Today Random Sentences

So today I spoke, wrote, heard, and read many random sentences like usual and I would like to write some of them here:

– Love the one whom you adore, not the one who adores you. (Eunika, Indonesian student here)

– I beg to differ, people who adores us keeps us excited unconditionally.. therefore adore the person who loves u. (Rifky, Indonesian student here)

– For me, love the person who can make you feel comfortable for being yourself. (Me, the most awesome one)

– I love the one who can make me feel ‘enough’, not more and not less. Just enough. (Me, the most awesome one)

– When I get sad, I stop being sad and be awesome instead. True story. (Barney Stinson, yeah you can see him on HIMYM)

– We don’t have a class tomorrow. (My English professor)

– Okay, just come here. I’ll cook you something, but you should be here! (Eka, Indonesian student here)

– Astutiiiii!!!!! (Agung Hercules, a singer with really big muscles)

– Oh gosh, you Indonesians are awkward for loving those horror movies! (Ganaa, Mongolian student here)

– Let’s visit 7 wonders before the dooms day next December. (Rifky, Indonesian student here)

– So you guys eat pasta just for munching?? (Ganaa, Mongolian student here)

– When “I’m disappointed” is more dangerous than “I’m angry”. (Me, the most awesome one)

– In life, you’re not looking for someone who just accepts your quirks. That’s wrong. You’re looking for someone who loves them, cherishes them, and loves you more as a person because of them. (HIMYM, one of my favorites tv serial)

– I think, for the most part, if you’re really honest with yourself about what you want out of life, life gives it to you. (HIMYM, one of my favorites tv serial)

– I don’t have the early class tomorrow! (Me. Again)

Selamat Datang di Italia! (Bagian 2)

Jadi beberapa hari ini gw ceritanya sedang melakukan observasi perbedaan antara kelakuan mahasiswa Italia (khususnya Italia Selatan, karna tingkat kegaulan gw belum merambah ke daerah Utara sana) dengan mahasiswa Indonesia. Dan gw nemuin beberapa hal yang sebenernya cuman temuan personal gw, tanpa pembuktian ilmiah.

1. Isi tas
Nah kalau misalkan ada pemeriksaan mendadak isi tas mahasiswi-mahasiswi Italia dan Indonesia, akan didapatkan perbedaan ini:
Isi tas mahasiswi Italia: buku, hape (dan hal normal lainnya), dan make up minimal bedak atau alas bedak.
Isi tas mahasiswi Indonesia: buku, hape (dan juga hal normal lainnya), dengan tambahan: garam sachet, lada sachet, garpu, dan sendok plastik dari kantin. Jangan tanya kenapa gitu, gw juga ga paham. Hahaha.

2. Cara makan
Dikala orang-orang Indonesia kalau makan seperti biasa dicampur antara primo (pasta / nasi) dengan lauk pauk, orang-orang Italia makan satu-satu sesuai peraturannya.
Jadi, Italia itu punya sistem menu yang terdiri dari anti-pasto (makanan pembuka), primo (nasi / pasta), secondo (lauk-pauk), sayur yang biasanya salad, dan dolce (makanan penutup yang manis). Nah, mereka makannya pun berurutan, ga akan pernah mau nyampurin antara primo dan secondo. Jadi istilah lainnya, mereka ngegadoin lauk-pauk mereka.
Hari ini temen Italia gw ngeliatin cara gw makan, yang nyampurin pasta sama ikan.

Dia: Isyana, kenapa kamu makannya dicampur-campur gitu?
Gw: Di Indonesia dan Asia makannya emang kayak gini, dicampur. Dulu pas aku di Belanda juga dicampur.
Dia: Emang ga aneh rasanya?
Gw: Ga, enak malah. Kenapa juga harus satu-satu makannya?
Dia: Karena baunya beda-beda antara primo dan secondo, jadinya eneg kalo dimakan barengan.

Gwpun akhirnya mengendus makanan gw yang baunya enak-enak aja, ga ada bedanya.

3. Semangat debat
Dikala mahasiswa Indonesia jarang-jarang mendebat profesor, cuma ketika ada hal-hal penting aja. Mahasiswa-mahasiswa Italy ini hobi banget ngedebat profesor. Kadang sampe dia berdiri saking emosionalnya. Hahaha.

4. Sangat suka sama nilai bagus
Ya mahasiswa Indonesia juga suka sama nilai bagus sih. Siapa juga yang ga. Tapi kita lebih banyak bersyukur sama berapapun nilai yang didapet. Hahaha.
Jadi range nilai di Italia itu 0-30.
Kalau kita udah dapet nilai diatas 25, biasanya udah sujud syukur. Tapi temen-temen Italia kita memang sangat nilai oriented kayaknya. Ada temen gw yang dapet nilai 29 dia malah ngomel-ngomel,
“harusnya aku dapet 30, profesornya ga kasih aku kesempatan buat jawab lagi sih!”

5. Mendadak jadi patung di pelajaran bahasa Inggris
Kocaknya (dan kekurangannya) mahasiswa-mahasiswa Italia adalah ada beberapa diantara mereka yang takut sama bahasa Inggris dan  akan tiba-tiba jadi pendiem di kelas bahasa Inggris.Beda sama mahasiswa Indonesia yang tiba-tiba mendadak jadi super bawel di kelas itu. Oh how I love English class..

Okay, sampai jumpa di cerita bagian ke-3, insya Allah.

Leaving Behind vs Being Left

When I was a kid, I didn’t really know what is the difference between these two terms:
“leaving behind” and “being left.”
But now, I realized those words imply really different meanings, not only on their grammatical, but more than that.

When I was leaving my parents to go to another town to study 6 years ago, for example, I felt sad at the first time but then the excitement to meet new people, to have new experiences, made me forgot about the gloomy feeling.
But not with my parents, especially my mom. They were really happy of course because I was accepted in one of the best university in Indonesia, but 2 hours after I announced it to them, I found my mom stood alone looking outside through the window at night.

I came to her and she wiped her tears quickly. When I asked why she was crying, she said that she was sad because she felt I will leave her alone,
“all this time, you’re not only my daughter but also my best friend.. And I don’t know with whom I can share my feeling and story if you’re so far away from me.”
Then she hugged me. Oh how I love my mom. And I’m so sorry for leaving you again now.

Or when my dad gave me his first permit to stay overnight at my best friend’s house when I was 15 years old. He was so sad and I was confused why. And after that I knew that he acted like that because he felt that I was leaving him behind, his daughter isn’t a little girl anymore. Now ‘she’ can go somewhere alone, ‘she’ doesn’t scared of a lot of things, and my dad doesn’t need to hold ‘her’ hand everyday like he used to do all this time.

When my best friend, Ida said she would get married soon, I felt she was leaving me behind. Not because I was envy, but I was scared she would have no time for me and all her best friends (yes, I’m a jealous-best-friend type. Hahaha). And it happened. She didn’t have time for us anymore because she was busy preparing this and that. But instead of being mourned and dejected, me and my other best friends tried to offer our help to her and made her envy with our new group pictures. Hahaha.

Or when Niken, my other best friend, moved to Singapore. I was crying like a baby in airport bus, even though I knew I would meet her again a month later. But the feeling that I couldn’t call her anytime I want or it would be really expensive if I go to Singapore every time I miss her were exist. We used to be together when we were in the university, even my friends said,
“if you see Niken, then you can find Nyanya there..”
We were inseparable before. And it get worse when I moved to Italy. She screamed on phone begging me not to leave Indonesia. Hahaha.

When I’m leaving someone or something behind me, I would feel really sad of course, but then I will feel so excited facing new days in front of me.
But when I’m in the position as a person who’s being left, the sadness comes and I really want to tie that person so they can’t go anywhere or still stay the same. And get worse when my brain plays me with its devil words,
“what if he/she will change and things won’t be the same again?”

So is it harder being the leaver or being left?  I think being left for sure.

And from now, I promise I will be nicer with people when I’m in the position of being a leaver. And I hope any person who’ll leave me can also be ‘kind’ to me.

Anyhow,

it scares me enough.

Bahagia itu..

Banyak orang yang punya definisi kebahagiaan mereka sendiri. Ada yang kalau punya banyak uang mereka bahagia, ada yang kalau punya bawahan banyak mereka bahagia, ada yang punya istri banyak mereka bahagia (semoga calon suami gw yang entah siapa ga kayak gitu. Pait pait pait!), atau banyak cewe yang bahagia karena diskon gede-gedean.

Tapi bagi gw, bahagia itu sederhana, bisa ditemuin di setiap momen.

Sekarang gw mau list beberapa hal dari banyak hal yang ngebuat gw bahagia di 3 hari terakhir ini.

Bahagia itu..
ketika hujan.
Karena ketika hujan turun gw bisa puas-puasin berdo’a, meminta dan mengadukan banyak hal ke Allah.
Kenapa ketika hujan? Karena saat hujan dan azan lah do’a kita lebih cepet diijabah Allah.

Bahagia itu..
ketika seorang temen yang dikala gw down-downnya bilang, “you’ll be fine, Nya..”

Bahagia itu..
ketika ada yang muji gw. Hahahaha..
Siapa sih yang gak suka dipuji? Asal ga keseringan dan terdengar tulus pasti ngebuat bahagia.

Bahagia itu..
ketika abang gw yang cameh itu, Rifky, akhirnya kembali ke Rende dan gak sengaja ditemukan di pinggir jalan sambil gerek-gerek koper.

Bahagia itu..
ketika gw punya jaket baru dari Rifky.
Dia ngerasa orang tua gw nitipin jaket buat gw tapi dia ga bisa bawa, jadilah gw dikasih jaketnya yang ga pernah dia pake sebagai kompensasi. Padahal setelah diusut-usut orang tua gw ga nitipin jaket ke dia. Hahaha.

Bahagia itu..
karena temen-temen gw sangat care sama gw.
Hari minggu kemaren, karena perpaduan pra-PMS dan cuaca, gw ngerasa sedikit down. Dan akhirnya posting cerita  yang ternyata ngebuat temen-temen gw was-was.
Sampai ada salah satu temen gw di Jerman, sebut aja namanya Aida (emang nama sebenernya) message,
“….btw, yg soal ditampar pake batu beneran?? bikin khawatir aja nih…”
Karena di tulisan itu gw menghiperbolakan rasa syok melalui rasa sakit ditimpuk batu, yang ternyata ditanggepin serius sama Ai. Yasudah, galau gw gagal gara-gara baca message dia. Hahaha.

Bahagia itu..
karena gw punya 2 temen deket orang Italia yang juga sekelas sama gw yang selalu curious sama gw.
Sedikit-dikit nanya, “Isyana, perche…” (Isyana, kenapa..).
Kenapa gw pake jilbab, kenapa gw puasa, kenapa gw shalat 5 waktu, dan kenapa-kenapa lainnya yang ngebuat gw kadang suka cekikikan sendiri.

Bahagia itu..
ketika nerima SMS dari Mama dan Ayah di Mekkah sana yang mengabarkan mereka alhamdulillah baik-baik aja, cuma mereka sedikit kecapean karena banyak jalan kaki.

Bahagia itu..
ketika gw bangun pagi hari dan nyalahin HP, selalu ada BBM dari sahabat-sahabat gw yang nun jauh disana. Walaupun kadang-kadang isinya cuman lirik lagu (biasanya dari Icah),
“Syanah, why do bird suddenly appear..”
Atau cuman sekedar manggil-manggil histeris,
“Nyaaaa! Nyaa! Kok ga dibales? Ih cupu!! Nyanyaaa! Gaswat!! Nyanyaaaaa! PING! PING! Cupu siyah belom bangun!!”
Dan pas gw bales dan tanya dia kenapa, Niken (sahabat gw) cuma bales dengan kalemnya,
“apa ya?”
Pingin rasanya si Niken gw jorokin ke got.

Bahagia itu..
ketika masakan gw rasanya berlipat-lipat lebih enak dari makanan mensa (kantin).

Bahagia itu..
ketika gw dengerin lagu Uncle Kracker – Smile kenceng-kenceng.

Bahagia itu..
ketika gw akhirnya ngobrol dan ketawa sama orang yang jauh disana yang udah beberapa bulan ini sering ngebuat gw seneng, kesel, dan gemes pingin noyor dari belakang setiap kita lagi jalan bareng.

Bahagia itu..
ketika gw sampe kelas ternyata gw salah jadwal.
Jadi instead of having 4 hours class, I just had 3 hours class.

Bahagia itu..
ketika gw latihan saman bareng anak-anak Indonesia, Afrika, Guatemala, Ecuador, dan India.

Bahagia itu..
ketika gw berlama-lama mandi air hangat.

Bahagia itu..
Ketika akhirnya gw bisa pake sepatu boot andalan yang selalu ngebuat tingkat kekerenan gw naik 50%.

Bahagia itu..
Ketika tau kalau ponakan gw (anak dari sahabat gw, Ida), Prabu, yang umurnya baru 7 bulan sekarang udah bisa menggresot di lantai, bisa berdiri sendiri sambil pegangan kursi, dan lagi belajar pup di potty.

Bahagia itu..
Ketika lagi ngos-ngosan jalan ke apartemen dari kampus, gw dapet message dari sahabat gw, Henny, yang mengingatkan gw untuk ga lupa banyak berdo’a ketika hujan dan dia baru aja mengirimkan do’a untuk gw.

Bahagia itu..
seperti sekarang, menuliskan hal-hal yang menyenangkan sambil dengerin lagu Carissa Rae – Near or Far.

Banyak definisi bahagia. Dan bagi gw, bahagia ga perlu mutlak ketika gw memperoleh hal besar seperti dapet tiket jalan-jalan gratis ke Swiss misalkan (amin!), tapi bahagia dan rasa bersyukur itu bisa didapetin dari hal-hal kecil yang terjadi setiap hari.
Lagipula Allah berfirman di Surat Ibrahim ayat 7:

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, Kami akan menambah (nikmat) kepadamu..”

Yuk kita belajar untuk lebih banyak bersyukur dan ngurangin ngeluh.

It's raining outside..

Rende, 28th October 2012; 14.38 CET

It’s raining outside and I can see thin fog there, outside my window.
But unfortunately, I also feel so chilly inside and rain above my head now while I’m sitting in my room writing on my computer.

Have you ever felt someone slapped you right on your face with stone? A big one?

I just had it 20 minutes ago.

My skin isn’t bruised, but my tears are trying to push themselves to come down to my cheek.
I’m wondering why.

Maybe, what I should do to prevent myself from another strange hurt feeling is I should get going.
Not just with words, but I will really pack myself and go away.

I’m looking out my window again, the fog is still there..  and here, in my brain.

Rende, 29 October 2012; 04.14 CET

The raining has stopped and also in my room.
I feel warmth and I can see clearly now, the fog is disappear somehow.

Well, I’m still bringing my luggage but I stop here, not going anywhere or unpack it.
I just let it packed until the time is coming.

But I feel so grateful.
You know, I feel so bad I almost forgot when the rain is coming it is one of the best times I can make a prayer to Allah and there’s nothing I can be  scared about.

And some people say, “when the rain stopped, you can see rainbow.”

So now here I am, just wiped my face after talking with Allah and waiting for the rainbow to come.

Selamat Datang di Italia! (Bagian 1)

Udah setaun gw merantau di negara nun jauh disini, jauh dari Indonesia maksudnya dan jauh dari makanan Indonesia, di Italia.

Yang mungkin udah sering kalian denger, Italia selalu dibilang sebagai negara bola, negara yang cowo-cowonya super ganteng, makanannya enak-enak, dan punya bahasa yang super romantis.
Dan selama gw disini, gw bisa bilang semua itu betul.

Kalau masalah bola pastilah ya siapa yang gak kenal Juventus atau AC Milan dan masih ada lebih dari 50 tim lainnya. Dan gw gak bisa banyak komen apa-apa lebih jauh dari ini karena gw adalah penggemar bola musiman. Contohnya pas kemarin ada Piala Eropa, gw jadi penggemar tim Italia dadakan, yang ikut teriak-teriak ngebelain Balotelli, Buffon, dan abang-abang Italia lainnya pas kita lagi nonton bareng di lapangan komplek apartemen kampus (Centro Residenziale). Dan pas waktu itu semua pembela Italia dari berbagai negara berusaha bawa perlengkapan mereka yang ada Italia-Italianya, kayak bendera kecil, tato bendera Italia yang dipasang di pipi, dan kopi.

Dulu pas pertandingan Italia lawan Spanyol, kita bisa ngeliat jelas mana pembela Spanyol dan Italia. Pembela Italia lebih kalem, supportif, dan ketika ada pausa (waktu istirahat) mereka langsung kabur ke bar untuk ngopi. Sedangkan pembela Spanyol (dari pengalaman gw kemaren nobar ya), lebih agresif secara sikap dan pakaian. Wah panas deh ngeliat cewek-cewek Spanyol itu. Hahaha. Dan mereka rata-rata ngebawa botol minuman beralkohol segede botol sirup.
Setelah pertandingan yang akhirnya Italia kalah dan gw ngerasa sedih, para supporter Italia ini hanya teriak kompak “Yaaaah..” dengan tampang sedih atau yang paling kasar mereka hanya berteriak sedikit emosi, “che cazzo!” (“shit!”), tapi kemudian mereka pulang ke rumah mereka masing-masing dengan tenang.
Kalau para supporter Spanyol, mereka langsung ngeledakin petasan yang suaranya kayak bom dan langsung nyeburin diri ke kolam kecil didepan Centro Residenziale, berendem disana entah buat apaan.
Ya, emang beda-beda ya reaksi kebahagiaan atau apapun itu. Ketika Italia waktu itu menang ngelawan Jerman, para supporternya hanya ngibarin bendera Italia, loncat-locat, dan pelukan. Sudah. Hahaha..

 

Kedua, Italia adalah negara yang cowo-cowonya super ganteng. Bener banget. Dan lucunya, yang gw liat di Selatan ya, tingkat kegantengan dan kegagahan cowo akan meningkat seiring dengan semakin anehnya kerjaan mereka. Kayak misalkan tukang cat apartemen gw, beuh gantengnya subhanallah. Atau tukang gali got buat benerin kabel listrik, beuuuhhh! Temen-temen gw dan gw pastinya pas ngeliat dia jongkok-jongkok di got langsung serempak noleh dan bisik-bisik centil. Hahaha.

Nah tapinya, yang gw dan temen-temen gw perhatiin lagi, tinggi badan cowo-cowo ini semakin menyusut semakin ke Selatan. Mungkin karena orang-orang di Italia bagian utara gennya masih nyampur sama ras Eropa yang besar-besar, sedangkan di Selatan gen mereka banyak nyampur sama imigran dari Turki, Tunisia, dan negara Arab lainnya.
Nah tapi bagi gw dan satu temen gw disini, kita sependapat klo muka cowo-cowo bagian Selatan ini yang udah nyampur antara Eropa dan Arab lebih menarik daripada bagian Utara yang kebanyakan sangat bule.

Untuk urusan makanan enak, pastinya udah banyak yang tau lah ya. Malah pasta, lasagna, dan pizza udah jadi kegemaran banyak orang-orang didunia.

Yang terakhir, bahasanya romantis.
Nah, pas awal-awal gw disini, gw bener-bener bingung sama orang-orang yang bilang Italia bahasanya romantis. Romantis dari mana? Ngomong aja bentak-bentakan.

Jadi orang-orang disini punya kecenderungan untuk bicara dengan nada tinggi yang jadi kesannya kayak ngebentak-bentak terus walaupun sebenrnya gak, dan banyak banget gerakan tangannya. Awalnya gw ngerasa, “kenapa gw dibentak-bentak terus?? Apa salah gw???”
Tapi akhirnya gw ngeh, itulah cara mereka ngobrol. Dan lucunya, kadang ketika ada mahasiswa debat sama dosennya, si mahasiswa sampe berdiri saking emosi dan semangatnya. Bentak-bentakan tuh mereka. Tapi ujung-ujungnya biasa aja, gak ada adegan drama si dosen ngusir mahasiswa dari kelasnya.

Tapi pas gw punya semakin banyak temen dari Italia dan negara lainnya (yang mau gak mau kepengaruh budaya Italia), gw akhirnya bisa liat sisi romantis mereka.
Dari sisi bahasa misalkan, mereka suka banget nulis TVB atau Ti Voglio Bene di akhir chat atau SMS atau yang langsung diomongin ke gw pas kita pisah dari kelas.

Jadi ‘ti voglio bene’ artinya I love you tapi biasanya kita ngomong ini ke keluarga, sahabat, atau pacar baru. Hahaha. Kata temen gw yang udah cukup lama disini, orang Italia gak murahan ngumbar kalimat ‘ti amo’ (I love you). Jadi once they sure about the feeling, then they will say that ‘TA’ sentence.

Romantisnya dari ‘ti voglio bene’ ini adalah walaupun artinya I love you, tapi kalo diliat secara perkata, artinya adalah ‘ I want you so well.” Co cwit yaaa.. hahaha..

Nah kalimat lain so sweet lainnya adalah “Mi manchi” atau I miss you. Karena sebenernya klo diartiin berdasarkan grammar umum, artinya adalah “you make me miss you.” Ahay!

Selain dari segi bahasa, kelakuan mereka sebenernya juga sangat romantis, bahkan ke sahabat-sahabat mereka.
Temen-temen Italia gw selalu nulis ‘baci’ (kiss) atau ‘grande abbraccio’ (big hug) di akhir kita sms-an atau chat atau message. Dan kalau ketemu langsung, pasti kita saling mencium pipi (kalau gw untuk cewek-ceweknya). Untuk cowonya, mereka cenderung bilang ‘abbraccio’ aja dan kalau ketemu ya minimal nguwel-nguwel kepala dengan sayang.

Begitulah sekilas tentang Italia. Mungkin kapan-kapan gw share lagi hal-hal unik tentang Italia, terutama bagian Selatannya.

Buon fine settimana!

Mengirim Rindu

Kumpulan rindu itu tiba dan membuncah di siang ini ketika aku duduk mengumpulkan tenaga kembali setelah berjalan jauh di kampus.

Rindu itu muncul satu persatu dimulai di pagi hari ini ketika aku melihat seorang bayi dalam rengkuhan seorang Ibu, dan seketika itu aku mengirimkan rindu kesana, ke Belanda untuk Isabella, bayi yang pernah aku asuh selama 2,5 bulan, yang selalu membuatku lupa kalau dia adalah bayi bukan boneka, yang selalu membuatku tertawa bahagia, atau tersenyum simpul penuh lega ketika melihatnya tertidur dipelukanku.

Rindu selanjutnya kutemukan di Bank ketika aku membayar uang administrasi kampus di bank. Sosok besar bapak-bapak teller bank dengan bentuk dagu cameh mengingatkanku dengan seorang sahabat yang juga bertindak sebagai abang tersayang, Rifky, yang masih saja berada di Indonesia dan akan kembali di akhir bulan ini.

Dan sepanjang jalan dari bank menuju taman di komplek apartemen kampus, semua rindu itu pun tumpah dan berceceran. Kepada Mama, Ayah, Nikmal yang mungkin sekarang sedang bersama-sama menuju rumah setelah lelah beraktivitas. Kepada beberapa teman yang telah lama naik pangkat tidak hanya menjadi sahabat, tapi juga keluarga. Dan kepada beberapa orang lainnya yang membuatku banyak tersenyum selama ini.

Siang ini, di taman kampus, aku mengirimkan rindu-rinduku beserta sepenggal doa kepada kalian yang berada di 4 negara berbeda. Semoga kalian dapat merasakannya.

Nyanya.

Don't be so envy..

Almost all my friends who just heard about where I am, would respond like this: Isyana, I’m so envy! You’re now in Europe!.

Yes I am, and now I’m struggling with some kind of skin allergic because of the weather change, summer to autumn.

Anyway, what I want to tell you is, my condition as student in abroad is not that special, so you don’t need to envy. Seriously.

For example, the weather change effects for my health condition. This is the 2nd time I experience nose bleeding and skin-itchy because (maybe) my body system is (still) shocked with the temperature change. The bleeding is not that serious, by the way, please don’t imagine I need a roll of tissue to cover the nostrils.
Ohya I will have the super dry skin or lips in winter which make me should put body cream or lip balm regularly or the skin and the skin will be wounded and bleed.

Or the extreme temperature in summer. I live in Rende, South Italy, so the temperature was soooooo high in summer. The sun was shining so bright and we couldn’t feel wind. I couldn’t sleep at night because the heat and I don’t have AC, and some of my friends got heatstroke.

Ohya, almost forgot to mention the fasting time. This year I did my Ramadan in Holland, and the longest fasting time I’ve done was 18, 45 hours and the shortest was 15 hours! Hahahaha.

Not to mention the language-shock when I just woke up, when I’m hungry, or too tired to speak but there’s someone who wants to speak with me in English or Italian. I will not respond immediately, all I can do is just blinking and thinking, processing the question to Bahasa Indonesia, processing the answer in Bahasa Indonesia and translating it to English or Italian. And the worst part is, the person should repeat my answer because he/she doesn’t understand. Hahaha.

Ohya, and the price. You know the Euro’s rate is still so high compare to Rupiah, so it makes the number so small. So whenever I want to buy something I will convert the amount of money to Rupiah. Because, you know, the first time I saw for example the food is 7 euro, my first impression was, “oh gosh it’s so cheap! In Indonesia this food will cost around Rp100.000!” Can you see the different of the number, right? And if I lost control, I would buy the food and other things which are ‘cheap’.

So friends, please don’t be so envy, I do miss my skin when I was in Indonesia, the food, and the prices and its ‘real’ number.
Yes, I’m in Europe now and maybe you’re in Indonesia, but there’re a lot of things you can be proud of and make me envy.

21 September 2011

Ini adalah kisah gw dan beberapa mahasiswa Indonesia yang pertama kalinya (dan pada akhirnya) menjejakkan kaki di Italy pada tanggal 21 September 2011.

Kami, mahasiswa baru Universitas della Calabria (Unical) pada awanya cuma kenal via grup FB dan pada akhirnya kita janjian untuk berangkat bareng ke Italy untuk memudahkan agar tidak nyasar dan memudahkan yang wanita untuk minta tolong angkat koper ke kereta kepada para pria hahaha.

Pesawat kami transit di Doha setelah entahlah berapa belas jam perjalanan yang diisi dengan gw yang ga bisa tidur sama sekali dan Rifky (sahabat gw) yang selalu ketiduran kecuali pas Mbak-mbak pramugari dateng nawarin makanan. Rifky ini ya, setengah jam duduk di pesawat langsung ketiduran, tiba-tiba dia bangun dan ngotak-ngatik mini LCD di kursi pesawat, “gw bosen tidur, nonton aaah..” Tapi semenit kemudian dia ketiduran lagi. Dan pernah juga dia tiba-tiba bangun kayak kaget dan langsung ngambil Ipad-nya, “yaudah, mau main games, Nya, gw kali ini..” tapi semenit kemudian dia ketiduran lagi sambil megang Ipad. Zzzzz.

Kebetulan saat itu gw dan Rifky belum kenalan secara langsung dengan anak-anak Indo lainnya dan kita cuman kasak-kusuk mengomentari first impression kita ke temen-temen yang lain ketika secara ga sengaja ngeliat mereka melintas di bandara Soekarno-Hatta, “kayaknya yang itu tajir Ki, masa’ dianterin keluarganya sampe bener-bener di dalem bandara.” “Wah kalo yang itu kayaknya bawel bener, Nya..” “Wah kalo yang itu kayaknya tukang tidur..” Silahkan ya bagi yang ngerasa, temen-temen hehe. Dan baru pas di bandara Doha-lah kita semua bener-bener kenalan dengan muka ngantuk.

Kita sampai di bandara Fiumicino Rome sekitar pukul 06.30 pagi dan langsung, “wowwww Roma! wowww, ngantuk dan laper.” Dan jangan salah, perjalanan kita masih sangat panjang untuk mencapai kampus. Kita butuh naik kereta lagi dari stasiun Roma Termini ke Paola sekitar 5-6 jam kemudian lanjut lagi dari Paola ke stasiun CastiglioneCosentino selama sekitar 15 menit. Nasib banget emang sekolah di ujung Italy.

Sebelum lanjut naik kereta, kita silaturahmi dulu ke KBRI Rome untuk mengenalkan diri dan registrasi. Penting banget agar pihak KBRI ngeh ada tambahan mahasiswa Indonesia disana, jadi kita masih terus ada dalam pantauan dan tanggung jawab’ pemerintah Indonesia.

Akhirnya kita sampai di Roma Termini untuk naik kereta ke Rende. Dan kalau kalian kesana, harus waspada ya, karena banyak copet dan muka-muka mencurigakan, mulai dari orang negro sampe bule. Kita sempet didatengin sama Bapak-bapak yang menawarkan jasa angkat tas tapi dari cara dia nawarin jasanya bener-bener mencurigakan, lagipula kita punya 5 cowo gagah yang bisa angkat koper. Hahaha.

Akhirnya kita sampai Rende sekitar pukul 17.30 dan langsung dijemput sama tim kampus. Setibanya di kampus, kita dikasih tau nomor apartemen dan kamar. Gw dapet apartemen di blok 14. Dan bareng salah satu mahasiswa Italy yang tadi termasuk tim penjemputan, kita menuju si rumah. Gw udah pingin banget mandi, minum, makan. Pakaian udah lecek, muka udah kucel, jilbab udah miring entah kemana, dan pingin rebahan. Begitu sampai di apartemen yang berbentuk rumah itu, gw deg-degan, takut para mahasiswa lamanya ga menerima gw atau jutek-jutek, atau skenario terburuknya gw diusir. Dan semuanya jadi kenyataan.

Pas si mahasiswa Italy ngetok pintu, ada Mbak-mbak bule yang duduk di meja makan. Mereka ngobrol pake bahasa Italy dan ekspresi si Mbak berubah jadi tampang ga setuju. Dia ngomong cepet dengan suara kesel sambil nunjuk-nunjuk ke gw. Walaupun gw ga paham bahasa Italy, gw tau dia ga mau gw ada disitu. Si Mas Italy tetep keukeuh bilang kalau inilah rumah gw. Dan si Mbak jawab. “disini udah penuh penghuninya! Lagian dia ga bisa bahasa Italy. Dan kita ga bisa bahasa Inggris, kita mau komunikasi kayak gimana?”

Mas Italy makin kesel dengan si Mbak karena kampus pasti udah memperhitungkan jumlah maksimum penghuni apartemen dan pasti tau siapa aja yang ada disana. Ga mungkin kampus nempatin gw di tempat yang emang ga bisa ditempatin, “pokoknya dia tinggal disini!” Si Mas nengok ke arah gw yang dari tadi cuma mematung karena capek fisik dan capek hati (ceilah) karena ngerasa ga diharapkan sama orang yang seharusnya jadi temen serumah gw, “yuk kita liat kamar kamu..”

Akhirnya gw taruh barang-barang disana dan ketika keluar kamar, si Mbak nengok ke arah gw dengan muka desperado, “kamu harus bilang ke pihak kampus untuk segera pindah dari sini.”

“Tenang aja, saya juga ga mau tinggal disini,” jawab gw dalam bahasa Inggris yang ngebuat si Mbak bengong dan ga ngomong apa-apa lagi karena dia SAMA SEKALI ga bisa bahasa Inggris. Kasian banget sih lo, Mbak, jaman sekarang ga bisa bahasa Inggris.

Gw keluar dari rumah dan menuju parkiran untuk ketemu temen-temen Indonesia dan langsunglah gw curhat sama mereka, gw ga mau tinggal disana, gw mau nginep di salah satu kamar mereka. Salah satu anak Indo, Mia, nyeletuk, “kamu tinggal bareng aku aja.. aku tinggalnya bukan kayak rumah tapi perkamar, dan kayaknya aku belum ada temen sekamar.”

Alahmdulillah! Langsulah gw minta tolong Rifky buat ngembil barang-barang gw di rumah si Nenek Sihir (haha!) untuk dibawa ke kamar Mia. Untuk urusan formal pindah-pindahannya akan gw urus esok harinya.

Ngerasa udah bebas dari Nenek Sihir, gw langsung siap-siap buat makan bareng mahasiswa Indonesia yang lebih senior diluar kampus, karena kartu mensa (kantin) baru aktif besoknya. Ketika kita turun bukit dari kamar Mia (komplek apartemen kita berbukit-bukit), kita papasan dengan dua mahasiswa China dan mereka kebetulan nanya nomor kamar ke kita, “excuse me, do you know where is blocco 11?”

“Oh yes, I live there.. just go up there.. by the way, in which room do you live?” tanya Mia.

“Room number 16..” jawab salah satu mahasiswi China itu,

Mia: well, it’s my room..

Mahasiswi China: Really? So you’re my room mate. I slept with my friend since 2 days ago because I don’t like to sleep alone

Dan gw pun cuman bisa menelen ludah panik.

Akhirnya setelah bernegoisasi dan membuat berbagai macam rencana untuk ga serumah sama Nenek Sihir, jadilah pada hari itu gw nginep di kamar Mia dan Laura (mahasiswi China). Dan secara gw sadari, perjuangan gw untuk mendapatkan kamar dan temen serumah yang ‘bener’ akan sangat panjang.

Malem itu gw tidur di atas sajadah dan selimut yang gw tumpuk-tumpuk karena kasur di kamar sangat kecil untuk berdua sambil berdoa semoga semuanya akan segera berubah menjadi lebih baik di Italy ini.

Si Bang Cameh!

Dulu, di jaman gw masih polos-polosnya dan rajin nonton Ksatria Baja Hitam, gw pingin banget punya abang.
Sampe gw mimpi Kotaro Minami tiba-tiba naik angkot yang sama dengan gw dan duduk mangku gw karena angkotnya penuh. Dan setelah itu selama sebulan gw selalu ngayal andaikan aja tiba-tiba gw punya abang yang belah tengah, ganteng, dan bisa berubah jadi mas-mas yang jago berantem pake baju ketat.

Dan pas ulang tahun, Mama nanya, “Nyanya nanti mau kado apa?” “Mau abang, Ma.” “Ha??” “Nyanya, mau abang, pokoknya Nyanya mau punya abang!” “Gimana cara Mama buatnya?? Klo pingin ade lagi sih bisa diusahain, kalo abang?”

Ternyata sekarang gw punya Abang.

Kalau kata orang-orang bijak, ‘yakinlah sama mimpimu, niscaya akan terkabul.”

Gw punya Abang, dan dia emang rada mirip Kotaro Minami poninya kalo lagi cupu-cupunya. Tapi dia ga memerangi kejahatan dan (alhamdulillah) ga suka pake baju ngetat.
Gw ketemu si Abang ini ga kayak cerita sinetron yang tiba-tiba ada abang-abang nyamperin gw dan ngomong sambil terisak, “aku Abangmu, Nyanya. Abangmu yang tertukar..” Lalu kita berpelukan unyu.

Jadi Abang gw ini adalah sahabat gw, sahabat yang ga sengaja gw temuin di kantor yang ga sengaja juga ternyata rumah kita searah jadinya dia nawarin gw untuk pulang pergi bareng (bukan gw dong pastinya yang minta nebeng), dan ga sengaja juga ternyata kita ‘nyambung’. Jadilah selama nyaris 1,8 tahun di kantor biskuit kemarin ngebuat kita akrab. Dan setelah kita berdua diterima di universitas yang sama di Italy, kita semakin akrab dan bahkan katanya makin mirip (ah tidaaaaak!).

Pas di bandara Soekarno Hatta 11 bulan yang lalu, gw udah siap-siap untuk nangis tersedu-sedu karena perpisahan di bandara kan selalu tampak sedih dan syahdu, apalagi keluarga dan sahabat-sahabat gw ada disana. Tapi kesyahduan itu gagal karena si Abang yang ternyata bernama Rifky ini sibuk ngurusin kopernya yang kelebihan 23 kg. Coba yaaaa, kalo kelebihan 5 kg masih bisa di nego, ini 23 kg, dan dia sibuk nyalahin gw, “lo gimana sih Nya, kan tadi gw nanya, bisa ga 2 koper???” “Kan gw bilang bisa Ki, 2 koper tapi totalnya 23 kg.” Dia kira bisa 2 koper yang masing-masih beratnya 23 kg. Heya.
Akhirnya sahabat-sahabat kantor kita berdua cuman bisa ngeliatin Rifky yang heboh ngeluarin kering tempe, saos sambel, dan makanan lainnya dari kopernya.

Ketika akhirnya kita harus mulai ngantri di imigrasi, Ayah manggil Rifky. Dan sambil menepuk-nepuk bahunya, Ayah bertitah, “Rifky, Om minta tolooong banget untuk dijaga ya Nyanya. Tolong nanti pas dia balik ke Indonesia, dia masih baik-baik aja..”

Dan ternyata Rifky sangat mematuhi titah Ayah walaupun awalnya sempet ngomel-ngomel, “pacar bukan, istri bukan, disuruh ngejagain..” Tapi toh ternyata dia sangat menjaga gw..

Ketika di bandara Fiumiciono Rome bareng anak-anak Unical dari Indonesia lainnya (sekitar ber-12), kita bingung bagaimana cara sampai ke KBRI karena kita harus mendaftarkan diri dulu disana sekalian kenalan dengan pihak Indonesia di Italy. Temen gw, Eunik, nyaranin buat nyari taksi atau kendaraan besar yang bisa disewa, “Ki, lo bisa nemenin gw buat nyari orang yang nawarin sewa mobil?” “Oh oke.” Lalu Rifky balik badan ke arah gw yang dari tadi diem karena selama di pesawat gw sama sekali ga tidur, “Nya, gw nyari penyewaan kendaraan ya. Lo disini jangan kemana-kemana.”
Kalau mau kemana-mana juga serem sih sebenernya, wong bahasa Italy gw masih dalam tahapan, “scusa, dove il bagno?” (Misi, kamar mandi dimana ya?). Tapi karena kejadian itu temen-temen banyak yang mikir kalau kita sodaraan. Hahaha.

Misi Rifky ternyata selama di Unical adalah “Membawa Nyanya utuh ke Indonesia, tanpa kurang satupun dan tanpa kelebihan apapun.” Makanya dia makin ngawasin gw, terutama kalau gw lagi tertarik sama cowo. Dia akan nanya (setelah gw cerita ke dia, karena gw selalu cerita apapun ke dia) bobot, bebet, dan bibit si cowo. Dan bahkan pernah ketika gw lagi ancang-ancang pedekate sama satu cowo dari negara lain di bar (di Italy, bar untuk tempat ngopi, bukan minum alkohol) yang juga udah diatur sama temen gw yang lain yang lebih kenal cowo ini, Rifky ikutan nongkrong di bar buat ngawasin gw pedekate. Ohya, dia bukan cuman nongkrong di barnya, tapi duduk di meja yang sama dengan gw, si gebetan, dan temen gw. Dan setelah si proses selesai, dia tiba-tiba ngomong, “kayaknya dia cowo baik-baiknya, Nya. Oke gw setuju.” Laaaah…
Dan pada akhirnya ketika gw pacaran dengan temennya si gebetan gw itu (hahaha!), Rifky selalu was-was nanya tentang progres pacaran kita, yang juga sebenernya ga ngapa-ngapain. “Kemaren ketemuan? Dimana? Ngapain aja? Yaudah, jangan lupa belajar, Nya. Pokoknya IPK harus bagus!”

Rifky ternyata ga cuman ngawasin ‘kisah romantis’ gw selama di Unical, dia selalu ngawasin tingkah laku gw yang kadang suka ‘asal’ didepan dia. Ya maksudnya, di depan dia dan anak-anak Indonesia di Unical gitu yang udah kayak keluarga kita disini, rada males juga gw behave. Dan kalau dia ngeliat gw ga behave, dia akan ngomel, “anak cewe kok gitu duduknya??? Yang bener!” Dan omelan-omelan lainnya yang akhirnya ngebuat gw ngerasa ‘bebas’ ketika akhirnya dia pulang liburan ke Indonesia. Hahaha.
Tapi toh akhirnya ngerasa kehilangan juga ga ada yang ngomelin, ga ada yang ngawasin, dan ga ada yang bisa gw buat was-was.

Sebulan yang lalu ketika orang tua gw ke rumah Rifky untuk ngambil Kartu Keluarga yang ga sengaja gw bawa ke Italy (yang ngebuat satu keluarga panik nyariin di rumah dan begitu Ayah nanya, gw jawab dengan pedenya, “ya ga ada disini, Yah. Ngapain juga Nyanya bawa-bawa KK ke Rende?” “Abis di rumah ga ada.. Coba Nyanya cari dulu kali aja kebawa.” “Ga ada beneran. Yaudah deh Nyanya liat.” Dan gw yang rada manyun karena merasa dituduh langsung buka laci lemari belajar, dan disitulah si KK tergeletak dengan manisnya), Rifky curhat ke orang tua gw.
Dia cerita nyaris semuaaaaa…
“Wah Nyanya kemarin sih pacaran cuman iseng doang Om, Tante. Dia cuman pingin tau gimana rasanya pacaran sama orang yang ngomongnya pake bahasa Inggris.” “Oh, kalo sekarang Nyanya katanya lagi deket sama bla bla bla..” Iyah, semuanya diceritain. Gw sampe panik pas skype-an sama Mama-Ayah dan mereka cekikikan ngasih tau kalo mereka udah tau semua hal dari Rifky. Ahhhhh!!

Dan Mama bilang, “… iya Nya, jadi katanya Rifky, mungkin dia sebenernya ditakdirin ke Italy emang buat ngejagain Nyanya..”
Ahahaha.. Abang Cameh gw itu..

Dia adalah orang yang paling sabar ngajarin gw nyetir, yang sering nungguin gw lembur, yang selalu ngejagain gw dan ngerasa bangga karna bisa ngejagain gw, yang selalu kuat ngadepin dirinya sendiri, yang selalu bisa jawab pertanyaan gw mulai dari pertanyaan abal-abal sampe pertanyaan cerdas, yang selalu bingungan dan lupa, yang kalau masakin 1 porsi buat 1 orang bisa ngabisin waktu sejam, dan selalu bisa buat gw ketawa ngakak.

Can’t wait to meet Abang Cameh again in Rende, the place where our journey was begun dan ga sabar buat mintain stok cemilan dia. Hahahaha.

1 tahun yang lalu:
“Nya, kita tuh partner in crime, kalo gw ada ide gila dan aneh, kita pasti nyambung.”
“Embeer.. dan kita akan mulai our amazing race, Ki, di Italy, bismillah ya semoga semuanya semakin baik.”

Note: Gw kenal dan cukup deket sama tunangannya, jadi tenang aja kita ga ada hubungan romantis kok. Dia Abang gw dan gw Adiknya yang manis :)