngebuat saya ketawa dan senyum bangga karena saya selalu ada di tulisan itu, dan ada juga yang ngebuat saya mencak-mencak karena tulisannya bener-bener kelewat batas.

Singkat cerita, Liza, salah satu anggota GIB, mengusulkan untuk kita menuliskan satu postingan mengenai 5 anggota GIB agar kita bisa saling mengenal. Dan inilah cerita saya dengan 5 anggota GIB:

1. Mira Maisura
Atau Mirgha, atau Kakak Mira, atau Mbak Mira (sejak saya mimpi si Mira ngambek pingin dipanggil Mbak Mira). Gadis ini saya temukan di bulan Mei 2012 teronggok di KBRI Frankfurt ketika ada acara pertemuan mahasiswa Aceh di Eropa dengan menggunakan pakaian hitam dari ujung rambut sampe ujung kaki. Kesan pertama saya ke Mira adalah cool, tegas, dan jutek. Yang ngebuat saya makin berpikir kalau kita tak akan pernah bisa bersatu.
*lalu dijitak Mira hahaha*

Tapi ternyata entah kenapa dan entah siapa yang mulai, beberapa bulan sejak acara di Frankfurt itu kita jadi malah mulai curhat-curhatan. Dan akhirnya saya, Mira, dan dua sahabat perempuan lainnya (secara terpaksa) membentuk geng A4, yang bukan saingan F4 atau bukan juga sejenis ukuran kertas, tapi singkatan dari The Awesome Four, untuk menegaskan bahwa kita adalah perempuan yang keren, kuat menghadapi terpaan beban kuliah, dan kuat begadang sampe subuh demi curhat via Skype berempat haha. Singkat cerita, saya jadi cukup sering ke Jerman buat mengunjungi mereka. Dan sebagai balesannya, mereka rajin (dan kayaknya rada terpaksa) buat masakin saya masakan yang enak-enak.
*kedipin Kakak Mira*
*kali aja dikirimin coklat bukan merek Ja! dari Jerman*

Blognya Mira: http://virtual-mee.blogspot.de/

Blognya Mira isinya tentang gimana dia survive di Eropa selama 7 tahun ini, kekalutan hatinya (tsaaah!) yang kebanyakan gara-gara tesis, dan hal-hal random lainnya. Tulis tentang aku dong, Kak. Aku kan suka eksis 😀

2. Thoenis Moersalin
Ini kok ejaan namanya jadul begini ya Bang? Haha.
Bang Tunis adalah salah satu blogger kesukaan saya, tulisannya maksudnya, bukan orangnya. Saya pernah baca salah satu tulisan mengenai kisah sahabat Bang Tunis sampai saya berkaca-kaca. Dan setelah itu saya langsung ngebaca postingan-postingan Bang Tunis dan memang semuanya enak dibaca.

Blognya Bang Tunis: http://situnis.com/

Bang Tunis sekarang masih berkuliah di Jerman, tapi kayaknya lagi pulang kampung untuk temu kangen dengan Liza, istrinya. Kita belum pernah ketemu tapi kadang suka ngobrol dan ceng-cengan di group ASFEradio (grup radio anak-anak Aceh di Eropa dan sekitarnya) dan di blog.

3. Dinar Roe
Atau DJ Aceh paling ternama sejagad Jerman dan sekitarnya yang biasanya saya panggil dengan sebuatan Bang Dit dan dia memanggil saya dengan nama Adik Kecil, padahal saya gak ada kecil-kecilnya juga dari segi ukuran badan.

Bang Dit adalah salah satu manusia yang juga saya temukan secara gak sengaja di acara Frankfurt 2013 itu. Tapi berbeda dengan Mira. Kalau Mira di ruangan pertemuan, Bang Dit saya temukan berdiri dengan tampang kelaparan di depan tempat bakso. Bang Dit adalah orang yang super asik. Gak perlu mikir ribet untuk bisa ngobrol sama dia. Ngomong aja tentang apapun, pasti ujung-ujungnya akan jadi bahan ceng-cengan setiap dia siaran radio dengan istrinya, Kak Lia.

Blognya Bang Dit: http://dinaroe.wordpress.com/

Nah, saya baru tau kalau ternyata Bang Dit punya blog, isinya serius pula. Oiya, untuk Bang Dit, di update lagi atuh Bang blognya. Tulis aja tentang Akhtar. Atau tentang aku juga boleh, asal yang (rada) bagus (-an) ya.

4. Febi Mutia
Sama seperti Bang Tunis, Kak Febi masih berjuang di Jerman untuk menyelesaikan studinya dan terpaksa dadah-dadahan sementara dengan suaminya (kalau Bang Tunis berarti sama istri ya, bukan suami juga). Nah saya belum pernah ketemu dengan Kak Febi. Dulu dua kali nyaris ketemu. Pertama di Belanda, tapi akhirnya batal karena Kak Febi gak jadi kesana. Dan yang kedua di Gottingen, karena Kak Febi ternyata pulang ke Aceh. Tapi saya percaya kalau jodoh gak akan lari kemana. Kalau kita berjodoh, Kak, pasti kita akan dipertemukan suatu saat nanti.
*lalu menatap sendu rembulan malam*

Blognya Kak Febi: http://ceritabee.wordpress.com/

Nah, Kak Febi sama nih dengan Bang Dit yang jarang update blognya. Padahal saya kan juga pingin baca tulisan dari kalian. Yuk nulis lagi Kak 😀

5. Muhib Didi
Dulu pas pertama kali kenalan dengan saya, dia nyebut namanya sebagai Didi, tapi teman-teman di GIB banyak yang memanggil dia Muhib. Si Didi alias Muhib ini sangat tertarik dengan bahasa. Terbukti dari kemampuan berbahasa Inggrisnya yang oke punya dan bahasa Spanyolnya yang saya gak paham tapi kayaknya udah mumpuni juga. Bahkan waktu itu dia pernah bales-balesan komen dengan Mira dalam bahasa Jerman. Sungguh ya Muhib, kamu ajaib bener.

Beberapa kali chat dengan Muhib, beberapa kali pula juga dia cerita tentang keinginannya untuk mendapatkan beasiswa keluar negeri dan berpetualang mengenal dunia (ciyeee) yang saya aamiinkan. Yuk mari kita sama-sama menundukkan kepala sesaat untuk mengheningkan cipta agar skripsinya si Muhib lancar jaya dan dia mulai meng-update blog-blognya lagi. Aamiin.

Blognya Muhib: http://mesintiktua.wordpress.com/ atau http://lurusaja.wordpress.com/

Baiklah sekian cerita tentang GIB dan 5 anggotanya.
Selamat malam, selamat beristirahat bersama keluarga tercinta, dan salam olah raga!

Pondok Gede, 16 Februari 2014

Udah beberapa minggu ini saya bawaannya berdoa minta hari sabtu dan minggu panjangnya lebih dari 24 jam perhari, sering naik turun moodnya, dan gak jarang pingin tebalikin meja di kubikel saking… saking.. ya gitu deh..

Dan ditengah-tengah kesintingan saya itu, saya isenglah scroll-scroll fb dan nemuin postingan tentang #100HAPPYDAYS yang ngebuat saya langsung, “oke baiklah saya akan melakukannya!”

Jadi apakah #100HAPPYDAYS itu?

#100HAPPYDAYS adalah suatu program selama 100 hari agar orang-orang selalu ingat bahwa setiap hari pasti ada minimal satu hal yang ngebuat mereka tersenyum walaupun hari itu adalah hari yang sungguh ngebuat emosi jiwa. Intinya kita diingatkan untuk selalu bersyukur.

Untuk bisa ikut program ini  kita bisa daftar di 100happydays.com dan milih kita mau posting foto dan cerita yang buat kita senyum setiap harinya sampai 100 hari kedepan lengkap dengan hastag melalui platform apa; twitter, fb, tumblr, instagram, atau kirim ke email si 100happydays kalau kamu pingin ceritanya dirahasiain. Kalau saya milih instagram yang kadang dilink-in ke twitter karena selama ini instagram saya memang gak ada isinya haha.

Kenapa harus foto setiap momen itu dan posting ke sosmed?

Karena mereka (pembuat 100happydays) pingin kita punya semacam agenda yang bisa kita liat-liat lagi sebagai pengingat bahwa diantara banyak rentetan hal yang kurang menyenangkan ternyata kita masih bisa senyum. Dan juga jadi pengingat kalau toh sebenernya kita bahagia-bahagia aja setiap hari, asal kita ngeliat si hari itu dari perspektif yang beda. Bukan dari hal gak menyenangkannya tapi dari kejadian sederhana yang buat kita senyum itu. Tapinya kalau ada yang mau ceritanya dirahasiain juga bisa kirim si cerita langsung ke email 100happydays.

Seru yaaa.

Saya udah mulai kegiatan ini sejak Minggu kemarin dan saya sekarang tiap pagi jadi nunggu-nunggu hal apa ya yang bakal kejadian dan buat saya senyum. Dan ternyata ada aja loh setiap hari. Alhamdulillah banget.

Yuk yuk ikutan biar kita lebih sering senyum 😉

Pondok Gede, 4 Januari 2014

Saya dibesarkan oleh orang tua yang keukeuh nerapin ajaran ‘kalau mau sesuatu ya usaha dulu,’ yang berarti ‘kalau mau hadiah ya banggain orang tua dulu.’ Simple tapi sulit.

Saya inget banget pas jaman SD dulu saya harus mati-matian belajar biar bisa dapet juara kelas baru akhirnya Mama dan Ayah mau ngebeliin saya kaset Britney Spears + Dewa + Linkin Park + buku Harry Potter + sepatu yang ada lampu di bagian tumitnya. Dua tahun kemudian saya dan adik saya diming-imingi AC oleh Ayah tapi ada syaratnya: saya dan Nikmal (adik saya) harus sama-sama juara kelas. Beuh. Mau gak keringetan di kamar aja usahanya harus gede.
Setahun kemudian keluar lagi ultimatum Ayah, “mau computer?”
Saya dan Nikmal langsung jawab, “tapi dapet rangking dulu ya…” lalu sama-sama manyun sambil masuk kamar masing-masing.

Selain usaha keras, orang tua saya juga mengajarkan untuk berdoa. Karena doa adalah senjata terbesar yang bisa kita miliki. Gak ada kan yang bisa nandingin kehendak Sang Maha Pencipta?

Dulu pas saya lagi heboh-hebohnya test kerja di perusahaan biskuit (yang harus ngelewatin 8 jenis test) dan pada akhirnya lulus, Ayah saya ngaku, “Ayah tadi shalat dhuha sampe nangis minta ke Allah biar Nyanya diterima kerja..”
Saya terdiam ngeliat Ayah lalu beringsut mendekat sambil mencium pipinya, “makasih ya Yah..”

Jadilah sekarang saya selalu percaya kalau saya ada suatu keinginan, saya harus berusaha keras dan berdoa yang banyak, maka in-sha Allah apa yang saya inginin akan tercapai.

Tapi kadang ada aja hal yang saya pinginin tapi usaha saya akan mentok disitu-situ saja. Kayak hal yang satu ini yang membuat saya merasa ditempeleng semalam.

Kita sebut saja keinginan saya ini sebagai ‘projek Mawar’ biar kesannya misterius.

Sejak beberapa bulan yang lalu saya dengan bodohnya tertarik dengan si projek Mawar dan hari demi hari si projek Mawar akhirnya jadi salah satu projek terbesar dalam hidup saya.

Apa saya berusaha untuk mendapatkan projek Mawar?
Iya, tapi cuman 1% karena berbagai macam keterbatasan dan gengsi.
Hahaha.

Apakah si projek Mawar masuk kedalam list doa saya?
Iya banget.

Segitunya saya pingin ngedapetin projek ini tapi segitunya pula saya gak tau bagaimana harus mulai usaha selanjutnya yang lebih sungguh-sungguh.

Sampai akhirnya semalem saya mikir, kayaknya akan sia-sia aja kalau doa tanpa usaha. Usaha sih ada tapi cuman 1%, sedangkan 99% saya serahin ke Allah. Akhirnya saya pasrah sepasrahnya. Sampai akhirnya tadi saya membaca satu paragraf di buku Tere Liye yang berjudul Amelia yang langsung ngebuat saya ngebaca ulang baik-baik setiap kata di buku itu sampai tiga kali.

“Dengarkan aku, Burlian, Pukat. Apakah doa bisa mengubah sesuatu? Apakah doa bisa terwujud menjadi sebuah bala bantuan tidak terbilang yang lang langsung dikirim dari langit? Maka jawabnya iya, Nak. Doa adalah benteng pertahanan terbaik. Doa juga sekaligus senjata terbaik bagi setiap muslim….”

Mungkin untuk sekarang dan sampai beberapa waktu kedepan si projek Mawar cuman bisa saya doakan. Mungkin lewat doa itu Allah akan membuka jalan agar saya bisa mengusahakan si projek itu. Dan mungkin pada akhirnya si projek itu akan bisa saya dapatkan.

In-sha Allah.

Pondok Gede, 29 Desember 2013

Mendekati tanggal 31 Desember mulai wara-wiri status atau tulisan blog tentang resolusi 2014, selamat tinggal 2013 dan selamat datang 2014, dan The New Me in 2014.

Terakhir kali saya ngumbar-ngumbar Nu Nyanya (terinspirasi dari brand Nu Green Tea) tuh sekitar 4 tahun yang lalu karena lagi kesel sama gebetan jaman dulu dan ngerasa harus move on secepetnya. Tapi ya ujung-ujungnya sama aja, gak ada tuh si Nu Nyanya. Sami mawon sampe sekarang. Hahaha.

Dan kalau ikutan ngomongin resolusi 2014…

Mmmm..

*diem*

*pause ngetik*

*mikir*

*ngelirik sate ayam*

…gak ada kayaknya.

Maksudnya bukannya gak ada rencana yang mau saya lakuin di tahun 2014. Dari sekarang malah saya udah buat rencana buat tahun depan, kayak misalkan rencana trip.

Tetep ya UUT (Ujung-Ujungnya Trip).

Atau rencana harus lulus masa probasi kantor. Syedih jadi anak masa probasi, apalagi pas lagi ditawarin CC sama mbak-mbak Bank dan ditanya, “jadi Mbak statusnya apa di kantor? Permanen? Kontrak?”
Bawaannya saya pingin jawab dramatis, “udah deh Mbak berhenti kepoin hidup saya. Status pekerjaan saya masih percobaan. Apalagi status hati saya..”

Krik.

Balik lagi ke rencana di tahun depan.

Saya tahu saya akan banyak trip di tahun depan. Sebagian karena business trip dan sebagian lagi bareng temen-temen karena saya pingin keliling Indonesia dan Asia. Contohnya kayak ke Surabaya (lagi) yang kayaknya bakal saya lakuin diawal tahun buat ngecek projek. Lalu bulan Februari atau Maret ke Balikpapan karena hasrat jalan-jalan keluar dari pulau Jawa. Lanjut bulan Mei ke Aceh karena akan ada Sahabat saya yang nikah bulan itu. Masih bulan Mei juga, kayaknya saya akan ke Bali tahap 1 sama temen-temen kantor. Lanjut di awal Juni ke Bali tahap 2 bareng Niken, Lilid, dan Ade (hasil beli tiket murah gak meriah salah satu budget airline Indonesia 3 bulan yang lalu). Lalu pastinya ke Singapore buat sidak apartemennya Niken. Dan mungkin selanjutnya saya akan ke Sulawesi, Flores, dan beberapa negara di Asia.

Mungkin kalau Mama gak sengaja baca postingan ini, Mama akan teriak, “Nyanya! Inget nabung beli rumah atau mobil atau tanah sebelum nikah!”

Jadi bagi yang mau jadi donatur trip pribadi saya monggo loh kirim duit ke rekening saya.

Kalau masalah nikah, ya in-sha Allah aja lah ya. Ini in-sha Allah beneran yang artinya ‘kalau Allah mengijinkan’, bukan gaya kebanyakan orang Indonesia. Kalau memang rejekinya akhirnya nikah 2014 ya Alhamdulillah. Kalau ternyata di tahun 2015 ya berarti saya dikasih waktu lebih buat masih manja-manjaan sama orang tua, masak dengan resep sesuai feeling, seharian gak mandi setiap weekend, tidur-nonton-makan setiap liburan, dan benerin diri pastinya untuk jadi yang lebih baik lagi. Kan yang baik buat yang baik.

Dan tentang 2013 saya (walaupun gak ada yang kepo dan nanya juga) Alhamdulillah semua berjalan dengan lancar dan sesuai dengan harapan. Lulus S2 1 tahun 9 bulan dari target 2 tahun dengan nilai yang Alhamdulillah juga. Eurotrip sama sahabat-sahabat kesayangan. Akhirnya berhasil menjejakkan kaki di Scandinavia. Cuma nganggur sebulan sejak balik ke Indonesia bulan Oktober kemarin. Dan Alhamdulillah di tahun ini masih banyak yang sayang saya dengan tulus.

Jadi akhir kata, alhamdulillah untuk 2013 dan bismillahirrahmanirrahim untuk 2014 😉

Pondok Gede, 22 Nov 2013
15.50 WIB

Orang-orang Indonesia terkenal dengan rasa ingin taunya lewat pertanyaan, “wah kapan..?” dan pertanyaan sejenis lainnya.

Kalau pas jaman kuliah kemarin pertanyaan “kapan”-nya adalah sekitaran “kan sebentar lagi lulus, jadi kapan nikah?” “kapan lulus?” dan “kapan balik ke Indonesia?”, sejak saya sampai di Indonesia pertanyaan-pertanyaan itu geser dan berevolusi sedikit jadi: “kan udah lulus, jadi kapan nikah?” dan “udah dapet kerja belum?”

Kalau untuk pertanyaan “kapan nikah?”, saya udah punya cara terbaik untung ngejawabnya. Yaitu, senyum manis dan bilang aja, “tolong bantu doa aja ya..” Hasilnya si penanya jadi ngangguk dan bilang amin, dan saya sukses deh gak ditanya-tanyain lagi. Haha.

Nah untuk pertanyaan udah dapet kerja atau belum ini lah yang sempet buat saya uring-uringan kemarin. Karena nyaris semua orang yang nyapa saya via chat atau ketemu langsung pasti nanyanya begitu. Saya pun yang awalnya ngejawab dengan antusias, “… ini lagi proses nyari-nyari.. haha.. doakan ya..” akhirnya sampai ke titik ngejawab dengan jawaban datar, “..lagi proses.. gw kan juga baru sebulan di Indonesia..” Dan kalau sial ya si penanya kena ceramah panjang lebar saya tentang bagaimana proses cari kerja di Indonesia yang tahapannya panjang, dan lainnya.

Maaf ya.. haha.

Jadi bagi kamu yang mungkin punya temen yang baru lulus kuliah, atau kamu baru aja masuk ke dunia kerja, saya mau cerita sedikit tentang fakta cari kerja di kota besar Indonesia.

• Daftar kerja gampang, tapi prosesnya panjang. Kalau daftar-daftar aja sih gampang lah ya. Liat aja di situs-situs lowongan kerja dan sekalian daftar di situs pencari kerja semacam jobstreet atau jobsdb. Kalau kamu hoki, malah kamu yang dihubungin sama HRDnya untuk ditawarin ikut test suatu kerjaan.
• Untuk bisa diterima di suatu kerjaan, prosesnya panjang dan gak cepet. Empat tahun lalu ketika saya jadi anak Management Trainee di perusahaan biscuit, saya harus ngelaluin 8 tahap test masuk (kalau dihitung termasuk CV screening ya) dan hanya 8 orang yang diterima dengan saingan pendaftar sebanyak 800 orang. Tahapannya ada: screening CV – psikotes – FGD 1 (bahasa inggris) – interview dengan HRD – interview dengan 3 senior manager – FGD 2 – presentasi kasus didepan 6 BOD yang 3 orang diataranya adalah bule Australia yang logatnya ngebuat saya berulang kali ngomong, “pardon me, could please repeat the question?” Hahaha – dan medcheck. Nah untuk perusahaan FMCG (kembali dibidang makanan pastinya) yang akhirnya saya pilih untuk jadi tempat mencari rejeki sekarang ini, saya harus ngelaluin 4 tahap test: interview dengan manager hrd dan marketing – psikotest & interview dengan psikolog – medcheck – interview CEO. Banyak! Tapi ada juga kok perusahaan yang cuman 3 tahap testnya.

Mama saya pernah cerita, jaman dulu tuh susah daftar kerja. Karena Mama harus ngedatengin perusahaan satu-satu dan nanya ada lowongan gak disana sambil nyerahin CV. Akhirnya Mama nemuin satu perusahaan keramik dan ternyata lagi buka lowongan disana. Begitu Mama masuk, ngantrinya panjang. Dan satu persatu calon karyawan diinterview langsung sama direkturnya. Begitu Mama diinterview sebagai sekertaris, si direktur ngerasa cocok dan langsunglah nego gaji. Sahlah Mama kerja disana. Cuma satu tahap testnya tapi harus ekstra usaha buat daftar kerjanya.

Nah tapi alhamdulillahnya sejak 2 minggu lalu saya bisa ngejawab pertanyaan, “udah dapet kerja belum?” dari temen-temen saya dengan riang gembira, karena ternyata rejeki saya berjodoh lagi dengan perusahaan FMCG (dapet makanan gratis lagi nanti. Hore!). Dan saya sebenernya tau, ‘kebawelan’ mereka nanya itu ya karena mereka care. Dan lagipula mereka juga ngebantu doain saya juga untuk cepet ngedapetin kerja.

Jadi terima kasih banyak ya, temen-temen. Dan jangan lupa siapin mental baja untuk ngejawab berbagai macam pertanyaan dari orang-orang disekitar kamu 😀

Taken from: laseoulguy.com

Pondok Gede, 3 Nov’13.

Siyok disini maksudnya syok atau kaget atau terkejut, yang ternyata udah masuk kamus slank bahasa Indonesia pas saya iseng googling artinya tadi.
Anyway, sudah 3 minggu saya ada di Indonesia tepatnya di Jakarta sanaan dikit alias Bekasi dan saya udah beberapa kali ngalamin beberapa siyok. Mungkin ini ya yang disebut jetleg pasca merantau ke negara lain.

1. Siyok suhu
Sebelum saya balik ke Indonesia, di Italia lagi pancaroba summer ke autumn yang berarti suhunya sejuk, walaupun kadang masih panas, dan sering turun hujan. Dan 2 minggu sebelum saya pulang, saya jalan-jalan ke negara-negara scandinavia yang autumnya udah kayak winter, dingin banget. Bahkan pas pagi hari suhunya udah sampai 1 derajat di Goteborg, Swedia. Haha. Akibatnya pas saya mendarat di bandara Soetta, baju saya langsung lepek karena keringetan. Dan selama berhari-hari kemudian saya sering banget kegerahan. Bahkan lipgloss saya yang bentuknya bagus-bagus aja pas di Eropa mendadak sedikit mencair pas sampe sini.

2. Siyok makanan
Galau beratlah kalau ngomongin makanan, apalagi selama saya di perantauan atah berantah sana selama 2 tahun kemarin, tiap ngeliat makanan Indonesia saya serasa lagi bunuh diri pelan-pelan saking pengennya. Tapi begitu sampai disini, saya jadi skeptis setiap sebelum makan Karena beberapa temen saya yang udah sampai di Indonesia duluan langsung kena diare karena makannya kalap padahal perutnya belum siap.
Hari Minggu pertama saya di Jakarta, saya jalan sama sahabat-sahabat saya sambil wisata kuliner. Akhirnya saya dibawa ke Mbah Jing*rak, salah satu tempat makan yang katanya makanan pedesnya maknyus banget. Disana saya pesen ayam bakar. Intinya saya main aman dulu, belum berani makan sambel, takut perut saya aneh-aneh. Pas lagi ngobrol-ngobrol seru, Ade tiba-tiba nyodorin sendok ke mulut saya.

Ade: Aaaa, Nya..
Saya yang lagi sibuk ngobrol sama Lilid, Ida, dan Neil cuma ngelirik sekilas ke sendok Ade, dan langsung mangap. Kunyah kunyah, lalu..
Saya: Deeee! Buset ni apaan???
Ade: hahahaha! Cabe rawit itu! Lagian lo main mangap aja sih.
Saya: Gw kira kacang ijo! Gila pedes abis!

Itulah salahnya kalau terlalu percaya sama sahabat sendiri.

Habis makan perut saya masih baik-baik aja. Akhirnya kita lanjut nongkrong gahul ala anak Jakarta di kafe dan makan malem enak (lagi) di soto Padang. Akhirnya selama seminggu kedepan perut saya sakit terus. Hahaha. Ternyata si perut masih butuh adaptasi.

3. Siyok lalu-lintas
Saya kira setelah dua tahun saya ninggalin Indonesia, akan ada sedikit perbaikan, sedikiiiiiit aja, di bidang kemacetan, per-ngetem-an angkot, dan jumlah sepeda motor. Ternyata salah. Macetnya malah makin parah, angkot-angkot masih aja hobi ngetem, dan sepeda motor banyak bener dan tetep aja suka ngambil bahu jalan. Pret.

4. Siyok harga
2 hari pasca balik lagi ke Jakarta, saya mulai ujian-ujian masuk beberapa perusahaan. Sebelum mulai psikotest, saya mampir ke mini market dan beli air mineral 600 ml yang 2 taun yang lalu harganya masih Rp1.500.

Mbak mini market: Rp3.000, Mbak.
Saya: Serius Mbak? *sambil ngasih duit sepuluh ribuan*
Mbak mini market: *senyum manis* duitnya sepuluh ribu ya..
Saya: *nyaris tarik-tarikan duit gak rela sama si Mbak*

Keluar dari mini market saya langsung ngadu ke Nikmal, adek saya, dan dia cuman ngejawab kalem, “yaelah Kak, emang segitu kali harganya..”

Itu baru harga air mineral, belum lagi harga kosmetik yang melesat kayak roket, biaya angkot, dan harga makanan. Huhu.

5. Siyok temen-temen
Kali ini siyoknya menyenangkan. Jadi setiap weekend saya pasti ketemuan sama sahabat-sahabat saya. Ada yang reaksinya cool kayak baru gak ketemu seminggu sama saya, ada yang langsung teriak dan langsung nyiumin saya, dan ada yang langsung lonjak-lonjak kesenengan. Dan saya seneng banget karena mereka semua masih sama kayak 2 tahun yang lalu, masih nyenengin dan masih selalu ngebuat saya ketawa.

Itulah beberapa siyok saya selama tiga minggu ini. Mungkin nanti akan ada beberapa siyok lagi, tapi in-sha Allah akan menyenangkan. Karena seenggaknya sekarang saya ada di rumah